Hellonjo!

Soal cerita melelahkan juga banyak hal - hal yang menyenangkan.


And it suddenly hit me. Just like that.

Alasan mengapa setiap bayi diazankan pada kali pertama mereka datang ke dunia. Azan yang merupakan panggilan Yang Maha Kuasa untuk menyembah kepadaNya. Suatu pemberian tugas pertama, yang paling penting, dan satu - satunya.
1st
"Will we be seeing each other again somewhere, in the future?" hopelessly said, in the middle of casual night ride, and as easy as that, "I don't think so, that might be a chance, but it's so slim I can't think of any meeting" several seconds passed and you ended the sentence "You see, you no longer live there, and that such a far distance we have between our houses, like how?"
ah yes, that's my fault, I shouldn't be hoping too much with us, our 'casual' us.

2nd
"This imaginary dreams of my mind keep bothering me little bit too much" and you answered while taking another spoon of our late dinner in cheap tavern "Why?", "I'm afraid, will this ordinary little me can really get into that position", "Of course you can". But dear, I know you not more less than enough to notice bit of hesitation covered by optimism. You were nice, and always will. "So, one day, I watched an interview of underage scavengers, they told the reporter of their dream with sparkling eyes and full throttle of optimism, one of them wanted to be doctor, another stuck with the idea of being military man. my heart was trembling as I came to realization that there was enormous bravery in telling that story in front of big mountain of trash. and since then I have this dream, I want to touch their lives, I want to give them a chance to pursue everything they want to be". And you gave me "Well, you still can, it is still possible" and the second was different, you were no more less than certain even it wasn't the best words someone can gave, but well, you are never good with words, aren't you?. And that's okay, at the end, you are still the one who understand every of my bullshits and affirmed to every of my delusional dreams.  

3rd
I kept my hand swiping through every story of theirs, and suddenly stopped at hers. She put yourself in several seconds of video showing your silly side in the middle of the ride. I saw that you both were alone in car. I was more than aware that it was straight for the sake of important matters you both handled in those past weeks. She laughed happily by seeing you acting clueless, just like the usual you. Part of me cracked, it was neither the first time nor the worst but still I couldn't help myself but falling quite bit. My minds kept stumbling through the idea of me losing another chance, I am not your typical, I am far from your ideal. At the end I'm just a girl who understands that you don't like being snapped while doing silly things. At the end I'm just your ordinary girl who unfortunately remember every details. At the end I am just a girl who have to always remember by heart that it is just a matter of time for every artificial things in between vanished. There will always be another girl who isn't me. Who acts like she knows you deeply.

4th
I hope, someday when you finally found the one you've been searching for, she is girl that accepts the muscular you as well the vulnerable man who cry for your beloved ones at 3 am. She is a girl that doesn't get tired of reminding you of slipped things as well the way to your home. Girl who always there, no matter how hard life puts you through. 

But for now, let me just be happy with my last chances of being around, being someone that understand you wholeheartedly.


Sore ini biasa. Menjelang maghrib, di atas motor, dan berpikir, terlalu biasa. Percakapan dalam kepala kali ini berkutat soal dita yang merasa dirinya terlalu kecil untuk mencapai mimpi yang akhir-akhir ini bergetar lagi. Hebat. Sampai bingung harus diapakan, karna sepertinya satu-satunya jalan yang hati ini pilih adalah membuat segalanya jadi kenyataan. Namun, ditengah riuhnya, masih saja ada sisi yang menolak untuk diam dan mengamini. Ada yang berbisik tentang bagaimana punya mimpi yang terlalu besar, beberapa kali sudah membahayakan kesadaran. Punya mimpi yang terlalu besar, ternyata dapat membebani punggung yang sepertinya masih terlalu ringkih bahkan jika hanya terkena hembusan angin siang.

Sampai akhirnya segala pikiran ini diam karna ada ingatan yang tiba-tiba datang. Soal pengalaman terbang pertama dita. Gadis biasa yang belum pernah naik pesawat sebelumnya. Yang selalu terkesima ketika ada orang bercerita tentang pengalamannya duduk di bangku jendela, melihat awan di luar sana yang kala itu tampak amat dekat dengan dirinya. Sebelumnya tidak pernah terbayangkan bahwa suatu hari itu akan jadi nyata, soal dita naik pesawat, bahkan sampai melewati garis terluar Indonesia, berlanjut sampai ke tanah dimana bahasa sudah tidak lagi sama. Perjalanan yang kini dipahami sebagai suatu hal yang tidak mungkin terjadi. Terlalu banyak halangan dan ketidakmungkinan yang berada di sepanjang perjalanan. Tapi ternyata, semesta kembali menceritakan kedigdayaan Dia dengan begitu sederhana, dengan menjadikan suatu hal di luar logika menjadi kejadian yang normal saja dalam hidup manusia. 

Kejadian yang membuat dita sadar, bahwa tidak apa menjadi manusia kecil selama ada Dia yang begitu besarnya. Kun fayakun, maka milikmulah apa yang sudah ditakdirkan untukmu.
Yang kamu tidak tau, bayangannya mati berkali-kali di dalam imaji, karna tidak dicintai oleh dirinya sendiri. 
Laut, bolehkah aku melarung segala cerita?. Agar di antara buih-buih air hanya tersisa bahagia. Agar aku dapat bercermin di dalamnya, bahwa ternyata dunia tidak sejahat ceritanya. Walaupun manusia memang terkadang tidak bisa dipercaya.

Laut, bolehkah aku menjadi pemuja?. Belajar pada kesederhanaan yang kau kenalkan dengan segala kerendah-hatian. Kagum pada keikhlasan akan ombak yang berkali-kali kau lepaskan. Menuju samudera, untuk pada akhirnya selalu kembali, kemudian singgah tanpa permisi di daratan.

Laut, bolehkah aku menjadi pengeluh?. Karna tidak setegar batu karang yang menghiasi. Karna tidak punya keluasan hati sepertimu, yang karnanya tidak pernah jadi tawar, meski dihujani. Karna tidak pula aku dicintai pun dicari, seperti senja dihorizonmu, yang membingkai cantik matahari. 

Laut, bolehkah aku meminjam sedikit saja damai yang menyisip di antara semburat jingga di pesisir pantai. Sempurna dengan debur ombakmu, ditemani kerang dan burung yang kembali ke rumahnya. Mendengarkan obrolan angin dengan nyiur kelapa. Menatap luasnya biru yang bertemu dengan langit yang kini tidak berwarna sama.

Bolehkah aku pinjam sebentar saja? Untuk kugantungkan pada langit-langit kamar. Agar diamlah pertanyaan pada malam-malam seperti ini. Agar kecewa tidak terus saja menghantui. Agar segala keindahan yang kamu miliki dapat mengingatkanku, bahwa, dunia ini tidak begitu saja tercipta sendiri. Keindahanmu tidak tiba-tiba hadir dari keentahan tanpa ada yang melukiskan. Bahwa semua ini, ada yang menggariskan, bahkan sampai terjadinya butir pasir terkecil dalam hamparan pantai di pinggir lautan. 

Bahwa meski selalu tampak mengerikan, badai hitam di atas lautan tidak akan pernah ada yang mendekati serupa keabadian. Kacaunya akan berakhir pada masanya. Digantikan oleh pelangi pada hari-hari beruntung jika kamu menunggu dengan setia. Sebagai pengingat, bahwa ketika seringkali terasa terlalu kecewa, ketika tidak masuk akal, ketika tampaknya semua yang terjadi tidak menyenangkan, kita tidak boleh menyalahkan ataupun mempertanyakan. Karna ada Dia yang sudah merencanakan. Karna ada Dia yang berjanji, bahwa akan selalu ada kebahagiaan setelah kita berusaha sabar memeluk kesedihan. Karna ada Dia yang Maha Penyayang.


"yaa sekitar jam 8 atau jam 9an gue sarapan di gudeg yang waktu itu"

Ini soal kembali berjalan lagi. Saya tidak lagi ingin berpura-pura menjadi serupa luka yang terbuka. Kalau ini adalah diri saya berumur 17 tahun, pasti ia akan bercerita tentang bagaimana akhirnya punya kepercayaan diri untuk kembali melihat kaca. Ini mungkin perasaan yang serupa itu, tapi sepertinya kini, saya hanya ingin meraba. Menapaki pijakan satu-satu, terlalu perlahan sampai rasanya seperti mendekati terbang. Bukan, saya menolak dikata pengecut. Saya hanya berhati-hati untuk dua alasan yang semua gadis sangat mengerti. Pertama, karna luka masih lekat di dinding nadi. Kedua, baik saya dan kamu sama-sama masih belum tau dan menunggu tentang muara dari segala kebetulan-kebetulan dalam semesta kita. Akhirnya, dalam diam sepertinya kita sama-sama sepakat untuk tidak melakukan investasi pada hubungan serupa main-main yang sempurna dilengkapi dengan segala ke-entah-an.

Tapi izinkan saya untuk mengingat pertemuan kita yang teramat singkat. Dari setiap yang terjadi pada garis waktu, sepertinya pilihan saya, seperti biasa, jatuh pada bagian akhir pertemuan di hari itu. dimana kita akhirnya kembali berpisahan. 

Stasiun siang itu biasa. Bangku yang biasa, dengan jadwal kereta yang juga biasa. Semuanya biasa, kecuali kedua pasang mata dibalik lensa baru dari kacamatamu. Rasanya ada yang sendu. Ada yang menyesakkan, tapi anehnya membahagiakan. Ada binar samar yang sedikit menjelaskan (ini kalau saya tidak salah mengartikan) kelegaan, bahwa akhirnya kita tidak lagi terpisah sekian kilo jauhnya. Ada yang menyenangkan dan juga menghancurkan saya sedikit dari dalam, saya harus menghadapi ini, sendiri lagi.

"kayaknya gue masuk sekarang aja ya, biar lu langsung pulang, takut keujanan"

"yaudah, hati-hati ya"

Dan bagi saya, hari itu diakhiri terlalu dini, dengan high five kita di stasiun siang hari.

Pemandangan selanjutnya hanyalah punggungmu dengan backpack tosca lusuh yang entah sudah berapa kali pasrah dibawah derasnya hujan selama perjalanan. Sempurna menjauh.

Semoga kamu baik-baik saja. Semoga terlepas dari segala kekurangan sebagai manusia, semoga doa saya tetap sempurna. Asalkan sampai pada tujuannya, saya tidak apa jika segala rasa tetap tak bernama. Karna saya tau, saya percaya, doa kepada semesta tak akan pernah jadi sia-sia.
Menyoal pergi. Ini sudah dini hari, terlalu dini bahkan untuk berkata kita sudah menjelang pagi. Mungkin lebih pas jika aku sebut setelah tengah malam, istilah yang lebih cocok dengan kondisi kini yang sedang bersiap untuk mengikhlaskan. Toh sepertinya, hanya pada tengah malam kita akhirnya bisa membereskan apa-apa yang berantakan. Menjawab segala pertanyaan yang bergelantungan di langit-langit kamar. 

