Petir
Untuk semua petir yang berkilat. Harus ya kamu selalu datang tiba-tiba dan mengagetkan?. Harus ya kamu mencuri semua perhatian pada detik kamu datang?. Harus ya kamu memporakporandakan semua konsentrasi yang susah-susah aku kumpulkan?.
Untuk petir yang kemudian hilang, Tidak usahlah kau jawab semua pertanyaan, karna mereka sungguh tak perlu jawaban. Segala tanya yang aku ajukan sebenarnya adalah tuntutan, wujud dari segala kemarahan yang kemudian tak dapat aku sampaikan. Kau tau karna apa? Iya, karna kau terlalu cepat hilang untuk dimintai pertanggung jawaban.
Untuk petir yang masih tak mengerti. Saat ini kau mungkin bertanya dalam hati (jika kau masih punya hati). Apa salahku? Kenapa kau menyalahkan aku dengan segala hakikatku? Sifatku? Semua ilusi yang sebenarnya sudah orang lain tau. Iya, aku tau semua tanda tanya itu sudah berkumpul dalam benakmu. Tapi wahai petir, kamu tau sebenarnya kamu lebih dari mengerti, bahwa aku tak selamanya dapat mengerti segala kedatanganmu. Bisakah kau terima saja kali ini? untuk yang terakhir kali.
Untuk setiap petir yang sudah datang dan kemudian pergi. Terkejutkah kau jika aku bercerita, bahwa aku pernah menyukaimu dengan segala kedatangan yang tiba-tiba. Memberi kilatan warna pada dunia hitam putih yang sudah pasti membosankan. Iya, itu aku sebelum kau datang, yang ternyata bersama dengan badai yang meluluhlantahkan. Iya, mula-mula gerimis tipis menyenangkan. Lalu perlahan awan menggelap dan rintik semakin besar, semakin kelam, dan kemudian menyakitkan. Setiap tetesan air hujan menghujam kulitku yang terlalu perasa, membuatku sulit melihat karna tak terbiasa menerima badai di kelopak mata. Lalu aku perlahan tenggelam dalam suara gemuruh badai di atas atap gubuk tempat aku menumpang teduh setelah kuyup. Aku tak bisa berpikir apapun karna riuhnya menyesakkan hati dan perasaan. Logikaku undur diri dengan menyisakan satu pertanyaan, kamu dimana, petir?.
Kamu dimana setelah badai yang kau tinggalkan telah berhasil menghancurkan? Kamu dimana setelah matahari tertutupi awan gelap hanya agar kamu dapat tinggal? Kamu dimana setelah akhirnya aku dapat menerima segala hal tentang kamu yang seringkali orang lain tinggalkan?.
Dan ya, lagi-lagi segala pertanyaanku tak meminta jawaban. Segala tuntutan pun tak meminta perhatian. Aku kini hanya cukup tau, bahwa memang manusia seringkali harus menerima kesialan yang tidak dia inginkan. Aku kini hanyalah seorang pejalan kaki dengan cerita pernah tiba-tiba tersambar petir tapi tidak mati. Terimakasih atas tambahan prestasi pada gadis biasa dengan siang yang biasa. Aku kini semakin terbiasa dengan kondisi dihancurkan, ditinggalkan, tanpa permohonan maaf ataupun penjelasan. Dan tolong, jangan datang lagi kalau hanya untuk menyinggahi.
0 comments