Adi
Gadis itu tau sesuatu selama singgahnya ia di kereta. Itu perjalanan biasa, hanya ia yang sendiri, dengan luasnya langit di jendela. Perjalanan yang ia sudah hafal dan membosankan, tapi kali ini kepalanya dipenuhi oleh pikiran-pikiran. Sekembalinya ia, ada hubungan yang harus ia sudahi. Ia berpikir benar tentang apa yang mereka miliki selama ini. Malam-malam panjang di rumah sakit ketika gastritis akutnya kambuh. Pagi hari dengan sarapan yang penuh tawa. Siang dengan pertemuan tiada henti. Ah, lalu ia sampai pada senja dan gerimis yang kemudian menghanpiri, menghantui, memberatkan hati. Tapi tidak, ini sudah bulat, apapun yang terjadi selama setengah tahun ini, tetap harus disudahi.
Lalu sampailah ia di stasiun kota kecil. Stasiun tua itu sudah tak lagi sama seperti dulu. Catnya kini tak lagi kusam dan penuh noda. Gerbangnya makin kokoh, dengan dinding yang kini sudah dipelitur indah. Ruang tunggunya dipenuhi oleh kursi-kursi berwarna cerah dengan televisi layar datar. Loket pelayanan telah diperbanyak dengan beberapa mesin otomatis yang masih terlihat asing. Stasiun kecil ini sudah tak lagi mungil. Mungkin pemerintah akhirnya berhenti mengacuhkan hal-hal dipinggiran. Mungkin mereka tau, seberapa kecilnya sesuatu, keberadaannya tetap penting untuk beberapa denyut, dan akhirnya menjaganya, memperbaikinya. Tidak seperti aku, pikirnya, yang akan berhenti menjaga dan memperbaiki, sesuatu yang ada di hati, ini hal kecil pikirnya. Ia punya hal-hal besar lain yang harus dipikirkan, karirnya, mimpinya, orang tuanya. Walaupun ia mengerti, ini adalah sesuatu yang telah menopang setengah dari denyut nadinya selama ini. Adi.
Adi mungkin hanya lelaki biasa. Tingginya melebihi Dia, gadis yang duduk di kereta. Matanya teguh dengan tatapan yang tajam. Kau tak bisa bernegosiasi dengan kemantapan seperti itu. Salah satu alasan Dia kemudian menaruh sedikit perhatian kepada makhluk Tuhan yang selama ini ia hindari, laki-laki. Dia bisa mengurus semuanya, Dia tau apa yang ia butuhkan, apa yang ia inginkan, dan laki-laki dengan segala permasalahannya tidak berada di dua kategori manapun. Tapi kali pertama Adi menyapanya, ia tau, cerita ini tak akan jadi biasa.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ini fiktif. For the first time in forever akhirnya gue buat cerita fiktif, cerpen for short. Masih ragu-ragu sih sebenernya mau diterusin apa nggak hahaha. But just pray for the best. Lets see the rest. And bye! semoga tidak berakhir seperti cerpen cerpen gue yang lain yang tidak selesai hahaha
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ini fiktif. For the first time in forever akhirnya gue buat cerita fiktif, cerpen for short. Masih ragu-ragu sih sebenernya mau diterusin apa nggak hahaha. But just pray for the best. Lets see the rest. And bye! semoga tidak berakhir seperti cerpen cerpen gue yang lain yang tidak selesai hahaha
0 comments