Menyoal pergi. Banyak hal-hal yang harus dibereskan sebelum beranjak pada pilihan yang lebih besar, lebih serius, lebih tidak main-main, pun mungkin lebih membebankan. Hutang-hutang ku mulai kucicil agar akhirnya bisa lunas tanpa ada tanggungan, pun penangguhan. Cukuplah segala hal dibayar di akhir perjalanan. Iya, yang sebentar lagi akan kita temui, akhirnya kita berpelukan. Hutang yang bermacam-macam, mulai dari hutang makan, hutang tumpangan, hutang keceriaan, dan bahkan yang paling sulit, hutang kebaikan.

Yang terakhir rasanya sampai kini belum habis pikirku untuk mendapatkan cara agar segera terlunasi hal-hal yang sudah diberi. Kebaikan yang selama ini mengisi segala celah dalam setiap usahaku yang sering kali setengah-setengah. Kebaikan yang selama ini menopang pundakku ketika sudah teramat lelah. Kebaikan yang terlalu penting, karna telah menyadarkan bahwa aku tidak hidup sendiri di dunia yang katanya penuh dengan segala tipu daya. Kebaikan yang aku pikir tak akan habis dilunasi meski dalam beberapa  kali reinkarnasi. 

Untuk itu, maka ingin aku ucapkan terima kasih. Terima kasih karna telah begitu ada untuk aku yang hanya teman biasa. Terimakasih karna selalu memberi untuk aku yang sering kali tidak tau diri. Terimakasih karna telah mengerti hal-hal yang telah beberapa kali membuat orang lain pergi.

Untuk yang sampai kini masih membersamai, masih menyambutku selepas sidang, selepas seminar, selepas hal-hal yang serupa gagal, selepas sesi penuh air mata dan bibir yang terus saja berdoa. Hutangku sepertinya akan sampai mati. Yang kubayar dengan menjadi orang yang lebih baik setiap hari. Menyebar kebaikan dengan penuh keikhlasan pada orang-orang lainnya. Yang juga coba kubayar dalam baris-baris pengharapan kepada semesta, untuk segala kelancaran, segala kesuksesan atas apa yang kalian usahakan, yang kucicil dalam lima waktuku setiap hari.

Semoga kita, dipertemukan lagi.

Surat ini, teruntuk kalian, Purwokerto dan seluruh isinya yang sungguh . . . telah benar-benar membahagiakan. Dita sayang sekali sama kalian. Sungguh sayang. Teramat sayang.
"gimana ya Dit, dulu juga gue ngerasanya gitu, kayak cepet aja gitu feelingnya, kalo gue lagi kangen tiba-tiba dia ngehubungin. Nah gue nggak tau nih, apa Allah yang memainkan hal itu atau gimana, tapi yang gue tau ya akhirnya dia bukan jodoh gue" gitu katanya di atas motor, dan sambil masih mencerna gue jawab "bukannya bukan vi, kita kan nggak tau" . . . "iya juga sih"

He is different. He is the boldest and the most arrogant man of all. He is near to kind, and He did made me remember that taking breakfast and dinner is indeed important for my sensitive ulcer. And his logic slapped me hard in the face several times. He is the one who didn't spoil me at all. And he is the one after bapak sama mama whom his name mentioned in every of my prayers. But after all of that unexpected details, apa iya he is the one that worth every trust?. Gue cuma capek salah percaya sama orang yang penuh tipu daya?. But then akhirnya, malam-malam di atas motor gue memutuskan untuk berdoa sesuatu, karna yang gue tau, Allah ada dimana-mana. 

"dan hanya kepadaMu lah Tuhanku segala urusan digantungkan. Hanya kepadaMulah aku berlindung dari segala tipu daya. dan dariMu lah aku percaya sumbernya segala perasaan. Maka ku kembalikan setiap hati yang tidak berharap kepadaMu. Berharap kau ganti dengan sesuatu yang setulus-tulusnya cintaMu. Karna itu aku juga berharap agar ditunjukkan lah segala percaya yang salah ditempatkan kepada manusia yang penuh tipu daya. Aku memohon dengan segala ketidak tahuanku soal dunia, untuk dibuka segala hal yang ditutupi, agar selalu terlindungi setiap hati. Lalu atas segala jawaban yang tidak memberikan kenyamanan, aku ikhlas, asalkan memang Engkau yang menunjukkan. Karna bahkan tak ada sehelai daun pun yang jatuh tanpa diketahui olehMu, Tuhanku".
Mari kita mulai lagi. Untuk yang kesekian kali. Menjadikan jarak dan ketidakhadiran sebagai pengujian. Akankah semakin mempertegas lupa untuk mengaburkan "kita"? Atau sebaliknya, membuat doa bertumpuk agar dapat terasa hangat serupa peluk?.

Sampai saatnya, semoga aku diberikan kesabaran untuk menanti jawaban, bukan bagian dari mereka yang sering kali menyalahkan keadaan.

Teruntuk Mas.

Mas, akhir-akhir ini banyak sekali yang ada di pikiranku. Kebanyakan adalah kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan. Aku takut menjadi anak yang tidak membahagiakan bagi kedua orang tuanya. Menjadi murid yang tidak dapat memenuhi ekspektasi gurunya. Menjadi manusia yang tidak memenuhi tujuan hidupnya. Mas, saat ini mimpiku menjadi hal besar yang semakin jauh dari angan. Menjadi pikiran yang tidak lagi meringankan, malah membingungkan, membuat semua pilihan yang ada menjadi rancu. Membuat aku ragu terhadap diriku. 

Mas, saat ini betapa sulit untuk aku percaya kepada diri sendiri bahwa aku mampu mencapai segala mimpi. Suatu hari, ketika akhirnya kita bertemu, kamu akan tau betapa keraguan terhadap diri sendiri adalah luka lama yang harus dihindari. Betapa bayangan hidup tanpa mimpi dan tujuan, dapat membuat aku hancur setiap hari. Mas, untuk itu bolehkah aku berpesan sesuatu? 

Mas, ketika akhirnya hidup kita berjalan beriringan, aku berjanji akan jadi wanita yang menyediakan segala kebutuhanmu setiap hari. Aku akan belajar memasak walaupun tidak bisa sama sekali. Belajar mengingat semua jadwal kehidupanmu, apa yang kau suka, dan makanan apa yang jadi larangan agar kamu selalu sehat. Mas, aku akan mengiringi dengan segenap hati, jiwa, dan raga tanpa henti. Aku akan berjalan sedikit lebih lambat untuk menjadikanmu imam, menurunkan ego untuk berbagi nahkoda kapal kehidupan, menundukkan segala kesombongan agar kamu nyaman. Mas, aku akan selalu berusaha menyediakan ruang dimana-mana agar kamu dapat terus menghidupi hidup yang kau ingini. Semuanya akan aku lakukan dengan sepenuh-penuhnya keikhlasanku, aku hanya ingin berpesan sesuatu.

Mas saat itu, tolong jaga mimpiku. Rawatlah. Dekatkanlah agar jadi nyata. Kuatkanlah ketika aku sudah mulai lelah. Yakinkanlah ketika aku sudah mulai tidak percaya. Mimpiku tidak butuh macam-macam. Hanya ruang dalam langit - langit yang serupa semesta kita. Karena saat ini aku baru mengerti, bahwa menjaga mimpi ternyata bukan pekerjaan sederhana. Aku masih ingin tetap bermimpi walau sudah jadi seorang wanita yang pintu surganya bergantung pada ridho seorang laki - laki.

Kini, aku juga selalu berdoa, agar kamu semakin didekatkan dengan segala mimpi, mencapai segala hal yang kamu ingini. Karna aku tidak ingin mendikte definisi bahagiamu meski sudah merasa memiliki.
Pagi tak akan pernah dapat mengerti tentang lelahnya jiwa yang lama berjalan sendiri. Tentang mereka yang matanya sudah terpejam semalaman, tapi tidak dengan cemas dan segala ketakutan akan masa depan. Temtang kesepian lain yang lebih mengerikan daripada makan malam yang sendirian. Tentang menjadi dewasa dan harus berganti menguatkan. Tentang anak semata wayang yang akhir-akhir ini mengerti, bahwa bukan sepi pada menjalani hari-hari yang membuat bersedih hati. Ini tentang bagaimana ia yang akhirnya menyadari, masa depannya, pilihan hidupnya, adalah soal kebahagiaan kedua orang yang selama ini memeluk segala kejatuhannya tanpa banyak tanya. Tentang mereka yang dengannya ia kemudian mengenal kata cinta.

Untuk pertama kalinya di suatu pagi, ia merasakan kesepian yang membebankan hati yang selama ini tidak pernah bermasalah dengan kata "sendiri".
Teruntuk bulan ramadhan tahun ini. Aku sudah bertemu kamu 22 kali, tapi rasanya perpisahan denganmu kini adalah yang paling menyedihkan dari setiap perpisahan yang selama ini sudah kita lakukan. Banyak hal-hal yang membuat aku menyadari bahwa meski esok adalah hari kemenangan, tapi sesungguhnya yang ada hanyalah kekalahan yang terasa sangat nyata di dalam hati. Kalah karna tidak ada yang berubah meski sudah berlelah-lelah menahan nafsu makan dan minum. Kalah karna ternyata ada nafsu yang lebih besar yang akhirnya gagal aku kalahlan. Nafsu menjadi iri, menjadi tidak bijak, menjadi jahat kepada seseorang yang seharusnya sudah aku maafkan. Rasanya bulan ini tidak ada doa yang lebih utama selain memohon ampun kepadaNya karna selama ini sudah jadi manusia yang berdosa. Manusia yang seringkali menganggap pertemuan kepadaNya hanyalah kegiatan 5 waktu yang sambil lalu. Manusia yang seringkali berlaku tidak baik kepada orang lain, dan merasa senang meski ada hati yang tidak terasa biasa saja. 

Sungguh aku merasa kalah. Merasa bahkan ramadhan satu tahun pun tak sanggup membuatku kembali menjadi utuh seperti seharusnya. Kembali fitri seperti kata mereka di waktu-waktu seperti ini. 

Teruntuk kalian yang membaca. Sungguh, kalian adalah setiap permohonan maaf yang aku panjatkan. Setiap tertawa yang kemudian menjadi dosa. Aku memohon maaf sebesar-besarnya atas segala alfa, segala cela yang aku sengaja, ataupun tidak sengaja telah aku lalukan. Semoga segala ibadah kita diterima. Segala permohonan maaf kita diaminkan semesta. 

Semoga kita dapat bertemu dengan ramadhan tahun depan dengan jiwa yang lebih baik. Semoga. Semoga. Semoga.
Untuk setiap hal-hal yang tidak bisa aku rubah. Setiap cela yang melekat tanpa bisa aku pisah. Aku kini berhenti membencimu, tapi juga tidak melupakanmu. Aku kini hanya sederhana berada pada jalan memaafkanmu menuju kelegaan bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Setiap gadis punya kerumitan dirinya sendiri yang mengakar di dalam kepala. Punya hal-hal yang hanya ingin dia simpan dengan rapat, tanpa ada orang yang melihat. 

