Untuk Tita

Iya, namamu Tita. Tidak, aku tidak mengganti namamu yang sederhana, kamu masih Tita kecil yang sama. Apa kabar? Lama tak jumpa, lama tak bersua, lama tak mengagumimu berlama-lama. Masihkah kini kau jadi Tita yang sama indahnya?. Masihkah kau dijaga dan dirawat dengan sabarnya? Masihkah kau jadi Tita yang dikhawatirkan oleh empu barunya?.

Pagi ini, selepas renang yang sendiri, aku mulai berpikir sesuatu. Pikiran yang membuatku cemas dengan hati yang tidak tentu. Tita, aku baru sadar, pikiranku mulai perlahan mengambil langkah melupakanmu. Menjauh darimu. Mengaburkan segala gambar tentangmu. Menguburkan bayang-bayang ketika kau akhirnya besar. Menjadi Tita yang semakin berwarna dan kelihatan bahagia berbinar. Aku tau, ini bukan mauku, untuk itu, kini aku berusaha menuliskanmu. Mengabadikanmu. 

Hai Tita. Kala itu, umurmu hanya beberapa hari dibawah asuhanku. Sempat ragu kau akan bertahan dengan segala perpindahan. Sempat takut bungamu akan berguguran. Sempat tak mau memindahkanmu ke berbeda tangan. Tapi Tita, kamu adalah bagian dari janji yang harus dituntaskan. Maka jadilah kini kamu berada dibawah atap yang lain dengan segala keikhlasan. Aku tak tau keadaanmu kini, tapi semoga kamu bertahan dengan segala keadaan. 

Hai Tita, aku ingin mengenang beberapa hal sebelum mengikhlaskan otakku untuk lupa. Tapi sama seperti cerita yang lain, aku tak punya cukup memori untuk mengenangmu dengan indahnya. Aku tak pernah ada ketika kau sedang berguguran sebelum berbunga. Pun bukan kekhawatiranku yang mengiringi penantianmu menuju kesana. Tapi Tita, mungkin ada beberapa pesan sebelum kita sampai pada kata 'akhirnya'.

Sempat ada sesal tak mengurusmu lebih lama. Tapi semoga kini kau baik-baik saja. Semoga kau akan selalu jadi indah dengan sederhana. Semoga kau tak menyerah dengan segala cuaca. Semoga kau selalu jadi Tita kecil yang bahagia. Untuk Tita, ketika memang sampai akhirnya maka tak apa, gugurlah ke tanah. Leburlah jadi sesuatu yang merupakan dahulumu. Gugurlah untuk baik yang lebih besar. Gugurlah walau sakit, walau tak lagi ada indah setelah ini. Gugurlah kalau memang tubuhmu tak lagi dapat bertahan dan menanti. Gugurlah jika memang waktunya. Karna aku mengerti, semua cerita punya masa gugurnya, dan tak pernah ada yang selamanya. 

Hai Tita, sampai saat itu berusahalah untuk tetap jadi indah. Jadilah ia yang bertahan dengan keikhlasan, bukan keterpaksaan. Hiduplah dengan indah lalu gugurlah dengan ikhlas yang mengiringi pasrah.



0 comments