Untuk setiap hal-hal yang dulu aku tak suka. Hal-hal yang sempat membuatku membenci diri sendiri melebihi ketidak sukaanku terhadap orang-orang jahat lainnya. Kini, aku mengerti bahwa keberadaanmu memang harus dimaknai sepenuhnya. Menerimamu dengan lapang dada memberikan aku pemahaman bahwa mungkin kamu hadir untuk menjauhkan segala hal yang mungkin menyesatkan. Mendekatkan aku kepada hal-hal yang lebih membahagiakan. Aku mengerti bahwa ada banyak hal lainnya yang bisa aku rubah. Hal-hal lain yang membuat aku lebih berarti. Membuat aku lebih mencintai diri sendiri. 

Untuk diri yang seringkali lupa. Semoga akan selalu ada ingat agar tidak bersedih akan setiap hal-hal yang tidak bisa kita rubah. Suku, bangsa, ras, warna kulit, tinggi, bentuk wajah, dan segala hal pemberian semesta lainnya. Meski akan ada hari-hari seperti hari ini. Ketika kamu semakin jauh dari segala yang diinginkan hati karna sederhana, hal-hal yang melekat bukan sesuatu yang mereka suka. Percayalah bahwa ada banyak hal yang masih bisa diusahakan. Banyak hal yang masih bisa dikejar. Lebih banyak hal baik yang bisa kita rubah. Karna seperti bencana, cela juga adalah suatu kejadian. Yang harus dimaknai sepenuh hati, meski butuh waktu, tapi suatu hari kita akan menyadari bahwa setiap hal memang punya arti.
Doa adalah tempat dari segala rasa bermuara. Dimana mereka tumbuh dengan penjagaan langsung oleh semesta. Tapi doa juga jalan menuju keikhlasan, agar ada hati yang kemudian menjadi lebih lapang untuk menerima setiap kehilangan. Lalu doa kemudian juga wujud dari segala harapan, agar setiap usaha kemudian menjadi  lebih ringan.

Karna doa adalah suatu keberdayaan untuk menolong diri sendiri. Agar setiap kecewa bertemu dengan obatnya. Agar setiap yang ganjil kemudian dapat digenapkan. Agar setiap pertanyaan berujung kepada jawaban. Karna Ia selalu mendengar dan menjelaskan, melalui setiap tanda yang halus dibisikkan. Karna Ia selalu ada dan mengawasi setiap langkah maupun suara hati. Karna Ia tak akan pernah membiarkan hambanya berdoa sendiri, Ia selalu ada dimana-mana ketika hati meyakini. Meski terkadang butuh waktu untuk menjadi faham akan alasan dari setiap yang terjadi. Menjadi yakin, bahwa tidak ada doa yang kemudian runtuh dan jatuh ke tanah tanpa jadi arti.
Ada rindu diujung hari yang kembali datang ketika aku sendiri. Ada kamu yang kemudian semakin jelas tercipta dalam imaji. Ada doa yang kemudian terpanjat untuk segala bahagiamu agar tidak ada rasa yang kemudian jadi sia-sia. Karna sampai kini aku selalu percaya, bahwa semesta selalu menyampaikan pesan tanpa alfa. Semesta selalu tau dimana segala doa bermuara.

Semoga kamu, selalu baik-baik saja.
Aku pikir, aku tidak akan pernah lelah ketika bercerita soal pasrah. Bagaimana seorang manusia memiliki kerelaan berada dalam posisi terendahnya, tanpa kekuatan. Bagaimana pasrah mengajarkan bahwa sebenarnya kita hanya manusia yang tidak akan pernah habis kata kurang. Selalu penuh cela bahkan ketika orang lain berkata kita sudah sempurna. 

Ada sesuatu soal pasrah yang ajaib. Bagaimana akhirnya kita belajar bahwa kita hanyalah entitas kecil dari suatu galaksi yang luasnya tidak terkira. Bagaimana sebenarnya pasrah mengajarkan aku sesuatu soal cara menjadi kuat yang lain. Menjadi kuat untuk menerima bahwa sebenarnya kita tidak tahu apa-apa, bahkan terhadap segala urusan dunia yang setiap detailnya kita urus, kita perhatikan. Menjadi kuat dengan menerima bahwa memang seringkali beberapa hal di luar kuasa, dan keputusan final terletak hanya pada dua kata sederhana "kun fayakun" dan jadilah atau hancurlah. 

Lalu aku mengerti, mengenai pasrah adalah soal menciptakan ruang bagi semesta untuk bekerja terhadap segala yang kita usahakan. Menentukan pilihan mana yang terbaik untuk masa depan. Menciptakan jalan menuju segala yang sudah digariskan. Menuju suatu rancangan yang lebih besar dari segala keinginan.

Aku masih belajar soal menjadi pasrah dengan penuh keikhlasan. Menjadi kuat dengan tanpa kekuatan. Berserah setelah lari dan berlelah-lelah. Aku masih belajar menjadi seseorang yang selalu ingat menyertakan Dia. Selalu ingat berdoa dengan penuh kerendahan hati kepadaNya. Aku masih bealajar, terlebih ketika seringkali berpasrah tidak berujung pada keputusan yang hati inginkan dengan sangat, pada hasil yang sederhana menjadi ujung segala kecewa. Aku masih belajar. Tapi setidaknya kini, aku akan berusaha untuk selalu ingat bahwa suatu hariakan terjawablah segala tanya karna kecewa. Akan tenanglah hati karna percayanya selama ini dijelaskan oleh semesta, bahwa pasrah memang akan selalu diarahkan untuk segala kebaikan yang terbaik untuk semua.
Kamu pernah dengar cerita soal setiap hal di bumi yang sudah diciptakan dengan  sebaik-baiknya pasangan?. Setiap fajar dan malam. Setiap bumi dan langit. Setiap laki-laki dan perempuan. Setiap kebangkitan dan kejatuhan. Itu adalah kalam yang setiap katanya aku aminkan. Kini, aku ingin bercerita soal hal yang serupa itu. Dari seorang aku, daun yang akan gugur sebelum dihidupkan hujan. 

Aku menulis ini karna aku mengerti, setiap bagian aku jika sudah jadi serpihan berserakan, tidak akan mudah untuk menceritakan beberapa hal. Yang pertama adalah soal menunggu. Untuk hujan, aku sudah menunggumu selama ini dengan sabar. Penantianku kemudian tidak sia-sia karna akhirnya setiap tetesmu kembali memeluk bumi dengan mesranya. Tapi sayangnya, tampaknya kita gagal bertemu ya di dunia?. Jangan cemas, kamu tidak terlambat, kamu datang di waktu yang paling tepat. Meski tidak ditemukan bukan berarti kita gagal jadi pasangan kan?. Karna sesungguhnya, aku sudah berjanji untuk jadi pasanganmu sejak tarikan nafasku yang pertama. Berjanji untuk selalu berdoa, dan bertasbih agar segala berkah dan keselamatan selalu membersamai langkah dan segala keputusan. Aku sudah jadi setengahmu, bahkan sebelum kamu tau.

Mungkin, kamu hanya perlu lebih merasa.

Untuk hujan. Jangan sedih. Mungkin segala kesedihan ketika melihat ranting kering dengan guguran aku, tidak dapat masuk di akalmu. Mungkin itu berakar dari segala rasa kehilangan yang tidak kamu mengerti bagaimana. Hanya sederhana kekosongan yang tercipta karna apa yang belum hadir ternyata bisa jadi berarti. Tapi karna itu aku semakin percaya, bahwa doaku tidak pernah salah tujuan. Bahwa doaku selama ini mengisi segala sela, segala sisi. Lalu kini wajar saja ketika tidak ada yang menggenapkan segala yang ganjil, karna sumber doa sudah tidak ada lagi.

Tentu kamu juga pernah dengar kan cerita itu. Tentang semesta yang selalu bertasbih untukNya, memujaNya, berdoa dan meminta kepadaNya. Iya, selama ini aku jadi salah satunya. Dan seluruh doaku beralamat kepadamu. Pasanganku.

Untuk hujan, dari daun yang sebentar lagi gugur. Matahari jadi saksi bagaimana aku berusaha untuk tetap hidup setiap hari. Tidak lain agar kita bisa bertemu, entah di penantian yang keberapa. Tapi nyatanya kini, bumi punya cerita yang lain. Cerita yang aku belum fahami kenapa harus terjadi. Bukankah semuanya diciptakan berpasangan? Lalu kenapa beberapa pasangan yang tidak beruntung kemudian tidak dapat dipertemukan saat ini. Aku masih belum punya jawabannya, tanyaku masih menggantung di langit-langit semesta. Tapi hujan, aku selalu percaya bahwa selalu ada yang lebih besar dari segala yang kita inginkan. Selalu ada alasan dari setiap kepulangan, perpisahan, pertemuan. Mungkin kita kini hanya harus menanti untuk menjadi mengerti.

Tapi hujan, sampai saat itu, saat kita akhirnya mengerti, saat kita akhirnya (mungkin dapat) bertemu lagi, aku masih pasanganmu. Terimakasih atas belajar mencintai seseorang dengan tulus dan penuh keikhlasan. Tanpa meminta balasan, tanpa meminta pengakuan. Maaf tak bisa menyambutmu untuk pertama kalinya, tapi meski leburku sudah bercampur tanah, setiap ide soal aku akan selalu di sisi dirimu.

Hujan, semoga segala doaku yang sudah kutabung setiap hari, meski tidak sempurna, tapi akan selalu memeluk kecewamu seutuhnya. Menumbuhkan bahagia, selamanya. Jangan merasa kesepian, kamu tidak pernah sendiri, meski tiada, aku masih pasanganmu sampai Tuhan berkata aku harus berhenti. Tetaplah berusaha untuk segala yang berarti. Aku percaya, kamu bisa bahagia.
Di ruang imajiku, kamu yang sempurna, mati-matian aku leburkan, agar kembali menjadi manusia yang berhias cela. Aku pikir suatu temu yang nyata akan mempermudah semuanya, bahwa kamu tidak seindah dalam bayangannya. Tapi ternyata, aku justru semakin cinta karna kenyataan bahwa kamu juga sama manusianya. Sama-sama lemah, dan butuh disempurnakan. Sama-sama punya sela jari yang harus dilengkapi. Sama-sama punya hati yang harus diisi, dengan segala kurang yang menunggu untuk diperbaiki.

Lalu kalau sudah seperti ini, jelaskan bagaimana caranya punya kehidupan yang tanpa keinginan untuk memiliki kamu, yang rasanya sedekat nadi, tapi nyatanya hanya ironi.

Bagaimana rasanya mengikhlaskan kamu, seseorang yang bahkan segala kurangnya semakin membuatku ingin menjadi rumah untuk setiap luka, lelah, dan kecewa. Menjadi lengan yang mendiamkan kericuhan dalam kepala. Menjadi hangat yang dalam dingin memeluk setiap kehancuran dengan erat. 

Kepada kamu, yang kini setiap kurangnya belum aku ketahui, setiap ceritanya belum aku mengerti, setiap risaunya belum menyisip ke dalam memori. Iya, suatu hari nanti ketika semuanya masuk akal, seorang aku akan menerima segala kurangmu dengan lapang dada. Semoga, kamu juga.
Orang-orang yang berdoa tau, rindunya tidak pernah sia-sia. Meski tidak bersuara, setiap bait tetap sampai pada tempatnya. Meski tidak dituntaskan temu pun peluk, setiap hangat tetap sampai pada hati yang diingini. Meski diucapkan dengan hati-hati, ia selalu sampai tepat waktu. Mereka yang berdoa tau, rindunya telah berada pada naungan yang selalu melindungi. Jika memang iya, maka rindu akan terus ada dengan rasa yang semakin jauh dari samar. Jika ternyata tidak, maka dunia akan membuat mereka berhenti berdoa, membuat hati mengikhlaskan segala rasa yang tidak seharusnya ada, dengan cara yang membuat mereka tetap baik-baik saja. Membuat lupa menjadi semakin jelas dalam setiap tarikan nafas. Membuat mereka berhenti meminta jawaban, karena ternyata mungkin memang bukan dia tempat segala rindu dituju. Terkadang memang imajinasi soal hati membuat segalanya jadi rancu. Membuat manusia berharap kepada hal-hal semu. 

Aku masih berdoa untukmu. Meski tidak ada temu ataupun kata rindu. Meski kita bukanlah "sesuatu". Meski ingin sekali rasanya mendengar bagaimana pendapatmu soal setiap hal yang bias di dunia, setiap hal yang jadi resahku soal hidup. Aku masih berdoa untukmu serta menunggu, apakah kini akhirnya akan berujung pada lupa yang sama akan mereka yang telah lalu?. 

Setidaknya Sang Pencipta tau, aku kini berada di pihakNya dan tak ingin sekalipun menjauhkan kamu dari perjalanan menujuNya, menjadi seseorang yang lebih baik di dunia. Sudahku bilang, rindu ini tidak akan sia-sia bukan? :))
Aku masih mengeja soal jadi dewasa, tapi ada satu yang coba aku yakini sampai kini. Bahwa akan ada satu detik di hidup ini yang entah kapan, dimana kita akhirnya akan berhenti membingungkan segala hal-hal yang kini jadi pertanyaan. Berhenti cemas pada segala hal yang kini kita takutkan. Pun dengan membawa kehilangan-kehilangan seringan menerima setiap kedatangan. Dan bersyukur pada pilihan-pilihan yang kini kita jalani dengan berat karna ternyata tak semudah apa yang di awal diceritakan. 

Entah benar atau tidak, tapi tampaknya aku akan terus memilih untuk percaya. Karna berjalan dengan ada yakin di dalam hati ternyata lebih ringan daripada membawa serpihan yang berantakan. Tidak mati tapi tidak hidup. Berkata tapi sia-sia. Tertawa tapi tidak bahagia. Mungkin ini yang dinamakan harapan-harapan sehingga kita dapat terus berjalan, karna hanya itu satu-satunya cara agar kita dapat kesana bukan? Percaya, bahwa suatu hari ini semua akan terlewati, meski runtuh, meski putus asa, meski harus menelan kecewa.
There it comes this moment of clarity. When I woke up on the train, in the middle of my way back to our reality, my reality. That it looks like, now, I finally give up all the chances about you. It doesn't matter even if I had all the times in the universe, you'll never look back at me and realize all the reasons why I had always there. The reasons why behind my panicked voice over the phone. The reasons why I felt my heart broken so much when I was sitting beside you and hearing all the worst news you've got. The reasons why, I felt stabbed hard in my heart when she told me all the drama, chocolate, and your confession. And even after all the storm, I chose to stay. Maybe it was me from the beginning who foolishly proud in torturing my self with being beside you, the one that actually who doesn't need saving. You can save yourself, while I failed mine. 

This is the moment of clarity. I made my self clear, I won't love you any much less than a friend. Something that I should do right after I realized I didn't stand any chance, because you love candies while I am just loose sweater that gives comfort. Now I decide, it's time to not lie to my own self by saying I don't need to be loved back while always loving you that much. Because everyone need a pars. Now I realize, I should let you go, not just words that I know, but also words that my heart believe. Now I shall let my heart empty. Without any single hope which is an exact fallacy from the beginning. I will try to live as it is, not by something I want you to give me in, but something you already left me with. Something that exactly vain, plain.
jangan terlalu sering membaca aku, nanti kau jadi tau, segala kata sudah tidak lagi berdetak untuk kamu.

jangan terlalu lama membaca aku, nanti kau jadi tau, pikiranku sudah tidak lagi dipenuhi kamu.

jangan terlalu dalam membaca aku, nanti kau jadi mengerti, tentang kehampaan karna sudah tidak lagi jadi sesuatu yang diingini.

berhentilah. jangan berharap lagi. jangan melihat lagi. jangan mencari lagi.

sebelum ceritaku mengalun dalam kepalamu, suaraku menggaung dalam malam sebelum tidurmu. menciptakan rangkaian kata seperti milikku yang sekarang bercerita tentang aku. iya, aku, yang sudah tidak lagi menuliskanmu. yang kini sudah sepenuhnya berganti hati. menulis buku yang sepenuhnya baru. 

jangan terjebak pada paradoks tentang posisi kita yang kini berganti karna bisa jadi, aku sudah tidak  lagi peduli. 

Kemudian aku sedikit banyak mulai mengerti. Bahwa Ia yang bereskan segala yang berantakan. Yang gantikan segala yang hilang. Yang melengkapi segala yang kurang. Dan hanya Ia yang selalu mencukupkan segala ketidakpuasan jika memang kita bisa coba untuk merelakan hal-hal. Karna tentang apa yang aku percaya, akan selalu ada waktu yang paling tepat untuk segalanya, dan seringkali itu berada di luar agenda sederhana yang dibuat manusia. Walaupun kemudian aku merasakan bahwa tak ada yang sederhana mengenai belajar pasrah, tapi tetap kupikir itu adalah yang lebih baik daripada menuntut hal-hal yang bisa jadi kita sama sekali tidak mengerti akan jadi apa. Bisa jadi bahagia, bisa jadi bencana. 

Oleh karnanya kemudian aku mulai membiasakan diri pada masa-masa sendiri. Berusaha menemukan aku, diriku. Berusaha cukup hanya pada sesuatu yang memang seharusnya jadi satu-satunya tempat manusia bergantung. Ia yang kepadanya segala harapan diterbangkan tanpa perlu takut dikecewakan. 
Aku ingin menjadi seseorang yang lebih baik tidak ada daripada tidak membahagiakan. Aku hanya sedikit mengerti, bahwa tak ada yang sederhana dari menerima keberadaan yang tanpa jiwa maupun keikhlasan. Karna menurut aku yang masih kurang banyak tau, selalu ada ketidaknyamanan dalam keterpaksaan. Lalu bagaimana mau bahagia jika ketidaknyamanan itu selalu membuat kita mempertanyakan keberadaan?. 

Mungkin aku hanya tak ingin jadi sebab kepala seseorang dipenuhi pertanyaan yang sebenarnya jawabannya adalah "aku tak ingin membersamaimu". Aku hanya sederhana tak ingin membuat seseorang berada di posisi yang serupa itu. Karna ada yang menyesakkan dari kehancuran yang ditahan, dibungkus rapi dan cantik, tapi tetap mematikan.  Dan tak ada lagi yang lebih menyesakkan daripada harus menerima terima kasih dari seseorang yang kita berikan bingkisan dengan isi yang sebenarnya tidak menyenangkan.

Aku hanya ingin belajar menjadi seseorang yang tulus tanpa kebohongan.


-selepas berlelah lelah di lahan penelitian seorang teman-
Mau cerita sedikit boleh nggak? Sedikit cerita dari seorang introvert yang seringkali mendengarkan, tapi nggak jarang juga bawelnya setengah mati karna beberapa hal. 

Sesama intro mungkin bisa mengerti hal ini, bahwa kita seringkali dapat memahami seseorang hanya dengan mengamati lebih dalam dan diam-diam. Seringkali kita tau, mana yang tulus atau tidak, mana yang bohong, mana yang peduli atau hanya sekedar basa basi. 

Oleh karnanya, ketika bertemu orang lain. Seringkali gue bisa tau, is he being true or not, dan pada setiap kali itu juga, gue selalu merubah segala pikiran buruk menjadi sesuatu yang "nope, its just my cruel imagination about someone I didnt know very well", "no, I was just too confident, I might be wrong about them, and they might be not that evil". Gue berusaha percaya dengan mereka, dan tidak percaya dengan apa yang diri gue sendiri katakan. 

And it turns out, people are always so typical.

Mereka akhirnya membuktikan kalau ternyata memang diri lo benar. Mereka melegitimasi semua suara di dalam kepala lo yang berkata "mereka sebenernya nggak peduli", "mereka sebenernya cuma basa basi", "dia sama aja cuma main-main", "mereka akan meninggalkan lo", "semua yang mereka pedulikan adalah hidup mereka, walaupun lo sudah memberikan sebagian waktu hidup lo tulus buat mereka", "mereka cuma ada ketika ada butuhnya". 

And now, I understand what mama told me "don't be so naive, people is not always that kind". Yes, I was being naive, and I regret that. It's pathetic, but I'm done with trusting people. I'm done with getting too attached with everyone, no matter who they are. No matter how sweet ttheir words are. Tho, experience taught me, in the end they will always prove you that they are just another mess you have to clean.

Maybe I have to start giving more trust to my own self. Because well, you can't fuck up your own trust right?.
Untuk semua petir yang berkilat. Harus ya kamu selalu datang tiba-tiba dan mengagetkan?. Harus ya kamu mencuri semua perhatian pada detik kamu datang?. Harus ya kamu memporakporandakan semua konsentrasi yang susah-susah aku kumpulkan?. 

Untuk petir yang kemudian hilang, Tidak usahlah kau jawab semua pertanyaan, karna mereka sungguh tak perlu jawaban. Segala tanya yang aku ajukan sebenarnya adalah tuntutan, wujud dari segala kemarahan yang kemudian tak dapat aku sampaikan. Kau tau karna apa? Iya, karna kau terlalu cepat hilang untuk dimintai pertanggung jawaban. 

Untuk petir yang masih tak mengerti. Saat ini kau mungkin bertanya dalam hati (jika kau masih punya hati). Apa salahku? Kenapa kau menyalahkan aku dengan segala hakikatku? Sifatku? Semua ilusi yang sebenarnya sudah orang lain tau. Iya, aku tau semua tanda tanya itu sudah berkumpul dalam benakmu. Tapi wahai petir, kamu tau sebenarnya kamu lebih dari mengerti, bahwa aku tak selamanya dapat mengerti segala kedatanganmu. Bisakah kau terima saja kali ini? untuk yang terakhir kali.

Untuk setiap petir yang sudah datang dan kemudian pergi. Terkejutkah kau jika aku bercerita, bahwa aku pernah menyukaimu dengan segala kedatangan yang tiba-tiba. Memberi kilatan warna pada dunia hitam putih yang sudah pasti membosankan. Iya, itu aku sebelum kau datang, yang ternyata bersama dengan badai yang meluluhlantahkan. Iya, mula-mula gerimis tipis menyenangkan. Lalu perlahan awan menggelap dan rintik semakin besar, semakin kelam, dan kemudian menyakitkan. Setiap tetesan air hujan menghujam kulitku yang terlalu perasa, membuatku sulit melihat karna tak terbiasa menerima badai di kelopak mata. Lalu aku perlahan tenggelam dalam suara gemuruh badai di atas atap gubuk tempat aku menumpang teduh setelah kuyup. Aku tak bisa berpikir apapun karna riuhnya menyesakkan hati dan perasaan. Logikaku undur diri dengan menyisakan satu pertanyaan, kamu dimana, petir?.

Kamu dimana setelah badai yang kau tinggalkan telah berhasil menghancurkan? Kamu dimana setelah matahari tertutupi awan gelap hanya agar kamu dapat tinggal? Kamu dimana setelah akhirnya aku dapat menerima segala hal tentang kamu yang seringkali orang lain tinggalkan?.

Dan ya, lagi-lagi segala pertanyaanku tak meminta jawaban. Segala tuntutan pun tak meminta perhatian. Aku kini hanya cukup tau, bahwa memang manusia seringkali harus menerima kesialan yang tidak dia inginkan. Aku kini hanyalah seorang pejalan kaki dengan cerita pernah tiba-tiba tersambar petir tapi tidak mati. Terimakasih atas tambahan prestasi pada gadis biasa dengan siang yang biasa. Aku kini semakin terbiasa dengan kondisi dihancurkan, ditinggalkan, tanpa permohonan maaf ataupun penjelasan. Dan tolong, jangan datang lagi kalau hanya untuk menyinggahi.

maybe this is how you learn to be all grown up. you learn to endure something that hurt you so bad. keep unnecessary things for yourself, even though your heart screaming all the way round, just simply it is meaningless stupid feelings. now you have to walk the pain as long as you can, no matter how small the energy left, how bitter every step ahead, how failures hunt you down along the road. 

maybe this is how you learn to be all grown up. realize that something isn't always up to your plan. several plans are better left behind because simply your only choice is to adapt with what universe gave. you accept, you know you are as clueless as fallen leaves in brown tiled city park. now, you laugh the tears. you tasted sour, somehow bitter, but surprisingly sweet in the end. you know, it might be the beginning of an end. a sweet sweet end. you finally laugh without any bargain, because you want to, because all the things that have been such a disaster become foolishly funny.

and yes, this is how you actually learn to be all grown up. you keep, you endure, you adapt, you walk, you laugh, you accept. 
Ini untuk dua hari yang lupa dan tanpa luka. Untuk seorang pencinta hujan yang tak bertemu dengan derasnya di tanah purwokerto. Untuk dia yang tiba-tiba datang memusingkan, dan pergi lalu menimbulkan kehampaan. 

Saat itu aku tau, kedatanganmu bukan satu yang diharapkan, bahkan kebalikannya, ia dipenuhi kegusaran di akhir bulan. Oleh karnanya aku merancang rencana agar tak terlalu merasa dirugikan. Aku juga akan ikut liburan! pergi ketempat yang belum sempat aku datangi, makan di restoran yang aku sukai. Dan jadilah akhirnya dua hari kita dipenuhi perjalanan yang di luar perkiraan.

Kemudian, kau seringkali bercanda, bagaimana aku telah menjadi manusia paling semena-mena. Mengajak seseorang yang sudah berlelah-lelah di atas kereta berjam-jam, pergi ke dataran tinggi yang dinginnya bukan main di hampir tengah malam, naik motor, hanya untuk makan tempe. Padahal itu mendoan kriyuk legendaris di kota ini :'. 

Tapi itu baru awal. Perjalanan kita selanjutnya adalah mencari air terjun yang baru-baru ini menjadi spot paling oke. Sebenarnya sederhana, aku hanya ingin punya foto yang instagramable maka aku ajak kau kesana. Air terjun yang belum pernah sekalipun aku kunjungi tapi sudah menarik hati. Lalu dengan bermodalkan gps, kita disuguhkan dengan pemandangan pedesaan, lengkap dengan jalanan serupa sungai yang telah mengering. Hasilnya, sejujurnya, aku tak terlalu suka karna ternyata air terjunnya kelewat biasa. Tapi perjalanan kita 20 menit berjalan kaki di antara hutan ala ala adalah satu yang selalu menyenangkan kalau diingat kembali. Biarpun jauh dan melelahkan aku akan kembali memilih untuk berjalan kaki lagi hehe.

Lalu obrolan hampir tengah malam kita di kafe pinggir jalan. Yang kemudian diikuti kesunyian pada perjalanan pulang kita dari bukit berbintang yang mendung dan tak biasanya menjadi mengecewakan. Tak terlalu seru tapi aku merasa bodoh karna telah mengajakmu senekat itu :')).

Besokannya, kita mencoba mall baru, makan es krim keinginanku sejak dulu. Sebelum akhirnya kau pulang.

Ini yang aneh. Aku merasakan kesedihan ketika harus berkendara sendirian di kota ini setelah dua hari ada kamu yang selalu menyertai. Merasa sesak karna harus kembali berbincang sendiri dengan kepalaku. Merasa harus melogikan perasaan, bahwa ini hanya perjalanan biasa bersama seorang teman lama. Masih belum ingin menyimpan nomormu, karna aku tau, ini tak lebih dari perjalanan singkat yang biasa. Aku, berusaha baik-baik saja walaupun tiba-tiba dipeluk oleh rasa kesepian yang sementara. 

Tapi hey, ternyata kamu melanjutkan segalanya, dan darisanalah akhirnya segala cerita aneh dimulai. 

Dan sampai sinilah akhir ceritaku soal dua hari kita. Hal-hal membahagiakan yang takut aku lupakan sehingga merasa perlu untuk dituliskan. Semoga kamu disana, baik-baik dan sehat-sehat saja. Sampai ketemu entah dipersimpangan kehidupan yang mana.

P.s: ada banyak yang ingin aku pesankan, tapi semoga kamu bahagia. Selalu bahagia. Semoga kamu dihadiahi petulangan yang lebih membahagiakan daripada dua hari kita yang aku abadikan :))
Aku bersyukur masih ada rumah yang menerima segala kekurangan, kegagalan, ketidaksempurnaan, yang bahkan seringkali aku sulit untuk terima. Aku bersyukur untuk mereka yang doanya selalu mengisi hati yang terkadang sulit tercukupi. Aku bersyukur masih memiliki hal-hal yang dalam kesederhanaannya masih bisa membuatku merasa sangat bahagia. Aku bersyukur masih bisa memeluk rumahku sendiri.
Mungkin aku akan melupakanmu. Mungkin. Tapi hai laki-laki yang membingkai senja, terimakasih karna telah datang dua kali, walaupun untuk sama-sama kemudian pergi. 

Hai kamu yang kali terakhir datang. Aku tak mengerti benar apakah ini sayang, tapi kamu adalah sesuatu yang kemudian aku rasa harus aku kenang. Tapi mari aku panggil kamu sayang. Panggilan yang kemarin terasa dekat dan akan menjauh, sampai kita sama-sama lupa. Bahwa ini pernah terjadi, kita pernah sedekat itu, kau pernah sangat perhatian kepadaku. 

Aku mulai mendoakanmu, dan itu adalah satu tanda keberdayaan di tengah kehilangan. Tetap menjagamu seperti yang biasanya aku lakukan. Mungkin semesta hanya ingin mengajarkan, bahwa doa adalah seutama-utamanya penjagaan yang bisa kita minta. 

Sudah, tulisanku kacau. Aku memang belum baik-baik saja. Tapi tak apa, aku akan selalu tak apa. Hai kamu, baik-baik disana ya. Sehat-sehatlah, agar terus dapat berkelana kemanapun yang kau suka. Memeluk kearifan dan kesederhanaan manusia. Kembali membingkai senja, yang sama indahnya.

P.s: akan ku usahakan ngelab sendiri walau tanpa telfonmu.
P.s.s: terimakasih karna telah menjadi pembalasan dendamku yang paling memuaskan, dua kali. Kamu daebak pokoknya hahaha
Beberapa orang punya selera humor yang aneh. Komedi mereka hadir dengan diselimuti getir, sarkasme, dan kontradiksi pada suatu cerita yang dibuat sendiri. Alurnya dimulai dengan mereka yang datang dan tampak berbeda dari beberapa yang mendahuluinya. Mereka berusaha ada dan membuktikan keniscayaan bahwa tidak semua yang kemudian datang adalah sama brengseknya. Tidak semuanya membawa omong kosong. Tidak semuanya hanya main-main lalu riuh kemudian pergi. Lalu ketika sulit untuk percaya, mereka menggunakan pembiasaan pada keberadaan. Cukup ada dan membersamai, cukup hidup dan mendengarkan setiap hari, minggu, bahkan bulan. 

Lalu mereka mulai menciptakan plot twist dalam suatu cerita. Mereka pergi setelah akhirnya kita terbiasa dengan keberadaan. Kebiasaan yang tidak dibayar murah, melainkan dengan usaha demi usaha untuk menyembuhkan luka, menumbuhkan percaya. Kebiasaan yang akhirnya mengantarkan pada suatu konklusi, "kini kau akan percaya lagi, dan segala sakit karenanya yang mungkin ada akan kita ikhlaskan untuk terjadi, karna kebahagiaan sebelum itu mampu membayar segalanya secara impas di muka".

Lalu plot twist yang terakhir. Karna ini adalah komedi sederhana yang dibangun juga dengan ironi, tak lupa mereka menyelipkan sedikit tambahan setelah semua akhirnya selesai. Berkata bahwa rasanya adalah suatu kesalahan telah mempermainkan seorang manusia yang baik. Ini tidak seharusnya terjadi. Ada rasa tidak enak yang kemudian membebankan. Tapi hey, ini sudah terjadi, jadi aku hanya bisa berharap semoga ia bisa memaafkan. Lucu tidak? Sejak kapan menyakiti manusia yang sudah baik adalah suatu kebenaran? Ketika sudah tau akan seperti ini, memangnya pilihan memulai ada di tangan siapa? Tetanggamu?. Lalu sejak kapan memaafkan jadi sesuatu yang sederhana perkataanmu?.

Lalu aku tiba pada suatu penyadaran yang lain. Ada bahagia memang ketika kamu percaya. Ada bahagia ketika tak perlu bertanya apakah yang ada di depan mata merupakan suatu kebohongan, atau hanya bentuk lain dari kekeliruan yang tidak disadari di awal hari. Itu memang benar, dan tidak seharusnya diragukan. Lalu aku sadar, mungkin kesalahan memang bukan berada pada mereka, atau pada gagasan membahagiakan tentang percaya. Tapi mungkin memang ini sederhana tentang mahalnya percaya. Bahwa tak seharusnya ia diberikan cuma-cuma lalu jadi sia-sia. Mungkin memang percaya adalah suatu hal yang harus dimaknai dengan rumit, agar jika memang suatu hari ia membawa kesedihan bertubi-tubi, kesedihan itu adalah satu yang memang patut untuk dialami. Bukan karna akibat korban dari suatu cerita komedi.

Mau kuberi tau sesuatu tidak?. Jangan jadi fakir bahagia. Sumber kebahagiaan tak hanya dengan menjadi seseorang yang mudah percaya dan pandai menerima. Karna tak semua orang punya selera humor yang sama. Kebanyakan justru hadir dengan cerita komedi yang sepenuhnya tidak dapat dipercayai.

Sekian.
p.s: selamat menertawakan hal-hal menyedihkan yang telah terjadi.
Untuk kamu yang sedang bersedih.

Ini adalah surat dari bagian dirimu yang sudah tidak terlalu sedih, walaupun tidak juga terlalu bahagia. Hanya saja, kini, sudah dapat berpikir sedikit lebih jernih dari biasanya.

Untuk kamu yang sedang kacau-kacaunya.

Saat aku menulis ini, masalahmu bukannya sudah terselesaikan. Ia masih setia pada kondisi tak-kunjung-teruraikan dan masih-sama-membingungkan. Namun, kini, akhirnya ada kelapanagan dan sedikit keberanian kalau aku tak salah mengartikan. Tapi dirimu kini, akhirnya punya temu dengan kedamaian dan penerimaan, bahwa tak semua hal harus berjalan sesuai rencana yang telah kau rancang sebaik-baiknya pada hari-hari yang lebih optimis daripada biasanya.

Untuk kamu yang kini kembali meragukan diri sendiri.

Aku mengerti betapa sulitnya percaya ketika tampaknya sebab terbesar dari segala kegagalan adalah tanganmu, pikiranmu, ataupun hatimu. Aku amat mengerti bagaimana sulitnya memaafkan diri sendiri. Aku amat mengerti karna kau dan aku adalah satu yang sama-sama mahir dalam menghukum diri, menyalahkan diri. Kita sama-sama senang menghancurkan segala dinding, membenamkan segala bagian, penting maupun tidak penting, positif maupun negatif, bersalah atau bahkan yang sebenarnya tidak bersalah. Kita pada akhirnya adalah seseorang yang kemudian dihancur leburkan oleh sejarah yang kita bawa kemanapun kita pergi.

Ketidakpuasan yang akhirnya membuatmu menghukum agaknya terasa menyenangkan ya?

Untuk ini, mari aku beri tahu. Aku kini pun tak tau harus berkata apa soal memaafkan diri, karna aku sering kali masih saja harus bertemu dengannya setiap malam setelah satu hari melelahkan. Namun kini, coba aku jelaskan sesuatu. Kalau bukan kamu yang memaafkan diri sendiri lalu siapa yang akan bersedia memaafkannya?. Bukankah ia sudah menempuh perjalanan yang tak bisa dibilang singkat untuk sampai pada tahap ini?. Bukankah kamu adalah seseorang yang pernah berkata bahwa proses adalah segalanya, lalu mengapa kini hanya bergantung pada hasil yang bisa jadi bukan sepenuhnya salah kita?. Bukankah tidak adil ketika banyak sekali manusia yang telah datang dan pergi yang kamu tau lebih jahat daripada ini? Bukankah kamu sudah memaafkan mereka dengan lapang hati bahkan sering kali tanpa diminta?. 

Lalu kenapa tak ada maaf untuk diri yang sudah luka-luka berjuang untuk mencapai apa yang kita inginkan?.

Semoga kamu mengerti, bahwa mungkin saja bukanlah kesalahan dalam apa yang kamu lakukan yang jadi penyebab dari segala kegagalan. Mungkin saja bahwa ini sederhana belum masanya untuk kamu bahagia atas pencapaian yang akhirnya jadi nyata. Mungkin saja ada rencana yang lebih besar daripada yang sekedar kamu inginkan. Bukankah Ia adalah sebaik-baiknya yang memperhitungkan dan yang paling adil daripada semua yang ada di jagat raya ini?


 "Allah berfirman: Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (27:9)


p.s : kuatlah diriku. aku tau, kamu bisa. cukup percaya aku.




Karna Ia selalu memberikan yang kita butuhkan, bukan inginkan.

Menurut ku, keberuntungan dapat sederhana terejawantahkan pada seseorang yang keinginannya ternyata adalah kebutuhannya. Ia tak perlu menenggak kecewa karna adanya salah kira. Tak perlu lelah karna mengejar sesuatu yang salah. Tak perlu dirundung pilu ketika inginnya hanya jadi cerita kelu. Tapi kemudian menurutku, ada seseorang yang lebih beruntung daripada itu. Ia yang selalu dapat tau segala keberuntungannya ada setiap waktu. Pada hal-hal yang dikira orang bencana, hal-hal yang mereka tau seharusnya menjadi sumber dari segala kesedihan. Ia yang tepat tau bahwa akan selalu ada alasan pada setiap kejadian, bahwa tak ada yang sia-sia ataupun terjadi secara kebetulan. Semuanya punya runtutan yang akhirnya mengarah kepada keberuntungan yang baru. Sederhananya aku tau, keberuntungan juga dapat diejawantahkan dalam setiap kerumitan seseorang yang memiliki syukur tiada henti kepada Illahi. 

Sehingga, ketika semesta tak dapat menghadiahiku keberuntungan yang pertama, setidaknya, aku dapat membiasakan diri menjadi yang kedua. Menjadi keberuntungan itu sendiri.

Photo credit: taken by Elinnah. Seorang gadis berumur 21 yang sederhana menjadi keberuntungan untuk teman-teman disekitarnya, dan memaafkan dita yang seringkali jadi menyebalkan. Ha :v.

Bapak menyusuri jahitan di celana jeans biruku yang baru ia lihat. 
"ini bekas jatuh kemarin ta?"
"hehe iya pak" kataku dengan santainya
"sampe kayak gini, pasti sakit banget ya kamu"
Deg. Saat itu aku menyadari sesuatu dari sinaran mata bapak yang tiba-tiba meredup. Ia berkata seperti merasakannya sendiri, seolah ia yang kala itu terjatuh dari atas motor malam-malam di jalanan banjarnegara, dan bukan anak gadisnya satu-satunya. Saat itu aku semakin percaya, bahwa ada orang-orang yang selalu lebih sakit ketika kita tersakiti. Selalu lebih sedih ketika kita kecewa. Dan selalu lebih khawatir ketika kondisi kita sedang dalam bahaya. Saat itu aku menyadari sesuatu, bahwa apapun yang terjadi, sepertinya memang aku harus selalu bahagia, atau setidaknya mencoba terlihat bahagia dan baik-baik saja. Setidaknya jika memang sulit untuk kuat demi diri sendiri, aku harus selalu ingat untuk berusaha melakukannya sekali lagi untuk mereka yang kebahagiannya tergantung bagaimana aku. Mereka yang menyayangiku sampai sebegitunya. Cinta dan sayang yang tak akan pernah masuk akal.

"nggak kok, biasa aja pak rasanya, kayak jatuh2 yang lainnya hehe" 
Tolong ajari aku sangat perlahan, mengeja rasa ketika kembali ada yang memperhatikan. Karna aku sudah terlalu lama dalam nyaman menjadi sesuatu yang dilupakan atau dikesampingkan.
Ada riuh yang baru. Tentang tanya yang satu-satu berdesakan dalam otakku. Sesederhana ide tentang akan jadi apa aku ketika kamu akhirnya datang tepat waktu. Apakah akan ku terima dengan senangnya sampai melayang kelangit kesekian?. Apakah ragu karna akhirnya hatiku bisa berjalan dengan mengeja rasa serupa "terlengkapi sempurna" setelah berkali-kali dihancurkan jadi serpihan?. Ataukah akan bersedih saat kusadari hidupku bukan sepenuhnya digenggaman jemari sendiri?. 

Mungkin kita tergesa jika langsung menuju ke sesuatu yang serupa itu. Tapi kalau memang begitu, bolehkah aku menitipkan beberapa pesan?. Tolong ajari aku untuk menjadikan kehadiranmu sebagai candu. Pun bagaimana rasanya meringkuk dengan nyaman dan aman diantara kedua lenganmu. Lalu yang paling penting, Caranya kembali mencintaimu dengan sempurna mengerti, bahwa kamu, selamanya tak akan jadi milikku, walaupun wajahmu adalah yang pertama kulihat setiap pagi. Sederhananya, ajari aku untuk tidak tenggelam dalam perasaan ini. Menjadi diriku yang tetap aku, hanya saja kini tak lagi berjalan sendiri. 

Diriku yang tetap mencintai hidupnya. Diriku yang tetap bersyukur tanpa henti atas segala yang ada di sisi. Semua yang datang dan akhirnya akan pergi.
One thing I'll never regret is choosing friends over lovers. Karna saya selalu percaya, yang terbaik akan tetap bersama tanpa harus mengorbankan siapa-siapa, walaupun entah kapan akhirnya. Sampai saat itu terjadi, teman adalah salah satu berkah yang tak pernah saya sudahi rasa syukurnya kepada semesta. 

Ini teruntuk siapapun yang merasa pernah saya bagi segala hal tentang jokes receh saya.

Terimakasih karna telah bersedia mendengarkan segala cerita saya walaupun terkadang membosankan, berbelit, dan tak tentu arah. Terimakasih karna selalu ada ketika sedang sulit, ketika sakit, ketika saya mulai mengunci diri ketika kondisi semakin rumit. Terimakasih karna telah ikut tertawa pada setiap hal-hal sederhana. Terimakasih karna telah bersedia jadi teman yang membahagiakan. 

Karna saya selalu percaya, tak ada yang namanya mantan teman. Yang ada hanyalah kita yang saling menjauh karna sesuatu, tapi hati tetap tau, bahwa sampai kapanpun, kalian akan selalu jadi temanku. Hehe hehe. 

Kalian semua sederhana membahagiakan, dan saya tak pernah menyesal akan tawa dari setiap kebodohan. Babaay hehe.
Now you came to a point that talk your problem wont solve anything. Attention that given by anyone most of times are temporary. Cone exactly when you ask some, while you know, something given by asking sometimes doesn't come from true affection.

Now you came to a point, it is vain to share your insecurities, because in the end, they don't care. They were pretending.

Now you came to a point, the only thing that you want is something God gives, either affection, bravery. The only thing that matter is God answers all of your prayers and questions. And everything beside that become unworthy.
Malam ini, tepat jam 12.30 dini hari. Ketika baru pulang dari perjalanan seharian, ketika baru sampai di depan gerbang kosan, tiba-tiba cucu laki2 bapak kosku dan seorang sepupunya sedang berjalan dengan muka yang cemas. Aku bertanya saja, apa tujuan mereka sudah semalam ini masih diluar dengan membawa kunci. Dan jawaban mereka ternyata sesederhana "mau beli es teh". Iya, aku tau, sebenarnya mereka todak sebegitu hausnya. Mereka hanya dimakan rasa adrenalin yang baru mereka kenal karna berbuat sesuatu yang diluar aturan. Nagih ya dek? Hehe. Lalu kutemani saja mereka berdua, dan kemudian mereka dengan santainya berkata "tadinya mau keluar lewat jendela mba". Buset dah, kriminal. Tapi tetap, aku temani kenakalan mereka. Aku fasilitasi karna kamu tau bagaimana bahayanya. 

Dan kenapa aku seperhatian itu?. 
Pertama, realistis, bahaya untuk mereka kalau sendirian ditengah malam, kemana mana hanya untuk "beli" es teh. Kedua, ya mana tega ya ngebiarin sendirian, walaupun aku hafal betul bagaimana nakalnua mereka setiap hari, dengan segala teriakan, tangisan, dan hal2 caper lainnya. Ketiga, aku teringat, aku masih punya adik kecil laki2 yang belum sempat aku timang dan jaga, sehingga, menjaga mereka setdaknya dapat membuatku dekat dengannya. Seperti memeluk tapi dengan perantara berbeda. Biasanya dengan doa, saat ini, dengan kebaikan2 yang sama. Dek, semoga kamu disana dijaga dengan benar, dan selalu ada yang menemani dengan sabar. 

Aku akan senang membersamai kenakalanmu yang belum sempat terjadi. Aku akan jadi kakak paling besar dan pengertian, walaupun sering kali melarang. Aku rindu, jangan bosan ya mendengar kata-kata itu :).
Mungkin ini mengapa kata-kata "sesudah kesulitan pasti ada kemudahan" diulang dua kali dalam kitab suci. Karna ketika sedang sulit, rasanya untuk percaya akan ada kemudahan setelahnya adalah sesuatu yang mendekati kemustahilan. Maka diulanglah dua kali, agar yakin dan percaya.

Aku saat ini, tak ingin apa-apa. Aku hanya ingin percaya hal-hal yang memang langit sudah tegaskan sampai sebegitunya. Aku, hanya ingin percaya. Sangat ingin percaya
Jika rindu, aku akan sederhana mencarimu pada hal-hal yang biru. 

Jika dia bertanya, jelaskanlah tentang malam itu. Ketika yang ada hanya aku, kamu, dan segala keheningan tentang garis mundur waktu.

Jika kamu yang rindu?. Barangkali, itu hanya angin lalu. 

Harapanku, yang kemudian jadi lelucon karna dinyatakan oleh semesta. Tepat ketika aku sudah tak lagi ada disana, mencari hal-hal yang berwarna sama dengan rindumu, kini. Rinduku, Dahulu.
Aku mencarimu di sela-sela jariku. Kalau saja suatu hari akan terlengkapi, dengan milikmu. 

Aku mencarimu di senja yang biru. Kalau saja kau datang lagi dengan segenap hati.

Aku mencarimu di gerimis hari kamis. Kalau saja kau ingat, bahwa ada hangat yang dulu selalu lekat.

Aku mencarimu di garis lini waktu. Kalau saja ada hal-hal yang kini kau sesalkan karna tak sempat kau katakan dulu.

Semoga kamu baik-baik saja. Semoga kali ini kau akhirnya berhenti mencari
Aku tau.
Rindu ini menggebu.
Lalu kubiarkan dia jadi abu,
daripada jadi milikmu.
Karena kamu adalah sesuatu yang bukan kepunyaanku.

Sebelum pundakmu terlalu jauh digapai lengan. Sebelum telingamu tak dapat lagi kubisikkan. Sebelum kita akhirnya berpisahan. 

Hai kamu. Ini adalah surat perpisahan. Jika kau tau, ini adalah kesekian kalinya aku menyadur rindu. Berpelukan dengan lengan sendiri berharap itu adalah hangatmu yang sampai ke sisi. Tapi semuanya tak apa, ini adalah pilihan paling dewasa yang pernah dibuat oleh seorang gadis yang masih belajar bagaimana menyikapi rasa. Sejauh ini, walaupun tidak membahagiakan, tapi menyimpanmu hanya sebatas tulisan adalah hal yang tak pernah aku sesalkan.

Hai kamu. Aku tak tau, bagian mana yang akan aku abadikan kali ini. Aku takut kamu membaca dan menyadari. Aku takut kau akhirnya beranjak pergi. Aku takut kau akan merasa dikhianati. Tapi mari, aku beri tahu hal-hal yang kemudian aku ingat soal kamu. Agar suatu hari bisa aku baca lagi, ditengah malam yang kesepian, menciptakanmu walaupun dalam bentuk angan.

Yang pertama adalah, perjalanan. Satu yang paling kuingat soal perjalanan adalah bagaimana kau tertawa. Bagaimana semua kebodohan menjadi hal yang sangat lucu sampai sejadi-jadinya. Bagaimana tawamu kemudian jadi hal-hal yang hanya milik kita saat itu. Bagaimana aku merasa memilikimu walaupun hanya sekejap waktu. Walaupun hanya perjalanan, tapi kita kala itu adalah apa yang selalu aku semogakan agar tak jadi berkesudahan.

Lalu ada soal berbicara. Sejauh ini, kau selalu jadi yang paling mengerti tanpa harus banyak kata. Menjadi seseorang yang selalu menghargai walaupun tanpa diminta. Menjadi sesuatu yang aku tahan berdiskusi lama-lama. Satu yang paling aku suka, adalah bagaimana kau menjadi tempat untuk segala pikiran omong kosong, tanpa perlu takut dianggap bodoh. Tanpa takut dianggap tak penting, dianggap remeh karna berbicara tentang bintang dan banyak ide lainnya soal dunia. Tak ada ragu bahwa kau akan menganggap omonganku adalah angin lalu. Bagaimana aku menemukan laki-laki yang seperti itu?.

Dan satu lagi, soal menjadi dewasa. Yang terakhir adalah bukan milikmu. Ini adalah bagaimana aku menjadi aku karena kamu. Satu lagi yang aku suka dan ingin kuingat ketika membawamu kembali di lini waktu berbeda. Menyayangi kamu sampai sebegininya tapi tetap harus jadi dewasa. Bertemu kamu mengajarkanku sesuatu, menjadi lebih bijak dalam mengeja rasa. Aku kini adalah bukan gadis yang sering kali tergesa-gesa. Aku banyak diamnya. Aku banyak berdoanya. Aku banyak memendam rasa karna tau ini tak akan jadi nyata. Aku berhenti berharap bahwa kamu akan berbalik dan terbuka segala rahasia. Karna aku pasrah saja ketika tersakiti. Lagi-lagi, ini pilihanku untuk selalu menemanimu, dalam bentuk apapun itu.

Karna kita hanya tinggal menghitung waktu. Lalu kita akan mulai lagi dengan biasa seperti dulu. 
Ada perhatian yang ditahan agar kita tak jadi kepingan. Ada rasa yang disembunyikan agar tak ada perpisahan. Ada aku yang harus membohongi diri sendiri karna tau bahwa kita amat mengerti bagaimana masing-masing diri. Ketika aku percaya bahwa aku tak ada rasa, maka kau pun akan sama. Tapi ternyata, tak bisa. Namun aku, akan selalu cukup dengan ini. Doaku, selalu milikmu. Tepat ketika aku tau, bahwa pelukku tak akan pernah sampai tepat waktu. Karna hanya lewat doa, rasaku bisa bebas berbicara, tanpa perlu kamu tau, tanpa perlu aku melihatmu pergi menjauhi.

Semoga malam ini, kau diberikan kelegaan atas segala beban yang memenuhi pikiran. Aku akan selalu ada, seperti biasanya. 
Bagaimana rasanya pikiranmu dipenuhi aku?. Kau menulis seperti aku. Membaca seperti aku. Bercerita seperti aku. 

Bagaimana rasanya aku hidup lagi di pikiranmu?. Melalui foto yang ada di hpmu. Melalui gambar-gambar tentang masa lalu. Tentang kita yang kini jauh dari nyata. 

Bagaimana rasanya akhirnya dihantui lagi? Untuk yang kesekian kali. Setelah beberapa tawa yang ada karna dia, yang akhirnya menjadi sesuatu yang jadi ganti. Setelah kamu sadar bahwa aku ada dalam setiap kau mengambil jeda. Dalam setiap helaan nafas diakhir kata. Dalam setiap pilihan-pilihan jalanmu pulang ke rumah. Karna aku ternyata begitu lekat. Begitu dekat sampai rasanya sesak. 

Saranku? Nikmatilah seluruhnya kejatuhan yang kau pilih sendiri dengan bodohnya. Aku jadi hantumu yang kau simpan dalam diam, dekap dengan erat karna tak rela jika hilang walau sekejap. Saranku untuknya? Berbahagialah setelah banyak hal yang kini telah jadi reruntuhan di kakimu. Selamat kesepian, tepat di saat kamu punya sesuatu yang akhirnya bisa kau sebut "milikmu". Saat-saat ketika kau tau, banyak hal yang dikorbankan, hanya untuk suatu langkah yang tergesa-gesa dan diluar nalar. Selamat menerima segala kekalahan yang kalian ciptakan sejak kali pertama. Selamat jadi korban syair lagu kesukaan ibuku, "karna cinta tak kenal dengan logika".
Tusuk saja dalam-dalam. Aku akan tetap berjalan, berlalu, sembari tertawa. Tak perlu jua kau mengais tanah, menenggak rasa bersalah, merasa menjadi laki-laki paling brengsek sejagat raya, hanya karna hal remeh bernama, cinta. Semuanya tak perlu, karna matiku, bukan di depanmu. Pun tak ada hati yang harus kau kubur, karna mencintaimu sepenuhnya urusanku.
Gadis itu tau sesuatu selama singgahnya ia di kereta. Itu perjalanan biasa, hanya ia yang sendiri, dengan luasnya langit di jendela. Perjalanan yang ia sudah hafal dan membosankan, tapi kali ini kepalanya dipenuhi oleh pikiran-pikiran. Sekembalinya ia, ada hubungan yang harus ia sudahi. Ia berpikir benar tentang apa yang mereka miliki selama ini. Malam-malam panjang di rumah sakit ketika gastritis akutnya kambuh. Pagi hari dengan sarapan yang penuh tawa. Siang dengan pertemuan tiada henti. Ah, lalu ia sampai pada senja dan gerimis yang kemudian menghanpiri, menghantui, memberatkan hati. Tapi tidak, ini sudah bulat, apapun yang terjadi selama setengah tahun ini, tetap harus disudahi.

Lalu sampailah ia di stasiun kota kecil. Stasiun tua itu sudah tak lagi sama seperti dulu. Catnya kini tak lagi kusam dan penuh noda. Gerbangnya makin kokoh, dengan dinding yang kini sudah dipelitur indah. Ruang tunggunya dipenuhi oleh kursi-kursi berwarna cerah dengan televisi layar datar. Loket pelayanan telah diperbanyak dengan beberapa mesin otomatis yang masih terlihat asing. Stasiun kecil ini sudah tak lagi mungil. Mungkin pemerintah akhirnya berhenti mengacuhkan hal-hal dipinggiran. Mungkin mereka tau, seberapa kecilnya sesuatu, keberadaannya tetap penting untuk beberapa denyut, dan akhirnya menjaganya, memperbaikinya. Tidak seperti aku, pikirnya, yang akan berhenti menjaga dan memperbaiki, sesuatu yang ada di hati, ini hal kecil pikirnya. Ia punya hal-hal besar lain yang harus dipikirkan, karirnya, mimpinya, orang tuanya. Walaupun ia mengerti, ini adalah sesuatu yang telah menopang setengah dari denyut nadinya selama ini. Adi.

Adi mungkin hanya lelaki biasa. Tingginya melebihi Dia, gadis yang duduk di kereta. Matanya teguh dengan tatapan yang tajam. Kau tak bisa bernegosiasi dengan kemantapan seperti itu. Salah satu alasan Dia kemudian menaruh sedikit perhatian kepada makhluk Tuhan yang selama ini ia hindari, laki-laki. Dia bisa mengurus semuanya, Dia tau apa yang ia butuhkan, apa yang ia inginkan, dan laki-laki dengan segala permasalahannya tidak berada di dua kategori manapun. Tapi kali pertama Adi menyapanya, ia tau, cerita ini tak akan jadi biasa.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ini fiktif. For the first time in forever akhirnya gue buat cerita fiktif, cerpen for short. Masih ragu-ragu sih sebenernya mau diterusin apa nggak hahaha. But just pray for the best. Lets see the rest. And bye! semoga tidak berakhir seperti cerpen cerpen gue yang lain yang tidak selesai hahaha

Cerita ini tentang komedi putar di senja hari yang sendu. Ia menjulang di tengah pasar malam yang sedang ribut-ribut disiapkan. Beberapa lampu kelap-kelip sedang perlahan berpendar. Sinarnya pecah ditengah kabut senja hari yang mulai turun menyelimuti. Kalau kamu berjalan sedikit melewati, akan terlihat beberapa laki-laki menjelang dewasa, berjalan terburu-buru entah mengangkat besi atau kayu. Sesekali mereka bercanda, tertawa, dengan handuk lusuh disampirkan di pundak. Sore itu komedi putar belum berputar, bahkan anak-anak belum berlari mengelilingi seperti pada pasar-pasar malam yang lainnya, tapi kebahagiaan sudah tampak pada beberapa tawa.

Dan saat itu dari jauh kita mengamati dan berhenti. Di tengah pencarian kita mengambil jeda untuk menikmati komedi putar di senja hari pasca hujan. Indahnya ingin kuabadikan yang lalu kau bilang jangan. Kita sama-sana tau alasan klasik yang kau punya dan tak perlu lagi penjelasan. Kita sadar, kita sudah sama-sama mengerti.

Komedi putar itu belum berputar tapi ternyata kebahagiaan sudah ada dimana-mana. Disana. Dan dihati kita kala senja. Begitu definisi bahagia masih sangat sederhana.
Iya, namamu Tita. Tidak, aku tidak mengganti namamu yang sederhana, kamu masih Tita kecil yang sama. Apa kabar? Lama tak jumpa, lama tak bersua, lama tak mengagumimu berlama-lama. Masihkah kini kau jadi Tita yang sama indahnya?. Masihkah kau dijaga dan dirawat dengan sabarnya? Masihkah kau jadi Tita yang dikhawatirkan oleh empu barunya?.

Pagi ini, selepas renang yang sendiri, aku mulai berpikir sesuatu. Pikiran yang membuatku cemas dengan hati yang tidak tentu. Tita, aku baru sadar, pikiranku mulai perlahan mengambil langkah melupakanmu. Menjauh darimu. Mengaburkan segala gambar tentangmu. Menguburkan bayang-bayang ketika kau akhirnya besar. Menjadi Tita yang semakin berwarna dan kelihatan bahagia berbinar. Aku tau, ini bukan mauku, untuk itu, kini aku berusaha menuliskanmu. Mengabadikanmu. 

Hai Tita. Kala itu, umurmu hanya beberapa hari dibawah asuhanku. Sempat ragu kau akan bertahan dengan segala perpindahan. Sempat takut bungamu akan berguguran. Sempat tak mau memindahkanmu ke berbeda tangan. Tapi Tita, kamu adalah bagian dari janji yang harus dituntaskan. Maka jadilah kini kamu berada dibawah atap yang lain dengan segala keikhlasan. Aku tak tau keadaanmu kini, tapi semoga kamu bertahan dengan segala keadaan. 

Hai Tita, aku ingin mengenang beberapa hal sebelum mengikhlaskan otakku untuk lupa. Tapi sama seperti cerita yang lain, aku tak punya cukup memori untuk mengenangmu dengan indahnya. Aku tak pernah ada ketika kau sedang berguguran sebelum berbunga. Pun bukan kekhawatiranku yang mengiringi penantianmu menuju kesana. Tapi Tita, mungkin ada beberapa pesan sebelum kita sampai pada kata 'akhirnya'.

Sempat ada sesal tak mengurusmu lebih lama. Tapi semoga kini kau baik-baik saja. Semoga kau akan selalu jadi indah dengan sederhana. Semoga kau tak menyerah dengan segala cuaca. Semoga kau selalu jadi Tita kecil yang bahagia. Untuk Tita, ketika memang sampai akhirnya maka tak apa, gugurlah ke tanah. Leburlah jadi sesuatu yang merupakan dahulumu. Gugurlah untuk baik yang lebih besar. Gugurlah walau sakit, walau tak lagi ada indah setelah ini. Gugurlah kalau memang tubuhmu tak lagi dapat bertahan dan menanti. Gugurlah jika memang waktunya. Karna aku mengerti, semua cerita punya masa gugurnya, dan tak pernah ada yang selamanya. 

Hai Tita, sampai saat itu berusahalah untuk tetap jadi indah. Jadilah ia yang bertahan dengan keikhlasan, bukan keterpaksaan. Hiduplah dengan indah lalu gugurlah dengan ikhlas yang mengiringi pasrah.



Dan biarkan Allah yang simpan segala doa, segala mimpi, segala harapan-harapan tentang masa depan. Biarkan hanya Allah yang simpan segala tangis, segala rindu, segala patah yang kemudian menyusahkan. Biarkan Allah yang simpan karna Ia adalah sebaik-baiknya penyimpan keluh dan kesah. Sebaik-baiknya yang tau akan segala sesuatu. Sebaik-baiknya perencana yang tak pernah keliru. Sebaik-baiknya penjaga hati manusia, sehingga tidak ada jatuh yang terlalu, tidak ada bahagia yang diwarnai ragu. Sabar saja, jalani saja, ini masih bukan apa-apa. Karna Allah yang simpan dan Ia adalah sebaik-baiknya pengabul doa dan penyembuh luka. Karna Ia adalah sebaik-baiknya yang kamu punya.

You're Gonna Leave Forever in Me - John Mayer
A great big bang and dinosaurs
Fiery raining meteors
It all ends unfortunately

But you're gonna live forever in me
I'll guarantee, just wait and see

Parts of meA great big bang and dinosaurs
Fiery raining meteors
It all ends unfortunately

But you're gonna live forever in me
I'll guarantee, just wait and see

Parts of me were made by you
And planets keep their distance too
The moon's got a grip on the sea

And you're gonna live forever in me
I guarantee, it's your destiny

Life is full of sweet mistakes
And love's an honest one to make
Time leaves no fruit on the tree

But you're gonna live forever in me
I guarantee, it's just meant to be

And when the pastor asks the pews
For reasons he can't marry you
I'll keep my word and my seat

But you're gonna live forever in me
I'll guarantee, just wait and see
 were made by you
And planets keep their distance too
The moon's got a grip on the sea

And you're gonna live forever in me
I guarantee, it's your destiny

Life is full of sweet mistakes
And love's an honest one to make
Time leaves no fruit on the tree

But you're gonna live forever in me
I guarantee, it's just meant to be

And when the pastor asks the pews
For reasons he can't marry you
I'll keep my word and my seat

But you're gonna live forever in me
I'll guarantee, just wait and see

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Panjang Umur Wanita
  • replacement
  • susu jahe hangat
  • mei

Categories

  • Reviews
  • Stories
  • Unsend Letters

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2021 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (3)
  • ►  2020 (46)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (28)
    • ►  Desember (11)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (21)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ▼  2017 (62)
    • ▼  November (1)
      • And it suddenly hit me. Just like that. Alasan me...
    • ►  September (6)
      • all too well
      • kun fayakun
      • Yang kamu tidak tau, bayangannya mati berkali-kal...
      • laut
      • backpack tosca lusuh
      • sebentar lagi
    • ►  Agustus (2)
      • Doa setelah nasi gila
      • kamu, gimana?
    • ►  Juli (2)
      • untuk mas
      • pagi dan sendiri
    • ►  Juni (5)
      • semoga
      • cela
      • Lagi
      • sebenarnya jawabannya iya
      • pasrah.
    • ►  Mei (7)
      • daun dan hujan
      • semoga, kamu juga
      • orang-orang yang rindu
      • soal harapan
      • Vain
      • jangan
      • ya.
    • ►  April (9)
      • soal ada
      • Trust
      • Petir
      • please, have a sit with me.
      • Dua hari yang lupa dan tanpa luka
      • Rumah
      • 647
      • Cerita Komedi
      • Untuk aku
    • ►  Maret (2)
      • Keberuntungan
      • Soal sakit dan disayangi
    • ►  Februari (15)
      • Perlahan.
      • Kesekian kalinya, untukmu.
      • Best of the best.
      • Scribble
      • Adik laki-laki.
      • Mungkin ini mengapa kata-kata "sesudah kesulitan ...
      • Rindu yang Biru
      • Mencari
      • Kepunyaanku
      • Sebelum itu
      • Dua buah vitamin C
      • Kalah dengan hantu
      • Tusuk saja dalam-dalam. Aku akan tetap berjalan...
      • Adi
      • Komedi putar, senja, dan sendu.
    • ►  Januari (13)
      • Untuk Tita
      • 07.26
      • My Dear Mayer
  • ►  2016 (55)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (26)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (48)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2013 (52)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2012 (68)
    • ►  Desember (23)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (13)
    • ►  Desember (13)

Pengikut

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates