Hellonjo!

Soal cerita melelahkan juga banyak hal - hal yang menyenangkan.


Terkadang, khawatirmu tak perlu sejelas itu. Beberapa rasa hanya dapat berdoa, tanpa perlu jadi kata, tanpa perlu jadi nyata. Kadang rindu pun tak perlu setajam itu. Beberapa peluk hanya dapat diraba dalam sapa, dengan hangatnya yang lewat tatapan mata. Seringkali jatuh cinta pun tak sebahagia itu, karena beberapa hal tak dapat dipaksa keberadaannya, dan kita tak boleh seegois itu kepada semesta. Pada akhirnya, kita hanyalah manusia yang tak mengerti apa apa soal dunia atau manusia lainnya, dengan segala rencana yang terbaik menurutNya. Jadi ya, nikmati saja karna semua bahagia ada gilirannya. Setidaknya, itu yang aku percaya. Hehe.
Mungkin suatu hari, akan tiba masanya kau dapat bertukar doa. Dengan seseorang yang sama khawatirnya ketika kau tak ada. Seseorang yang tidurnya tak lelap ketika amanmu masih berupa tanya. Seseorang yang terus saja berdoa, bahkan ketika kau tak tahu bahwa kau dicintai sampai sebegitunya. Bahwa ia ikhlas saja tak diketahui, karena dalam doa tak ada yang bernama. Dan tetap saja ia menggantungkan harapan-harapannya akan keselamatanmu di langit-langit paling tinggi milik semesta. Walaupun dengan begitu berarti ia telah siap jika suatu hari harus kecewa, karena perasaannya tak bersuara.

Seperti aku, kepada seseorang yang tak akan pernah seperti itu.
Mungkin memang sepanjang hidupnya, manusia dikodratkan untuk selalu mengejar.

Itu yang saya dapat selama perjalanan pulang saya dari salah satu acara komunitas. Iya, baru beberapa minggu terakhir ini saya join komunitas baru. Komunitas yang berisikan sekelompok orang dengan passion yang sama, belajar keluar negeri! entah student exchange atau bahkan beasiswa. Nggak usah cerita gimana ceritanya sampai saya ikut, yang jelas tadinya saya nggak mau ikut acara sore ini, tapi salah satu kalimat bijak tiba-tiba menggedor otak saya "If you want something good happen unexpectedly to you, start doing something positive you think you would never do", berasa ditantang, akhirnya berangkatlah saya sendirian ke sekumpulan orang yang saya belum familiar. gapapa. But hey! it turns out soooooo good. Intinya saya termotivasi lagi sesorean ini, dan menemukan sesuatu yang penting. Lebih penting daripada informasi yang ada di acara sore itu, yaitu kesadaran.

Iya, akhirnya saya sadar, selama ini saya hanya menghabiskan waktu dalam pengejaran sia-sia. Kenapa sia-sia? bahkan awalnya, kalimat tersebut terasa tidak pas karena sebenarnya saya nggak ngejar apa-apa. Saya nggak suka buat PKM ala-ala mahasiswa, saya juga nggak punya interest untuk jadi pejabat di kancah perpolitikan kampus, apalagi jadi mahasiswa berprestasi tahun ini. It's just not so me. Saya bukan orang yang cari-cari hal prestige semacam itu karena selalu berpikir bahwa sebaiknya kita hidup harus selalu rendah hati, dengan segala pencapaian yang akhirnya datang sendiri, which is a complete bullshit. Iya, saya memang cuma punya satu interest, bikin orang tua saya bangga sama gadis kecilnya. Dan karena orang tua saya amat sederhana dan tak terkira baiknya, maka saya dapet IP lumayan aja udah bahagia. Saya nggak pernah terpikir bahwa sebenarnya itu adalah level terendah dan paling gampang yang bisa kita berikan. Jadi ya dengan segitu aja menurut saya udah cukup, dan akhirnya saya nggak ngejar apa-apa lagi. Berhenti lalu saya mencari kesenangan sendiri. Ikut kegiatan ini, itu, lomba ini itu, yang nggak ada hubungannya sama masa depan saya nanti. Pendek banget pikirannya emang.

Kembali dengan kalimat paling awal, mungkin karena memang kita sebagai manusia dikutuk untuk sepanjang hidup mengejar, dan satu interest saya sudah habis masa pengejarannya, maka saya secara tidak sadar mencari pengejaran-pengejaran lain. Pengejaran akan hal-hal yang kurang penting, dikejar sampai pusing. Please mention, cinta, eksistensi, bahagia-bahagia semu, dan lain sebagainya. Hal-hal yang hanya berdampak untuk hidup kita saat ini, bukan nanti. Bukan masa di depan sana yang kata orang lebih kejam, keras, dan nggak pilih-pilih. Bodohnya, saya nggak menyiapkan bekal apa-apa dan terlena dengan kepentingan-kepentingan yang sebenernya nggak penting.. Saya lupa bahwa saya seorang anak pertama dan terakhir, yang nantinya hidup ini bukan hanya soal bagaimana saya. Lebih dari itu. 

Bagusnya sore ini, saya dapat sesuatu. Saya tau hal penting apa yang harus saya kejar kini. Mungkin ini sedikit terlambat, masa semester tujuh saya akan segera berakhir dalam hitungan minggu, tapi semoga tetap tepat waktu. Saya hanya harus fokus selagi ada energi untuk mengejar. Dan rasanya kembali dapat sesuatu untuk mengejar itu lebih dari menyenangkan. Setidaknya, pusing saya kali ini tidak akan sia-sia hahaha. Mungkin banyak di luar sana yang seperti itu, dipusingkan dengan hal-hal sepele karena simply nggak tau di masa depan akan jadi apa, mau mencapai apa. Untuk catatan terhadap diri sendiri, GET UP! WAKE UP! selagi masih ada waktu, ada masa depan yang harus kamu bangun potensi sedari kini. Karena kalau kata quotes, investasi terbesar kita ya sama diri sendiri. Which is, kalau rugi kita akan jadi satu-satunya orang yang paling rugi, tapi kalau untung, kita akan jadi orang yang paling bahagia, yang bukannya nggak mungkin akan jadi bahagia keluarga, sahabat, orang sekitar, bahkan bangsa sendiri.

Satu hal yang kemudian saya mengerti, jika kamu masih disedihkan oleh hal-hal sepele, mungkin 'ruang belajar'mu masih seluas kotak korek api, dengan jendela yang kecil nan mungil. Tanpa tau, ada banyak hal yang harus dipikirkan, banyak pencapaian yang bisa kamu capai dengan segala potensi kini. Kamu hanya harus, see wider, think deeper, run harder :))
Kutukanku sesederhana itu.
Semoga segala hal di kota kecil ini membawamu kepada masa-masa perih mengingatku. Candaan di warung makan pagimu, yang membuat kau tak lagi dapat tertawa renyah jika bukan denganku.

Bau parfumku yang dahulu terasa tidak familiar namun menyenangkan, satu jenis yang tak kau temukan pada gadis lainnya. Hanya padaku yang sekarang jauh-jauh darimu. Tapi tenang saja, aku akan datang lagi menggunakan parfum yang sama, mungkin dengan riasan yang berbeda. Karena aku hanya ingin menunjukkan, bukankah apa-apa yang dahulu menyenangkan bisa begitu menyesakkan?.

Dan jalanmu menuju rumah bersamaan dengan rintiknya hujan diatas motor yang menderu. Aku tau, dalam perjalanan itu ada sesuatu. Katamu memang aku yang gila, delusional, mengada-ada. Tapi sayang, akuilah bahwa itu bukan cuma aku. Bagaimana rasanya melewati jalan yang sama dengan jok belakang yang kedinginan, sunyi pun sepi. Bagaimana rasanya perjalananmu menuju rumah yang tak lagi terasa ringan seperti masa-masa sebelum aku? Jelaskan saja sedikit, walaupun aku tau, bebanmu sebenarnya datang dari sesuatu yang kau sangkal, aku bukan gadis biasamu, dan cerita tentang perjalanan itu bukan hanya angin lalu.

Dan satu lagi, sebenarnya aku akan datang lebih sering, berlalu lalang disekitarmu karena memang ingin. Bukan karena rindu atau berlari mengejarmu. Tapi sayang, kutukanku sesederhana itu. Aku hanya ingin membuatmu melihat jelas bahwa tersenyum adalah hal yang mudah, bahkan untuk gadis yang pernah dipermainkan. Bahwa segala kebaikan berakar dari ketulusan yang masih ada walaupun dahulu disakiti. Dan segala sinar yang ada kini ternyata tak berkurang walaupun dahulu kau coba redupkan dengan pengacuhan. 

Sekarang, ingin aku tanyakan, bagaimana rasanya mengetahui bahwa seorang gadis ternyata semakin bahagia dan bersinar setelah kau tinggalkan? Bagaimana rasanya kini, setelah kau sadar telah menyakiti seseorang dengan ketulusan pada senyuman, dan kehangatan pada rangkulan? Bahwa kebaikan-kebaikan ternyata tak dapat berhenti walau kau pernah menyakiti?. 

Sudahkah ada rasa menusuk yang tiba-tiba hatimu buat sendiri?


Kalau memang Dia bukan lagi gagasan maka pasti itulah waktunya. Ketika akhirnya ada seseorang yang memperjuangkanmu sampai sebegitunya, tak peduli setinggi apa dinding yang kau buat. Dia yang akan terus kembali ketika berkali-kali dijauhi karena ragu yang tak bisa disudahi. Dia yang akhirnya tanpa main-main berkata bahwa kamu adalah takdirnya di depan ayahmu yang katanya banyak ditakuti. Dia yang tidak hanya ada tapi juga setia. Dia yang bukan hanya fisiknya tapi juga jiwanya. Bukan hanya hatinya tapi juga masa depannya, segala rambut putihnya, setiap detik di masa senja ketika tubuh mulai renta. Dia yang rela berbagi cangkir kopi di senja hari depan beranda. Dia yang tau dengan sepenuh perasaan dan kesadaran logika bahwa kamu memang gadisnya, untuknya, tulang rusuknya yang akan ia jaga bahkan ketika kalian sama sama lupa dimana menaruh kacamata. 

Dia yang tak akan pernah menganggapmu sebagai permainan, bahan percobaan, ataupun langkah setengah-setengah karena pelarian. Melihatmu serupa barang pecah belah yang harus dijaga ketika semua orang termakan sandiwara, citra sebagai wanita kuat dan baik-baik saja. Menatapmu hangat dan sadar bahwa warna matamu bukan hitam, tapi coklat gelap dengan semburat terang. Dia yang tau bahwa kau tak pernah sesederhana kelihatannya, tak pernah seringan candaannya, tak pernah serenyah tawanya. Dia yang menghormati dan menyayangimu seperti Dia kepada ibunya. 

Jika Dia bukan lagi hanya gagasan, pasti saat itu adalah dimana Allah menjawab segala doa, mengobati segala luka, membalas segala kecewa. Karena hanya Ia yang tau apa yang terjadi dibumiNya, warna-warna manusia dengan segala ceritanya. Hanya Ia yang Maha tau apa yang terbaik untuk makhluk yang selalu dikasihi tanpa kenal henti.

Jika kau kecewa sekarang ya tak apa. Karena tak semua kondisi dapat dimengerti saat ini, beberapa butuh waktu untuk menjelaskan perihal kata tanya mengapa harus begini. Tapi satu yang kutau sampai kini, tak akan ada kesedihan yang sia-sia, mungkin memang yang lebih baik sedang bergerak dan mencari jalan agar semakin mendekatkan diri :)
Sekembalinya saya, inilah yang terjadi, kita selesai tanpa apa-apa. Segundahnya saya, inilah yang saya tahu. Segala kesedihan akan itu bukan mengakar pada kamu. Bukan soal cerita yang tak jadi nyata, sekali lagi. Bukan soal kamu yang ternyata gagal menjadi seseorang yang saya tulis pada setiap gagasan soal indah. Sejak awal kecewa ini berasal dari saya yang ternyata gagal melindungi diri sendiri dari awal pertama.

Saya tak apa kalau harus kecewa kali ini Tapi soal memaafkan diri sendiri, mungkin saya harus banyak berlatih lagi. 

Soal lain hal, saya tak tau ini akan jadi catatan terakhir soal kamu atau tidak. Tapi satu yang saya yakin, kita akan tetap biasa walau sudah dirusak. Kita akan tetap teman walaupun canggung. Dan mulai tahun ini, kamu adalah makhluk abadi dijagat ini. Selamat!. Kamu boleh berbahagia akan hal itu, karena suatu hari, mungkin saya akan membaca catatan ini dengan tawa yang ringan bahwa hidup pernah selucu itu.

Bukankah kita bisa sabar dari Purnama?
Puluhan hari ia menunggu untuk hari-hari singkat terlihat sempurna. Sinarnya pun tak selalu sampai di pantulan kaca-kaca. Terkadang temaram, bias, bahkan pada beberapa waktu hilang begitu saja bersembunyi dibalik pekatnya awan malam hari. Bahkan pada hari-hari sempurna, indahnya masih tak cukup bagi semua manusia. Beberapa melirik sekejap, beberapa bahkan tak peduli karena kerlap-kerlip dunia masih lebih indah dipandang mata. Walaupun begitu, ia tetap datang sesuai ketentuan. Pada hari yang sama, waktu yang sama. Tak pernah terlambat walaupun sekejap. Tak peduli walau hanya sedikit orang yang melihatnya dengan penuh kagum, penuh hikmat, penuh sesap. Ia tetap datang lagi, lagi , dan lagi, tak peduli seberapa banyak pengacuhan yang tiap kali ia dapat. Ia hanya sabar, sekali lagi, untuk sekali lagi. Tak lupa dengan kesempurnaan yang sama, setiap kali.


You might think you found the one
Until your heart gets ripped and torn
Yeah I used to feel bad, I used to feel like that

Kodaline - The Answer

Izinkan aku hilang untuk dicari. Sekali saja kali ini. Aku hanya ingin tahu, bahwa aku bukan siapa-siapamu. Aku memang tak seberarti itu. Aku tak akan pernah menjadi gadis dalam kepalamu. Menjelma serupa mimpi yang terus saja berputar dalam kepala. Menjelma jadi seseorang yang ingin kau lihat pertama kali di setiap harinya. Menjelma menjadi sesuatu yang kamu tau, tak akan pernah kamu sesali keberadaannya walaupun tau tak akan selalu ada bahagia. Menjadi wanita yang punggungnya kamu kuatkan, kejatuhannya kamu tanggung, dan setiap jejaknya kamu ikuti dengan sabar.

Izinkan saja aku hilang. Jika memang tak kau cari, tak apa. Aku sudah biasa pada kedatangan mendadak dan kepergian yang cepat. Toh, hidup akan terus saja seperti itu, masalah kita yang pergi atau ditinggal pergi. Masalah sampai sejauh apa kelapangan hati ketika diuji. Sampai sejauh apa aku menerima bahwa ini adalah satu cerita yang gagal lagi. 

Aku masih berlari saat ini ketika kau cari. Jika kau mencari.
Dan sembari itu, aku akan terus saja berdoa untuk hal-hal yang aku percaya, kamu percaya. Karena doa adalah pertanyaan yang tak pernah punya jawaban yang salah. Tak pernah terlambat, atau salah tempat. Lagipula itu kan batas manusia? berdoa, berusaha, lalu menerima.

"There's some kind of storm brewing in his eyes, Only veiled by a thin disguise"
When you live for a bigger cause, every things that less important for others started to blur. You'll start have a better life, better meaning in every thing you do. You come to a point that your life is important as you continue to helping others. Heartbreaks, glitch in your business, shit people told behind your back, finally don't matters. How come it still matters when you realized, thousands people are starving, cancer still big hits for human population, global warming is growing and likely unavoidable, and moral degradation become worst day by day even education is developing. 

You are young, and there are lot of things you can do instead of mourning a teenage story you have now. There are a lot to do, and it starts from your mind set. Starts from every simple choice in your daily life.

It is when I wake up and new idea comes up. I want to become one of people that work for a cause, not for applause.
Ini bukan dini hari yang baik. Dimana segala patah hati melebur kedalam doa. Luruh bersama tangisnya sepasang mata gadis remaja. Ini bukan dini hari yang seperti itu. Jam 3 pagi ini merupakan dini hari yang serupa relung dari segala lupa. Lupa akan Tuhan, lupa bahwa hati pernah lupa bahwa tak semuanya baik-baik saja, lupa akan nikmat yang disediakan semesta. Segala lupa kemudian bersatu menjadi ragu akan kelopak mata yang membuka di beberapa jam setelah ini. Tak ada yang pasti diatas bumi yang berputar mengitari matahari. Hatiku, hatinya, nafasku, nafasnya, nafas mereka, dan segala harap akan bahagia. Ragu kemudian tumbuh mengakar dan berkembang pada setiap tanah yang dipijak. Bersemayam dalam pilihan-pilihan yang tergesa. Terasa di dalam nadi pada tangan yang menyerah lalu menenangadah, selama ini untuk apa semuanya? Mengapa ia masih saja dipusingkan oleh hal-hal remeh duniawi?. Dini hari ini akhirnya tak terlalu buruk. Setidaknya ia tak lagi lupa dan kembali ingat berdoa. Kemudian ia ragu akankah doanya dini hari setulus itu. Doanya tak lagi hanya miliknya, atau untuk kedua orang tuanya. Dini hari itu, doanya berselingkuh dengan rindu-rindu yang tak tersampaikan, peluk yang kedinginan, dan ingin yang selamanya hanya jadi ingin. Pada akhirnya ia kembali bersujud dengan alasan berbeda. Dan tetap saja, pada akhirnya ia tersadar, ini tetap bukan dini hari yang baik.   

Kalau kata John Green, jatuh cinta itu seperti tertidur, perlahan lalu tiba-tiba. Saya pikir, perumpamaan itu sama seperti apa yang kata orang-orang move on. Awalnya akan terasa berat, lalu ketika akhirnya kamu memilih untuk mengikhlaskan, rasanya waktu yang terlewati akan lama sampai kamu harus berlari dari satu pengalihan ke pengalihan lainnya. Menjalani hari-hari dengan berusaha menjadi biasa. Versi paling biasa dari yang kamu bisa. Kamu terus saja berjalan jauh, sampai seseorang dengan nama baru bertamu, menawarkan cerita yang benar-benar baru kehadapanmu. Kamu mencoba lalu tau bahwa ini bukan saatnya. Masa lalu masih terlalu baik dan belum ada gantinya. Tak akan ada yang sama seperti dia. Tak akan ada yang sebaik itu dimatamu seperti dia. Akhirnya satu orang terlewati begitu saja. 

Lalu kamu memutuskan untuk melanjutkan perjalananmu. Satu langkah diikuti langkah lainnya. Kadang tergesa, kadang terseok, kadang penuh dengan keinginan untuk kembali lagi ke titik nol kamu beranjak. Tapi tidak, kamu tau diam bukan sahabat terbaik kala itu. Ragu memang selalu dalam genggaman tapi kamu akan terus saja berjalan. Sampai apa-apa yang dulu dipaksa untuk menjadi biasa kemudian menjadi kebiasaan. Kamu biasa saja menjalani hari. Bertemu orang baru, berusaha pada hal-hal yang selama ini tak terlihat dan tenggelam. Membuat cerita baru dengan lebih banyak kenangan yang kemudian kamu tulis dalam catatan-catatan buku harian. Menciptakan makna pada setiap obrolan-obrolan di senja hari dalam kesempatan berbagi kopi. Kamu membuat sahabat baru, menemukan keluarga baru. 

Tertawa tak lagi terasa berat. Kamu bahagia bukan lagi karena semesta dan orang-orang. Bahagia akhirnya berada dalam kendalimu secara sadar. Kamu memilihnya setiap pagi ketika membuka mata, melantunkan kata seperti mantra dibawah langit-langit kamar yang selamanya hanya akan jadi pendengar. Beberapa peluang kemudian bermunculan untuk meraih masa depan. Kamu sanggup bermimpi lagi untuk hal-hal yang dulu terasa terlalu jauh digapai tangan. Kamu mulai merasa berharga, bernilai. Lupa bahwa dulu kau sempat berpikir bahwa diri ini hanyalah seorang pecundang yang kualitasnya tak cukup baik sehingga dicampakkan orang. Lalu kau semakin bahagia menjalani pilihan-pilihan menuju mimpimu yang semakin dekat dari hari ke hari. 

Dalam perjalanan itu kemudian kamu bertemu dengan dia, seseorang dari masa lalu yang kamu tau begitu lekat. And for a while, your heart skipping its beat. For a several nothing seconds. Lalu kamu tersenyum dan menyapanya seperti biasa. Menanyakan kabarnya kini, dimana dia bekerja, bagaimana keluarganya, menetap dimana akhirnya dia. Kamu lupa beberapa tanya yang dulu ada di daftar panjang dalam kepala, yang kamu buat ketika sedang sakit-sakitnya. Sanggupkah dia menjaga dirinya sendiri? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia merasakan kehilangan yang sama dalam malam-malam kesepian? Bahagiakah dia sekarang?. Tidak, daftar itu sudah menjadi usang dan terselip entah dimana seperti catatan-catatan masa lalu lainnya. 

Walaupun begitu, kamu masih ingat beberapa memori. Kenangan-kenangan tentang kapan kalian bertemu, apa kesukaannya, dimana kalian menghabiskan waktu, atau sekedar kenangan tentang kalian yang tertawa bersama melihat kebodohan seorang teman. Kalian membawa itu lagi, dan secara tiba-tiba, kamu sadar sesuatu. Tak ada rindu ketika mengingat segala kebiasaannya. Tak ada degup ketika menjabat tangannya. Tak ada rasa kehilangan ketika masing-masing berucap selamat tinggal. Tak ada rasa sesak ketika kau melihat bayangan punggungnya semakin kecil diujung jalan. 
Saat itu kamu tau, kamu tak lagi tersakiti. 
Saat itu kamu tau, kamu sudah beranjak dan membuka tangan pada orang lain lagi. 
Saat itu kamu tau, dirimu tak lagi pincang.
Saat itu kamu tau, walau hatimu belum lengkap, tapi akhirnya kamu merasa cukup akan segala sesuatu.
Kamu cukup dengan keluargamu, sahabatmu, dan segala mimpi yang kamu percaya.
Kamu bahagia.


"One minute they arrive, next you know they're gone, they fly on"



Kamu akan selalu seperti ombak

Dihancurkan dalam debur

Lalu kembali, sekali lagi, dan sekali lagi
Malas menyusun rencana adalah salah satunya. Saya bukan orang yang terencana. Rencana pernah mematahkan hati saya berkeping keping, dan oleh karenanya saya mendapuk dia menjadi salah satu musuh bebuyutan. Semuanya saya lakukan dengan satu impulse besar ke impulse besar lainnya. Tak pernah secara terstruktur dan rapih, karena menurut saya, semua yang datang sudah digariskan dan akan selalu ada jalan. Imbasnya? setiap kejadian saya lewati dengan diri yang babak belur, kepayahan, karena tak punya strategi untuk menghadapi sistem birokrasi. Jauh ya korelasinya, tapi menurut saya, hal tersebut berhubungan. Berantakan itu indah, berantakan adalah kejayaan yang saya sesap di ujung hari ketika seharian sudah dicekoki dengan usaha rambang susah payah. Tak ada salahnya sih, tapi diujung hari yang saya dapatkan hanyalah diri saya yang kelelahan tanpa tau esensi dari setiap usaha. Semuanya hanya berdasarkan tekanan sih, berdasarkan tuntutan dari semua orang disekitar saya. Gue babak belur for nothing ahahaha.

Saya pernah dikecewakan oleh rencana, akhirnya I've never set a goal lately. Karena itu saya jadi malas, karena itu saya tenggelam dalam usaha orang lain untuk mencapai goalnya. Mungkin karena selama ini saya terlalu mengabdikan diri untuk orang - orang lain disekitar saya. Dan pertanyaan lama akhirnya mneghantam saya.

Buat apa rencana kalau pada akhirnya Tuhan yang menentukan?

Bener sih, tapi ada hal yang membuat saya terlupa. Satu pertanyaan di malam tahun baru kepada salah satu teman saya "Ngapain lo ngerencanain kalo pada akhirnya cuma rencana Tuhan yang bakal jalan?". Teman saya lalu menjawab, yah saya lupa sih tepatnya seperti apa hahaha. Tapi paling tidak, saya sudah dapat gagasan paling esensial dari apa yang dia katakan kala itu. 

Sederhana, karena kita masih manusia yang bernafas, dan masih hidup, butuh energi, bukan zombie yang asal jalan aja nabrak - nabrakin diri ke benda padat apapun didepannya. Kita harus set a goal. Punya rencana, apa yang mau saya raih. Bukan untuk jumawa, hanya sekedar energi untuk terus berlari. Itu yang hilang, energi saya akhir akhir ini hanya saya dapatkan dari tuntutan orang lain, dari pilihan terlanjur saya di masa lalu. Ketika sudah mulai habis, saya sudah tak punya energi lagi untuk berlari. Akhirnya jadi malas, jadi asal terima apapun yang ada di depan saya. Sekarang saya tak ada bedanya dengan zombie di game plant versus zombie hahaha.
.
.
.
.
Tulisan itu adalah 3 post tepat di pergantian tahun 2015. Sebelas bulan setelahnya baru saya punya keinginan untuk melihat dan membebaskannya dari list Draft hahaha. Tidak apa - apa ya? paling tidak catatan ini akan jadi pengingat untuk saya di masa - masa ini. Waktu krusial saya sebagai mahasiswa tingkat akhir. Iya, saya sedang bimbang dan tak tahu harus apa karena belakangan saya tahu bahwa hidup mahasiswa tingkat akhir kesulitannya memang bermacam - macam. Tapi saya selalu percaya bahwa akan selalu ada kemudahan dibalik setiap kesulitan yang Ia berikan. Bahkan ketika kesulitan itu menjadi nyata dan saya seperti kehilangan segala jalan atas apa apa yang saya rencanakan, saya selalu percaya bahwa itu adalah yang terbaik menurutNya dan seketika hati saya jadi pasrah dan tenang - tenang saja. Kabar baiknya, kali ini saya tak lagi terjebak dengan pilihan - pilihan orang lain. Beberapa pilihan penting ada karena saya yang memilihnya secara sadar, bukan apa yang orang lain inginkan. Hla itu membuat saya malu untuk mundur, dan segalanya ringan saja dijalankan. Karena sederhana, ini pilihan saya, walaupun terjal, walaupun tak akan mudah tapi saya tau, saya akan bahagia. Sesederhana itu tujuan saya, dan semoga saya tak mengecewakan manusia - manusia yang sudah percaya sampai sebegitunya. Semoga kalian juga dimudahkan segalanya ya. Selalu percaya bahwa tak akan pernah kalian sendirian karena ini adalah bumi dari manusia yang berjuang dalam peperangannya masing - masing.
Terlepas dari nostalgia, di tahun - tahun ini banyak sekali hal - hal yang  muncul. Saya menemukan bahwa hidup di usia 20 adalah masa - masa riskan. Sudah tidak ada lagi naungan yang akan melindungi kita dari setiap hujan cercaan, tidak akan ada secret service yang diam diam menyediakan apa yang kita butuhkan, dan akhirnya tau, bahwa kepada lembaga adminsitratif lah semua kerumitan soal urusan dunia bermuara hahaha. Ah, yang paling penting, mengerti bahwa sebenarnya, musuh terbesar manusia adalah . . . . diri sendiri. Saya, akhir - akhir ini, sering kali dikalahkan oleh diri saya yang lain. Diri saya yang malas, penakut, merasa tak pernah cukup dan materialistis. Sampai pada akhirnya saya dibenturkan dengan pertanyaan klasik pada saat - saat seperti ini "Gue ngapain ya ngelakuin ini semua?"

Untuk siapa saya dapat nilai bagus? Untuk apa saya kuliah sampai kepayahan ketika pada akhirnya soft skill yang diagung agungkan orang adalah apa yang dunia kerja minta? Untuk apa idealisme saya pegang ketika pada akhirnya saya hanya jadi budak korporasi? dan untuk apa saya mati matian jadi gadis independen jika akhirnya modal terbesar di hidup saya sebagai ibu rumah tangga adalah kemampuan memasak dan ovarium yang sehat untuk melanjutkan generasi keluarga besar?

Mungkin pertanyaan yang paling esensial dari itu semua adalah, mau jadi apa saya beberapa tahun kedepan?

"You are what you want to become". 

Diatas adalah kalimat yang saya tulis secara sadar dibuku catatan lusuh yang saya bawa kemanapun. Masalahnya, sepertinya tak pernah saya menuliskan secara konkrit, apa yang saya inginkan dari diri saya sendiri. Oleh karenya,  Dear my future self, read this when you forget. When everything seems so blurred and nothing worth for every effort. When tired is the only word you know well for so long after every road you had gone through.

Saya ingin jadi wanita kuat yang bisa melindungi orang orang disekitar saya. Independen adalah kata kuncinya, bahkan ketika jadi seorang istri, hal itu masih sama pentingnya dengan patuh kepada suami. Sekarang, siapa yang bisa jamin bahwa definisi menikah adalah selalu punya seseorang yang bisa digantungkan, belum tentu, bahkan definisi tersebut mendekati fatal. Menikah adalah penggabungan dua manusia dewasa jadi satu, bukan satu gadis kecil yang tidak bisa apapun dan satu manusia dewasa yang siap menanggung segala beban. Terlepas dari menikah, lah memangnya saya sudah pasti akan menikah dalam waktu dekat? hahaha, ada orang tua yang butuh saya untuk jadi seorang manusia independen. Mereka pasti menua, bahkan saat ini pun proses itu sedang berjalan dan mereka menjalaninya dengan bahagia. Tapi intinya, mulai dari sekarang, saya sudah harus bisa jadi yang mereka andalkan. Atau paling tidak, saya tidak perlu lah membuat mereka pusing karena hal hal yang seharusnya sudah bisa saya urus sendiri. Pada alasan tersebut, saya harus independen, dan malas tidak termasuk kedalam definisi tersebut.


Sudah sering saya mendapatkan saran untuk segera saja membuat buku. Menyalurkan hobi menulis dan bercerita yang mendadak ada karena salah satu fase di hidup saya, fase remaja antara 17 - 20. Waktu yang sebentar untuk sebuah perjuangan menuju kedewasaan, tapi terlalu lama untuk sesuatu hal memusingkan yang namanya Cinta hahaha. Termasuk malam ini, ketika untuk kesekian kalinya, salah satu teman saya menyarankan saya untuk lebih sering menulis. Bukan satu tulisan yang curhat atau bercerita, tetapi satu tulisan serius soal fiksi, biografi, atau hal lain yang mungkin bisa membuat saya jadi kaya raya hahaha. Menarik, tapi let's see, sepertinya saya belum siap untuk itu. 

Tulisan, terutama blog, bagi saya adalah suatu jurnal yang menceritakan fase - fase penting di hidup saya. Bagaimana saya berpikir, bagaimana saya berubah, dan bagaimana saya, menjalani setiap proses untuk menjadi karakter manusia yang saya inginkan. Blog menyimpan itu semua di balik lini masa, disimpan dalam setiap tulisan absurd yang bahkan, tulisan fiksi sekalipun, hanyalah bentuk lain dari salah satu figura kejadian di hidup saya. Setiap penulis pasti punya signature stylenya sendiri, dan kejujuran adalah apa yang saya miliki. Contohnya pada momen tahun baruan seperti ini, membuka post - post jaman baheula adalah nostalgia paling seru yang saya punya, melihat bagaimana ternyata, bahkan seorang anak kecil seperti saya berubah jadi sesuatu yang, entah, lebih baik atau sebaliknya.

Dan saya terjebak pada belasan post tentang saya berumur 17 tahun yang sedang desperately broken heart. 

Belasan post yang membuat saya akhirnya berkaca dan mengerti, bahwa satu pertanyaan telah terjawab. Pertanyaan soal, akankah saya punya kehidupan saya lagi seutuhnya, tanpa adanya intervensi dari kenangan kenangan tak perlu, atau, manusia yang keberadaannya dulu begitu lekat, sampai bahkan kehilangannya dapat meninggalkan bekas parut yang sampai sekarang mungkin tak bisa hilang. Akankah saya punya hidup saya lagi seutuhnya, dan Ya, saya punya itu sekarang. Bukan berarti semua beban sudah hilang, hanya saja, ketika manusia menjadi dewasa, maka hidup berdampingan dengan masa lalu ternyata adalah hal paling normal sebagai manusia. Ya, saya pernah sebodoh itu, dan ya, kami memang pernah ada, tapi tetap tak baik diadakan lagi karena beberapa alasan yang nampaknya lebih rasional ketimbang menganggungkan perasaan. Dulu, berulang kali saya ucapkan bahwa hidup saya telah bersih dari seorang dia, namun di tahun baru ini, saya sadar, bahwa bersih adalah definisi paling semu yang bisa saya buat. Saya tidak akan pernah bersih, akan selalu ada dia dan cerita kami yang mengikuti setiap orang baru yang hadir, namun, rasanya saat ini jika mengingat cerita itu, yang ada hanyalah perasaan "saya harap kita bisa benar benar jadi teman sekarang". 


Pada harinya, segala pesanmu adalah yang membuat saya berjalan setiap hari. Mengobati luka, membuat lupa beberapa kecewa. Lalu kita berjalan sampai saat ini. Pada harinya, mendengar namamu disebut orang lain tak akan membuat saya berjengit walaupun sedikit. Pada harinya kamu akan hanya jadi pelajaran kepada anak gadis saya bahwa tak semua anak laki laki tau apa yang ia lakukan dan karenanya hatinya harus benar benar dijaga. Pada harinya saya tahu, saya bukan pencintamu lagi. Pada harinya, pada waktunya, semua akan baik baik saja dan pertemanan kita akan kembali terasa biasa. Pada harinya yang semoga akan datang secepatnya, karena saya tak sanggup untuk terlalu lama dalam berpura pura. Saya tak pernah pandai dalam hal itu, tapi tetap harus dijalani, setidaknya saya tidak merusak apa apa yang kita semua punya. Sesuatu yang begitu pentingnya yang saya katakan di sambungan telfon putus putus pagi hari.

Dan sampai saat itu, sebagian doa saya masih milikmu. 
Dan terkadang, bahkan saya sudah lari sebelum mencoba karena tau, perpisahan, apapun bentuk, alasan, dan kapan terjadinya, tetap saja akan sama-sama menyakitkannya.
Menulis surat cinta itu bukan perkara sulit. Masih lekat dalam ingat, dulu ketika masih cimit, seringkali saya mengirim surat teruntuk seorang Bagus. Bocah laki - laki yang kala itu berkulit coklat berambut ikal, saya lupa manis atau tidak, tapi yang pasti dia adalah teman paling baik saat itu. Ia meminjami saya crayon ketika anak kecil yang lain dengan begitu egoisnya menyimpan milik mereka hanya untuk diri sendiri. Seketika saya ngefans dengan seorang Bagus karena ia baik, ia membantu saya menyelesaikan tugas menggambar yang sebenarnya tak seberapa. Sejak itu, saya rajin mengiriminya surat. Setiap sore, dengan kayuhan sepeda saya mengantar surat 'cinta monyet' saya dengan sabar ke depan rumahnya, tepat sampai ke tangannya. Isinya sampai sekarang tak pernah saya ingat kecuali satu kalimat bertuliskan "I Miss You". Kata sederhana yang saat itu tak saya tau artinya, tapi saya tulis dengan pedenya agar terlihat keren hahaha. Bahkan sampai ia membalasnya dengan kata "Miss you too", yang kemudian saya juga berpikir bisa jadi ia sama bodohnya dengan saya yang hanya asal menulis dan ingin telrihat masa kini hahaha. Sampai suatu ketika, ibunya sesorean itu berdiri di depan rumahnya, bukan seorang Bagus seperti hari - hari biasanya. Seketika saya nervous dan memutar otak, bagaimana saya menyampaikan surat itu tapi tetap tidak malu. Dan akhirnya, saya menyerah, dan membuang surat itu ke depan jurang di seberang rumah Bagus. Surat terakhir untuknya yang saya tulis, mungkin sepanjang hidup saya. Karena setelah itu saya diberitahu oleh ibu bahwa saya masih terlalu kecil untuk menulis kata - kata serupa I miss you. Bahkan saya masih terlalu kecil untuk merasakan cinta cinta monyet segala.

Itu juga kali terakhir saya melihat Bagus dengan rambut ikal dan kulit cokelatnya. Itu perpisahan saya dengan seorang Bagus, dan esoknya saya masih tetap biasa. Masih tertawa seperti biasa. Masih bermain sampai lupa waktu. Dan masih bisa marah karena hal - hal sepele. Bukannya saya lupa akan Bagus dan kebaikannya. Saya masih ingat dia bahkan sampai sebesar ini, saya hanya tau kala itu bahwa yasudah kejadian ini terjadi dan rasanya tak apa. Anak kecil memang paling ahli soal menyembuhkan luka. Lalu sekarang ketika mengingat kejadian itu akhirnya saya tahu, surat cinta mungkin selamanya akan jadi kesukaan saya ketika bibir ini tak dapat berucap. 

Mungkin saya hanya perlu membuat versi surat cinta seperti itu. Surat cinta yang isinya bukan segala duka, melainkan bahagia. Sesuatu yang dulu saya pernah mahir membuatnya. Mungkin saya hanya perlu merasa seperti anak kecil yang mudah lupa, tertawa, dan baik - baik saja. Memaknai hal - hal kecil agar dapat bahagia, seperti dipinjami crayon saja sudah sebegitu senangnya hahaha.
Pada akhirnya, kita akan memilih beberapa hal untuk dibawa daripada dibebankan oleh kenangan - kenangan yang telah berguguran.

Pada akhirnya, kaki ini akan tetap berjalan, walaupun didepan seluruhnya kerikil tajam. Walaupun kita tau perjalanan tak akan pernah mudah.

Pada akhirnya, kita belajar bahwa tak semua rasa harus ada balasannya. Tak semua rindu harus dibalas sampai tuntas. Dan tak semua nyata sesuai dengan ingin seseorang yang sabar meminta.

Pada akhirnya, hati ini harus dididik dengan kejadian - kejadian, bukan lagi dari kata orang, bukan lagi sekedar nasehat bunda. Karena luka sendiri adalah pengingat yang paling tak pernah lupa.

Pada akhirnya, bahkan kita akan berlari bahkan ketika kepala ini dipenuhi ragu. Dipenuhi segala pikir bahwa ini tak kan berhasil. Hanya karena kita tahu, bahwa kesulitan adalah guru terbaik dari semua rapuh.

Pada akhirnya, kita akan belajar rela pada hal - hal yang selama ini digenggam erat.

Pada akhirnya, sudut dagu akan melebar, seolah menantang dunia, bahkan ketika hati menciut karena takut yang sejadi - jadinya.

Pada akhirnya, tak butuh rengkuhan tangan yang lain untuk menjaga diri ini agar tak jadi serpihan. Karena akhirnya, kita akan belajar bahwa bahagia kita yang cari. Bukan yang orang lain beri.

Pada akhirnya, kita akan belajar untuk bersahabat pada hal - hal yang membuat kecewa.

Bahwa semua ada maknanya, dan tak akan ada usaha yang sia sia.

(Seenggaknya, itu kata saya dan apa yang saya percaya. Kalau kamu tidak, asal kamu bahagia ya tak apa. hehe hehe.)











And there are pictures from the time when I found my self as the happiest. Even taking them in this post has warmed my heart in nothing else can ever do. Thank you for remarkable 20 :)).

Doa tahun ini sesederhana, semoga selalu dimampukan untuk merasa bahagia, bagaimanapun caranya, dimanapun kondisinya, sekecil apapun alasannya.

31 Oktober 2016 

Kalau kau sandekala, aku hanya sederhana berharap menjadi semburat jingga. Dengan kita berdua, langit ini bermegah megah. Burung - burung terbang rendah. Lampu - lampu pinggir kota mulai terang temaram. Beberapa manusia duduk bercengkrama dengan secangkir kopi pahit dan manisnya tawa. Anak - anak dipanggil ibunya pulang kerumah, penyelamatan jiwa dari segala kisah lama orang orang tua. Dan gadis gadis patah hati menjadikan kita pertunjukan terbaik hari itu, menyesapi segala kenang seiring kita yang terus menggelap dan hilang.

Kita memang hanya sekejap dan lalu terganti. Tak ada hal hal penting yang akan terjadi dalam hitungan menit kita bersanding. Bahkan cerita - cerita sederhana tak akan tuntas tepat waktu dalam waktu secepat itu. Namun, setidaknya, dengan setiap potongan - potongan kecil pada kejadian di rentang waktu, kita telah menyadari sesuatu. Kita pernah ada. Kita pernah sempurna bahagia menghiasi semesta.
Mengerikannya, saya sempat terpikir untuk membawamu kemanapun saya pergi, dengan siapapun saya melangkah, sejauh apapun jarak kepulangan. Sederhana karena saya hanya takut tak punya tempat berlindung dari segala kacau di masa depan. Takut jikalau sakit tak lagi ada yang menerima saya dengan segala kerumitan akibat luka yang tiba tiba ada. Yang paling mengerikan adalah fakta bahwa sakit terbesar saya masih karenamu. Trauma terbesar saya masih akanmu, dan sempat sempatnya saya berfikir akan segala hal itu. Mungkin saya gila. Mungkin hanya belum ada manusia yang tanpa main main, yang akhirnya berusaha untuk membersihkan segala bekasmu bahkan dari setiap sudut terkecil ruang kepala ini.

Mungkin memang belum giliran saya untuk berbahagia akan hal itu. Mungkin kamu memang masih yang terakhir. Membahagiakan dan menyakiti sampai sama sama sebegitunya. Tapi tak bahagia karena satu hal bukan berarti tak bisa bahagia karena hal lainnya bukan? hehe hehe.

Setidaknya Ta, sampai saat itu lindungilah dirimu sendiri. Kamu tau, kamu lebih kuat dari apa yang kamu pikirkan, dan janganlah bersedih seolah olah tak ada nikmat yang Ia berikan kala ini. Kamu punya banyak hal yang masih perlu untuk disyukuri tanpa henti. Kamu hanya perlu lebih banyak berpikir, daripada merasa. Lebih banyak berjalan, daripada diam. Lebih banyak bertemu manusia daripada sendirian. Lebih banyak tersenyum dan berdiri daripada meratapi. 
Hari ini tanggal 22 dan bulan Oktober belum genap berakhir. Walaupun begitu, sudah banyak sekali cerita yang harus dibagi sehingga akhirnya saya Getting Personal hahaha. Sudah lama rasanya saya tak bercerita disini. Bagusnya karena kali ini saya tak lagi sendiri. Saya punya beberapa pasang telinga yang siap sedia ketika saya ingin mencecar mereka dengan segala kenorakan, kerusuhan, kekhawatiran, kebahagiaan, dan kemarahan. Tapi tetap saja, rasanya bercerita di media terbuka akan selalu punya sensasi berbeda yang membuatmu ingin menulis lagi, lagi, dan lagi. Yah terlepas dari segala tulisan 'biru' saya yang akhir akhir ini muncul, ada baiknya juga saya bercerita bahwa sebenarnya kehidupan saya beberapa waktu ini jauh dari kata menyedihkan, walaupun tetap drama, tapi yang pasti seru. Ya, doakan saja.

Bulan ini dimulai dengan satu kata besar berjudul PENELITIAN. Ya, kehidupan saya sebagai mahasiswa tingkat akhir sudah sangat di depan mata. Bulan ini (dan beberapa bulan sebelumnya) selepas KKN, saya disibukkan dengan segala riuhnya keperluan penelitian. Mulai dari keperluan administratif sampai teknis dan keilmuan. Beberapa hal yang dimasing - masing poinnya saya akhirnya menyadari sesuatu, yaitu, saya belum cukup siap untuk menjadi seorang mahasiwa dewasa. Pertama, saya merasa segala urusan administratif dan prosedural ini melelahkan. Saya tau sistem bertujuan membuat segalanya tertata, sesuai dengan urut dan lebih mudah untuk dipahami, tapi bagi saya yang mendefinisikan diri sendiri sebagai 'Lukisan Abstrak', segala prosedur yang harus dijalani ini terasa menjadi pr, walaupun sebenarnya mudah dikerjakan. Yang kemudian saya tau, saya tak bisa seperti itu. Akhirnya ya, mau tak mau dengan segenap kesabaran saya urus semuanya dan ya not bad lah hahaha. 

Kedua, urusan keperluan penelitian itu sendiri. Ketika saya memilih proyek ini dari dua proyek yang ada, saya tau ini takkan mudah. Ini akan terjal, dan saya akan menjadi mahasiswa paling merepotkan karena bantuan dari teman - teman saya bersifat mutlak. Terlepas dari cakupan penelitian di daerah yang saya tak faham, juga fakta bahwa saya melakukan single proyek dimana berhasil tidaknya ada di tangan saya. Tapi mungkin memang tak akan ada proses yang mudah dalam setiap kehidupan mahasiswa tingkat akhir ya hahaha. Jadi ya, dinikmati saja. Dinikmati harus banyak belajar lagi. Dinikmati bhwa jatah satu tahun ini harus saya selesaikan dengan mempersiapkan langkah - langkah kedepan setelah segala balada perkuliahan ini selesai. Intinya, Seru! hahaha. Tapi tetap, saya tak menyesal memilih penelitian ini dibawah bimbingan seorang dosen muda yang menurut saya menginspirasi. Jadi, mari kita berdoa bersama agar segala urusan dipermudah.

Cerita soal yang 'lain' juga ada, tapi biarkan jadi punya kita, iya tidak? Ya, Tuhan memang tau bagaimana membuat saya mengenang tahun - tahun terakhir setiap jenjang pendidikan saya hahaha. Intinya? Seru!. Bahagia pernah, sakit pernah, pun soal belajar mengikhlaskan. Ikhlas akan segala sesuatu, yang saya tau Tuhan tak pernah jahat dan merencanakan sesuatu asal - asalan. hehe hehe.












Bukankah terkadang lucu, bagaimana pada akhirnya kita harus meninggalkan tempat yang dulu kita mati - matian berusaha untuk menyatu didalamnya. Bergegas ketika sudah nyaman dan melekat. Berpindah ketika akhirnya kita adalah bagian tak terpisahkan di dalamnya. Bukankah lucu ketika kita meninggalkan semua yang nampaknya kita punya karena hasil usaha sendiri, untuk mengejar sesuatu yang lain yang pada akhirnya akan sama kita tinggalkan. Bukankah lucu, bahwa akhirnya kita sadar, manusia adalah makhluk yang senang sekali berjuang, menetap sebentar, lalu berpindah entah senang atau tidak, terpaksa atau tidak. Bergegas dan mencari perjalanan baru yang belum tentu sama nyamannya, tapi sudah pasti banyak berjuangnya. Bukankah gila bahwa terkadang kita mencari pesakitan kita sendiri untuk sesuatu yang kita kira akan lebih menyenangkan dan menyejahterakan, dan mengesampingkan bahwa itu hanyalah perkiraan. Bergantung pada harapan - harapan, entah sebesar bulan, atau sekecil biji kacang. Bahwa sebenarnya perkiraan, sama seperti sifat - sifat kemungkinan, tak pernah mutlak, tak pernah kamu sangka. Tapi pada akhirnya kita tau, bahwa dari perjalanan berpindahlah akhirnya kita tumbuh dan dewasa. Pada akhirnya, entah kedewasaan yang menghasilkan pilihan, atau pilihan yang akhirnya mendewasakan kita. 



Kamu gimana Ta? sudah siap menjadi dewasa atau pasrah didewasakan?.
Sudah siap bergegas atau tidak?.
Dan bukan pertanyaan, siapkah kamu memulai lagi dari awal?
Impian saya sesederhana punya rumah dengan atap yang terbuka langsung ke langit luas. Tak perlu mewah yang penting nyaman. Tak perlu luas yang penting hangat, tempat beberapa manusia yang bercengkrama di waktu waktu malam dengan melihat pertunjukan bintang dan bulan di pertengahan bulan dengan langit yang cerah. Karena seringkali, ketika tanah tak lagi dapat menerima segala tekanan, saya lihat langir dan semuanya terasa biasa saja. Rasanya ketika melihat megahnya galaksi berhias cahaya, ini semua bukan apa apa, ada sesuatu yang lebih besar dari apapun yang dihadapi manusia. Ada sesuatu yang lebih besar yang berhasil menciptakan segala galaksi dan selalu ada disana mengawasi. 
Satu yang sejak dulu membuat saya pandai merelakan beberapa hal. Ketika kita terus saja berjalan dan melepaskan beberapa hal untuk kebahagiaan manusia lain, suatu hari, akan ada yang sama lapang dadanya untuk melepaskan hal - hal pentingnya untuk kebahagiaan kita. Itu hanya masalah waktu dan bagaimana kita mengisi rentang nanti sampai waktu itu. Percayalah, hanya masalah waktu sampai akhirnya kamu tau ada seseorang yang rela saja membahagiakanmu. Sesederhana turunnya hujan bagi tanah yang sudah bertahun gersang. Sesederhana tunggu yang bertemu dengan kedatangan. Sesederhana ketika kamu lelah, akhirnya kamu yang membuat bahagiamu sendiri, berdamai pada diri dan segala kondisi. Mencari kepastian bahagiamu walaupun beberapa hal sudah tak ladi digenggaman jemari.
Untuk bintang.

Suatu hari akankah ada yang menerima segala kurang dan cela yang tak termaafkan?. Segala keluhan yang selalu terdengar dari bibirnya ketika sedang lelahnya. Segala kata - kata putus asa yang selalu lekat ketika sedang kalut - kalutnya. Segala rentetan yang mengejar, ketika bibirnya bercerita tentang sesuatu yang tak sesuai dengan idealismenya. Segala kejatuhan. Segala ketidaksempurnaan. Segala kesenangannya yang merepotkan. Segala kebiasaan yang menurut orang lain berlebihan. Segala perubahan hati yang terjadi begitu cepat. Segala sisi dirinya yang kadang muncul, kadang tenggelam. Kadang dewasa, kadang bermanja. Segala humornya yang kadang hanya dia yang mengerti. Segala tertawa kecil karena sesuatu yang menggelikan. Segala kata - kata yang terbata karena riuh otaknya tak membuat ia pandai merangkai kata seperti biasanya. Segala mimpi yang tak masuk akal. Segala pikiran - pikiran akan hal remeh pada bahasan tengah malam. Segala kekhawatiran berlebihan ketika semuanya tak sesuai dengan rencana.

Untuk bintang, akankah suatu hari ada seseorang yang dapat menerima segala cela dengan begitu ikhlasnya, tanpa berlari, tanpa menjauh. Akankah ada seseorang yang akhirnya memeluk segala celanya dan mengajak ia menerimanya bersama, bukan kecewa karena gadis kuat yang selama ini terlihat, tak sekuat, kelihatannya.
Dan bersama gugurnya embun pagi di salah satu hari hari penting, saya ikhlaskan kamu, harapan yang pernah ada. Terimakasih karena telah begitu menyenangkan. Semoga kamu selalu dalam lindungan Tuhan, dimudahkan segala urusan yang menyulitkan, diberikan hati untuk melapangkan bukan membingungkan. Mungkin bukan kamu, mungkin memang giliranku untuk bahagia masih jauh, tapi kamu tau, kamu tak akan pernah kehilangan aku. Semoga kamu selalu baik baik saja, karena dalam doa tak ada yang bernama, dan beberapa akan tetap mendoakanmu tanpa jeda. 
Saya mengikhlaskanmu pada setiap tetes hujan yang turun di badai besar bulan agustus. Pada kelip kelip bintang di perjalanan terakhir tengah malam setelah sepiring nas goreng tandas dihabiskan. Pada pesan pesan tak tersampaikan yang selamanya tersimpan dalam folder hp usang. Pada foto foto yang dihapuskan karena mengingatmu tak lagi terasa ringan. Pada setiap catatan yang disimpan semesta. Pada setiap doa doa yang dipanjatkan sendakala. Pada setiap harapan yang jadi pahala karena selamanya tak kan pernah jadi nyata. 

Saya mengikhlaskanmu pada cerita yang disimpan rapat sahabat saya. Pada cerita kepada ibu saya yang menganggapnya satu cerita gagal cinta yang kau punya dari beberapa cerita cinta sebenarnya yang disimpan Tuhan. Mengikhlaskanmu tak akan pernah jadi sederhana, tapi bukan berarti tak dapat dijalani dengan selapangnya dada.

Saya mengikhlaskan jatuh cinta dan melepasmu begitu saja. Seperti keikhlasan bulan yang mendamba bumi, dan berputar tanpa henti tak peduli dinginnya galaksi. Karena sederhana, itu adalah sesuatu yang memang seharusnya terjadi. 
Hatiku tak pernah setenang ini. bolehkah ku tidur barang sejenak? bersandar dihangatnya punggungmu, memejamkan mata dengan aku yang tau bahwa kau disana, tak akan pernah sekalipun berpindah. jika terlalu lama, bolehkah kau biarkan saja? jangan dibangunkan, jangan ditinggalkan. mungkin jiwaku lelah, mungkin aku telah berpasrah, mungkin aku lebih awal mengalah. 
Saya pernah belajar menjadi air untuk seorang api. Belajar menjadi seorang yang punya cadangan permintaan maaf akan apa yang terjadi. Belajar menjadi seseorang yang selalu disalahkan. Belajar menjadi seseorang dengan diri yang selalu tak cukup baik, tak cukup sempurna. Saya belajar meredam emosi ketika api sedang naik naiknya. Belajar bahwa sayang berarti menerima segala kurang. Belajar bahwa kemudian akan selalu ada batas terhadap kesabaran, walaupun katanya tak pernah ada batas. Belajar menerima bahwa tak ada yang abadi, dan terkadang wajar saja jika beberapa usaha kemudian sia sia. Saya kemudian belajar merajut luka, mengobatinya sendirian dengan perlahan dan tetap berjalan. Berusaha terlihat baik baik saja walaupun kecewa. Belajar bahwa tak semuanya akan berujung indah, yang terkadang kita sendiri yang mendefinisikannya. Belajar memaafkan dan mengikhlaskan, tapi tak kan pernah kembali. Belajar tau segala perjuangan perjalanan tak sepatutnya dibalas dengan mengembalikan masa lalu pada masa kini. Belajar bahwa beberapa hal memang tidak dapat dirubah, dengan beberapa hal lainnya hanya patut untuk dikunjungi, bukan ditempati, bukan didiami.

Kemudian, belajar mencintai lagi seolah belum pernah tersakiti. Belajar bagaimana terus berjalan maju walaupun masa lalu terkadang menghantui.
Ia meminta saya menulis tentang dia dan kehidupannya, memang salah satu ciri - ciri sahabat yang semena mena, tapi, ngangenin. Iya Ghin, akhirnya saya menulis untuk kamu dan segala kerumitan diri, hidup, dan hatimu yang tak sudah - sudah. Saya terdengar marah ya? iya, memang saya geram, karena menulismu ternyata tak semudah itu, menulismu membuat saya sadar kalau saya keliru. 

Keliru?

Kekeliruan pertama datang karena satu hal yang lucu. Bukan karena selama ini kamu telah menjadi sahabat yang jauh tapi selalu ingat, bukan juga karena kok ya lagi lagi cerita kita jatuh pada alur yang tak jauh berbeda, atau karena ternyata kamu telah jadi salah satu makhluk - makhluk kampus yang sukanya rapat hingga susah ditemui ketika saya sempat. Kekeliruan itu bukan berasal dari fakta - fakta yang ternyata benar adanya, tapi justru karena celetukan angan saya ketika kamu hadir dan meminta satu tulisan yang topiknya adalah kamu, "lah Ghin, dapatkah saya menggambarkan kamu secara lebih baik daripada band Peterpan dengan lagunya yang berjudul Sally?" 

Iya, Sally yang dilagu itu selalu sendiri.

Tapi setelah berpikir ternyata, emang iya, Ghina selalu sendiri?. Ghin, ngerasa selalu sendiri nggak? wkwk. Duh, yang niatnya nulis yang indah indah kok ya pengennya jadi nulis ngecengin Ghina and the perks of being Gadis remaja masa kini. Pertanyaan itu, kalau dilihat lagi jawabannya ternyata, nggak juga.

Kalau diingat - ingat, dulu kita pernah sedekat bangku nomer dua dan nomer tiga paling depan. Pernah juga berbagi pundak pada cerita - cerita yang tak terlalu manis untuk diingat. Bandingkan dengan sekarang, 12 jam naik kereta paling murah yang bikin pantat jadi panas, dipisahkan dua kota dengan gunungnya masing - masing, satu dibarat, satu di perbatasan antara tengah dan barat. Dulu saya selalu ada ketika kamu sedang galau galaunya, pun begitu sebaliknya. Sekarang tak akan ada cerita ketika tak ada tanya, atau sapa yang diada adakan. Semuanya tak apa, asal saya masih dianggap teman, asal kamu masih nyaman bercerita, dan dengan itu saya tahu, saya salah, kamu tak pernah sendiri. Sejak awal.

Kamu tak pernah jadi Sally. Kamu tak pernah sendiri, dan akan selalu begitu. Jika kamu melihat, ada banyak kawan yang doanya selalu lekat dalam perjalanan. Beberapa teman baru yang saya tak tau, atau teman lama kita dari masa lalu yang diam diam berpanjat untuk kesuksesanmu. Beberapa orang sebenarnya ada, walau fisiknya tak menemani, tapi diam diam ia peduli. Kadang memang terlihat tak peduli bahkan lupa, tapi kamu tau, yang peduli tak akan terlalu peduli apakah pedulinya dia dipedulikan. Yang terpenting adalah dia tau kamu baik baik saja dan selalu bahagia.

Belum lagi kedua orang tua yang selalu ada dan menjadi rumah ketika kamu sedang lelah lelahnya. Karna kita sama sama mengerti, cinta kedua orang tua kepada anak tunggalnya adalah satu jenis yang penuh dengan kekhawatiran, sayang, dan tanpa henti.

Selamat menua gin, Selamat menjadi yang paling tua diantara club twenty kita. Sendiri adalah kata yang jauh dari hidup lo, seenggaknya kalau sendiri, kita sendiri berdua, karna gue juga masih sendiri hahaha. Tapi gapapa, yang penting bahagia kan? 
yang penting bahagia.

dulu seseorang pernah dekat, lalu usai, dan akhirnya pergi, gapapa yang penting dia bahagia. ada juga seseorang yang selalu saja hadir, tapi ternyata gadis itu bukanlah satu satunya yang diperlakukan istimewa, gapapa yang penting dia bahagia. ada sahabat yang tak tau kalau ia dicintai sebegitunya dan tetap saja mengejar seseorang lain yang terus berlarian, gapapa yang penting dia bahagia. ada mereka yang menghampiri lalu menghilang karna sudah tak lagi membutuhkan, gapapa yang penting mereka bahagia.

lalu terpikirkan, akankah ada seseorang, diatas segala pengorbanan, yang lalu mengambil keputusan "gapapa yang penting dita bahagia", tanpa ada sedikit pun nada sarkasme, tulus karna memang ia hanya menginginkan saya untuk berbahagia.

lalu saya dihantam ingatan. ada. orang itu ada

perkenalkan mereka, kedua manusia yang tak kenal keluh walaupun sudah berpeluh, hanya agar saya bahagia dengan hidup yang mereka berikan. agar saya tak merasakan kelaparan dan kedinginan. agar saya selalu berkecukupan segalanya. mengaminkan dan percaya akan segala keputusan ragu ragu yang saya buat, selama itu benar. dan bangga atas segala pencapaian yang menurut orang lain biasa saja.

"gapapa, yang penting dita bahagia"
ya Allah, terimakasih atas hadiah paling indah yang tak pernah saya minta, tapi selalu saya syukuri tanpa jeda. semoga Allah memberikan saya waktu dan usaha sampai dapat berkata
"gapapa, yang penting bapak sama mama bahagia"
I am falling down, not that hard, but quite destructive.

I always know there is something wrong with me, sometimes i have manic, being in the top of everything, everybody knows me, I can do anything I want, even something that usually frightened me, it is no longer that scary. Even in the middle of the night, when nobody is around, I can dancing around feeling good about my self, about my body, that I am beautiful as long as I'm happy. 

And there is the time, the downfall. A time like this, I need more than dozen thing to be focus. I need something that terribly important to keep me doing something that I have to do, that it will just goes to waste if I abandon everything. But sometimes, this hectic mind telling me the opposite, and I abandon them. Things, people, good good people I know. Simple fact that makes me feeling stupid when soon, just really soon, I'll be miserable because having nobody around, to hug me, make me in comfort and telling me that it is okay not to be okay. And I forgot that I had pushed them at the very beginning. I closed the gate for everyone, I built that high high wall to keep them outside the borderline. I am forget that I am the one who make my own self feel desperately lonely. 

Sometimes I forgot that I have people that cover my pain, all of the weaknesses I have. Sometimes I just desperately running chasing for solution in small closed box.

And if it is true, that nobody is there, I forgot that I have Allah that always be there. I just didn't ask for help, I just too arrogant to ask His companion. That He is the only one that can make my heart complete, make me no longer feeling lonely when I exactly alone. Just Him.




Mungkin, aku masih ada dalam setiap hal yang kau ingat soal bahagia.
Bisa jadi, bahkan sweater biru yang sudah koyak itu masih berbau aku.
Atau, bukannya tidak mungkin, di kepala mu masih ada senyum yang serupa lengkungan bibirku.
Mengakar, sampai kebawah dan berdiam di hati.

Barang kali, kau masih menyayangiku sampai sebegitunya.
Barang kali, kita memang tak pernah benar benar berkesudahan.
Barang kali, segala kemungkinan kita hidup masing - masing adalah apa yang hanya di ada adakan.
Dan segala kemungkinan - kemungkinan akan itu berkumpul jadi satu dan bertemu dengan realitamu.
Realitaku.
Realita mereka.
Dan kemudian muncullah kemungkinan terakhir.

Mungkin, kita memang diharuskan belajar mengeja bahagia dengan orang yang berbeda.
Karena seperti yang kita tau, segala mungkin adalah apa yang telah kita lewati. Bukan lagi yang kita ingini. Bukan lagi dalam bentuk mimpi.

Suatu hari akan ada seseorang yang memelukmu saja ketika segalanya buram dan abu - abu.
Matamu akan serupa rumah baginya, senyummu akan menjadi teh hangat di senja hari teman berbagi cerita.
Lenganmu adalah beranda rumah yang selalu lekat dengan ingatan ketika ia sedang lelah lelahnya.
Segala kurangmu adalah semua yang ia maafkan dan menjadi pemakluman.
Segala lemahmu adalah celah yang ia usahakan untuk dilengkapi oleh bagian dirinya.
Pundahknya adalah segala yang kau butuhkan ketika dunia tak lagi menyenangkan.
Dan ketika kamu membuka mata, hanya ada ia yang tertidur dengan tenangnya, dibawah sinar matahari yang mengintip malu malu dari jendela. 
Lalu kau sadar, pagi itu, sela sela jarimu akhirnya terlengkapi dengan sempurna.

Suatu hari, kau akan lupa bagaimana kau pernah sebegitu tersakiti.
Suatu hari, segala bagian dirinya adalah pertemuan yang tak akan pernah jadi sesal walaupun perpisahan adalah suatu hal yang pasti.
Suatu hari, di tengah segala kebahagiaan yang dilimpahkan, kau hanya akan mengucap setinggi tingginya syukur kepada Illahi karena Ia selalu menepati segala janji.  
Mengobati apa - apa yang dilukai. 
Menggenapkan semua hati.
taukah kau, akan selalu ada gadis yang lebih cantik darimu. lebih berwarna dari riasanmu yang paling maksimal. lebih ceria. lebih pintar berbicara. bahkan lebih hebat logikanya sehingga ia dikatakan sepintar dewa. akan selalu ada gadis diluar sana yang dengan segala kombinasi kehebatannya, membuatmu seolah tak punya apa apa.

tapi saat itu, percayalah kepadaku. walaupun hidup ini baru menginjak tahun ke 20 tapi kutau dengan pasti. tak ada gadis yang sesempurna tokoh utama dalam cerita. akan selalu ada cacat yang tak kau ketahui karna setiap gadis punya caranya sendiri dalam menyembunyikan diri. masalahnya adalah apakah kau tau atau tidak, apakah itu penting atau tidak.

dan bahkan jika suatu ketika kau menganggapku berbohong. bahwa ada seorang gadis yang amat sangat kau kenal, segala lebih dan celanya, paket lengkap dari dirinya yang masih saja begitu sempurna menyilaukan mata, percayalah, bahwa kau tetap berharga. setiap gadis adalah spesial, unik, dan rumit. jangan biarkan cahaya gadis lain membuatmu kehilangan terangmu sendiri.

karna yang terpenting adalah kamu bahagia dengan segala kerumitan diri yang kau punya. kau memaafkan segala cela. kau mempercantik diri untuk membahagiakan diri sendiri, bukan karna pujian, bukan agar seorang anak laki laki mengejarmu kemanapun kau pergi. tujuan hidupmu lebih besar daripada hanya menjadi objek perbandingan. celakanya, itu dilakukan oleh diri kita sendiri.

dan tak kan dari segala mimpimu akan tercapai jika kau terus tak percaya bahwa sebenarnya kau berharga. bahwa kau sebenarnya bisa, dan segala potensimu tak akan hilang hanya karna gadis lain lebih cantik, pintar, dan membahagiakan daripada engkau.

memang benar akan selalu ada langit yang lebih tinggi, tapi bukankah lebih baik jika kita menciptakan langit kita sendiri?. tempat dimana segala impian dan tujuan tujuan besar digantungkan oleh gadis gadis pemimpi yang mencintai dirinya sendiri?.
jadi, siang itu kita berdua ditengah teriknya siang dan debu jalanan. kau terus saja bercerita sepanjang perjalanan. beragam, mulai dari rencanamu akan masa depan, sampai masa lalu ketika kita masih ada. rasanya ringan saja membahasmu kala itu, dengan beberapa bagian yang sengaja kau lewati. bagian yang sama sama tidak ingin kita ingat dan bawa kembali. bagian dimana kita saling bergantian menyakiti karena rasa dan keegoisan sendiri.

lalu ketika motormu berhenti di persimpangan lampu merah, kau bercerita tentang mimpimu menjadi laki laki berseragam serta rencana menjadikannya nyata. "tapi eyang gue bilang nggak usah dit, nanti kalo udah masuk pasti disuruh makan telor" ia berujar. "lah emang kenapa? kan enak" aku menimpali dengan keheranan, merasa itu adalah detail yang tak penting. "ya gue kan nggak suka telor".

 "oia ya, gue lupa" dengan rasa kaget yang tidak diada adakan.

bukan karena fakta kecil yang kau katakan tentang dirimu, tetapi fakta bahwa akhirnya aku lupa bahwa aku pernah menganlmu sebegitu dalam. lupa bahwa segala detail kehidupanmu pernah kuingat sampai seperti hantu, seringkali datang dan menakutkan tanpa diundang. aku lupa pernah mengenalmu lebih baik daripada aku mengenal diriku sendiri.

dan pada pertemuan kita yang terakhir kau menyadarkanku seberapa jauh kita telah berjalan dan berjuang untuk melupakan. bahwa pada waktu yang tepat, melupakan ternyata sesederhana menemukan hal yang berhubungan dengan dia, dan tersenyum dengan ringannya, tanpa tangis ataupun sedih yang dahulu amat lekat.


hai kamu, ini kali kedua saya menulis untukmu. yang pertama tak bernama, kali ini tak tersampaikan. entah mana yang lebih baik, yang pasti jika itu keajaiban entah bagaimana kau akan tau. tepat pada waktu yang paling benar dari segala waktu yang kita punya selama ini sampai nanti. itu masalah semesta kapan dan bagaimana kamu membacanya.

mengingat itu, taukah kamu semesta itu lucu. dulu berbagi pikiran denganmu hanya sebatas urusan memaksa, saat ini semua urusanmu jadi urusan kita, segala keherananmu jadi keherenan kita. lucunya, walaupun kata kita belum ada, tapi segalanya tiba tiba jadi kita. kamu menyenangkan, dan sejauh yang kutau, kamu juga membahagiakan. dan yang paling menyenangkan dari semuanya adalah dapat menuliskanmu dengan sebegini ringan. menuliskanmu menjadi terapi sendiri untuk hari hari patah akhir akhir ini. kamu, telah sempurna aku abadikan. haruskah ku ucapkan selamat sebesar besarnya? hehe.

satu yang mungkin kamu belum tau, aku suka plot twist dari setiap cerita. dan untuk cerita kita, plot twistnya adalah, aku mundur. 

pertanyaanmu beberapa minggu lalu menjebak. namun, segala kerumitan ceritamu sepertinya tak butuh aku didalamnya. banyak beban tak terlihat yang berlipat ketika aku semakin tau. dekat denganmu membuatku punya pisau untuk menusuk gadis lain. beberapa diantaranya adalah teman dekatku. beberapa lainnya adalah kabar burung yang berlalu. pisau yang sama yang menusukku beberapa waktu lalu. berjalan beriringan dengan hari harimu membuatku menempatkan seseorang dalam posisi yang sama menyakitkannya. membuat luka yang aku hafal benar sakitnya. luka yang perlahan kering seiring kamu yang terus ada. 

dilema ya?

tapi akhirnya aku sadar aku bukan siapa siapa ditengah rentetan ceritamu yang panjang itu. kemunduranku tak akan sesignifikan itu. selesaikanlah segala ceritamu yang lalu. seperti aku yang masih belajar menyembuhkan luka, walaupun kali ini harus kuperban sendirian. 

semoga kamu selalu bahagia. semoga segala kemudahan dilimpahkan kepada setiap urusanmu yang memusingkan. selalu ingat, bahwa dalam doa tak ada yang bernama, dan beberapa diantaranya selalu mendoakanmu tanpa jeda. 


Kunang kunang kusayang, ada gadis kecil yang merindu terang. ia kedinginan dan ingin dihangatkan, entah oleh apa. di dalam kepalanya segala pikiran bercabang dan mengakar. tumbuh liar serupa belukar. mencari jawaban diantara kegamangan orang orang.

Kunang kunang kusayang, tahukah kau hembusan angin malam tak pernah menyurutkan segala tanya. riuhnya badai tak dapat meredam segala suara yang hanya dapat ia dengar. suara yang jauh, yang asalnya dari entah. memanggil dan meraung namanya setiap ia terjebak dalam sunyi yang ia ciptakan sendiri.

Kunang kunang kusayang, seringkali ia menangis dalam sepi. tertidur diatas basahnya bantal, dan meringis menahan sakit dari luka tak berdarah. kadang ia meringik karna tak kuat menahan apa yang ada di dalam dada. bercerita kepada langit langit kamar, dan menatapnya serupa manusia.

Kunang kunang kusayang, bisakah kau sampaikan entah kepada siapa. pertanyaan yanh selama ini ada di dalam kepalanya. yang menggerogoti ia perlahan dan membebankan. jika memang semudah itu menciptakan dunia, mengapa Ia tak mencipta rasa yang sederhana di dalam hidupnya, dimana semuanya saling berbalaskan, bukan berlarian, bukan rasa yang menyakiti lebih banyak gadis kecil lainnua?. 

Bukan membangkang, ia hanya sederhana percaya, bahwa semua hal ada alasannya, begitu juga kesalahan dalam cerita miliknya. ia hanya perlu tahu apa dan semua selesai
ni untuk buku yang selama ini selalu ada tanpa diminta.

sore ini, saya mengunjungi salah satu rumah kecil berwarna biru langit dipinggir jalan yang menurun. mungkin rumah itu adalah salah satu rumah favorit saya di desa terpencil disudut kota purbalingga. kunjungan saya dipenghujung sore bersama seorang teman terkait urusan KKN yang sudah hampir sebulan ini kami jalani. tak ada yang spesial dari bangunannya yang sederhana, tapi kalau saja kamu lihat kedalam, berjejerlah beberapa rak berisi buku beraneka rupa. mulai dari ensiklopedia, kisah nabi - nabi, sampai novel teenlit khas remaja. iya, rumah itu adalah pustaka kecil ditengah dusun yang kesadaran membacanya masih dibawah rendah. dan bagi saya, menemukannya ditengah sunyinya desa ini merupakan suatu oase tersendiri yang membuat saya ingat, saya rindu akan buku yang bertumpuk, aroma kertas - kertasnya, dan segala petualangan ke dunia berbeda, yang hanya butuh modal niat membaca dan kamu bisa ada disana dan merasa segalanya. 

and like every books does to me, it ease me in no one and nothing else can do. jika diingat lagi, sebenarnya, sore itu saya beranjak dengan malas dan bersiap tanpa tenaga. tak ingin rasanya bergerak ketika hati sedang tak lengkap, dan pikiran yang tak tuntas. namun saya paksakan karna seperti ibu saya pernah berkata, jika sakit, janganlah kamu bermanja. ini memang bukan sakit fisik tapi rasanya beda tipis, dan kadang merusak lebih parah dengan caranya sendiri. ragu pun selalu lekat dikepala saya sesorean itu, ragu akan segala sesuatu, dengan orang baru, setiap kesempatan yang akan saya tolak walaupun belum tentu ada kali kedua dia datang lagi. 

tetapi, sampainya disana saya lupa semuanya. saya tenggelam pada perasaan senang yang meluap ketika melihat beberapa buku keinginan saya berbaris di beberapa rak. seketika saya lupa bahwa saya tak pernah mendapatkan rasa tapi harus kehilangan teman, lupa bahwa logika dan perasaan ini seperti sedang dipermainkan, dan lupa bahwa selamanya saya hanyalah seorang teman yang pandai berbohong dan selalu berdoa. karna buku saya bisa lupa kalau hari ini sebenarnya saya sedang mengecap pahitnya mengikhlaskan dan berjalan ditengah segala ketidakpastian. buku punya keajaiban tersendiri yang tak pernah saya lupakan.

dan sepulangnya dari sana saya bertekad untuk memiliki rumah biru pustaka saya sendiri. yanh akan jadi oase untuk semua pencandu buku yang sedang mencari tempat bersembunyi untuk segala sakit yanh iingin ia lupakan walaupun barang sejenak, bahkan jika itu hanya untuk satu paragraf pembuka pertama.

Tepat pukul 1 dini hari. Beberapa jam sebelum saya berangkat KKN selama 35 hari di kota lain. Catatan ini mungkin suatu perpisahan pada beberapa sisi, mungkin juga suatu awal baru ketika kamu melihat dari sisi lain. Apapun itu, catatan ini penuh dengan isi kepala saya semenjak hari itu saya di demisionerkan oleh forum. Jelasnya, catatan ini adalah salah satu hal penting, satu dari sekian banyak memori yang ingin saya ingat dan jaga seumur hidup agar tidak hilang karena waktu. Saya kehabisan kata harus mulai darimana. Namun saya punya feeling bahwa ini adalah kesempatan terakhir saya mengabadikan mereka, sebelum saya akhirnya benar - benar lepas dan menjadi mahasiswa tingkat akhir seutuhnya. Ingat bukan kalau saya selalu jujur dalam bercerita? maka catatan ini bukan pengecualian, bahkan mungkin catatan paling jujur dari semua yang pernah saya buat. 

Masih jelas dalam ingatan, kali pertama saya bertemu dia yang menunggu sendirian di depan salah satu sekre dari beberapa organisasi yang ingin saya ikuti kala itu. Ketika sekretariat lain ramai, herannya cuma sekre itu yang sepi dan hanya ditunggui oleh seseorang yang wajahnya familiar "ah, itu kan mas mas yang waktu itu ngomong di depan pas osmb". Dua hal yang terlintas kala itu, pertama adalah "Kasian banget nunggu sendirian, padahal sekre yang lain rame", kedua adalah "Nggak jadi daftar aja apa ya, sepi banget gini, nanti gue nggak ada temennya lagi". Dan dua tahun setelahnya ternyata saya menggantikan dia, si mas mas terkenal, menunggu di depan sekretariat paling ujung dan tak terlihat dari manapun ketika penerimaan mahasiswa baru. Bedanya kali ini saya jauh lebih beruntung, karna saya tak jadi seseorang yang menunggu sendirian ditengah ramai. dan Catatan ini untuk mengabadikan mereka, 34 orang yang setahun ini sudah mengizinkan saya mengikuti perjalanan hidup mereka walau dalam waktu singkat.

Ini surat cinta, kalau kalian tau. Surat cinta saya yang kirimkan paling banyak hahaha.

Untuk ke34 orang lainnya, saya hanya ingin mengatakan terimakasih dan maaf. Sepertinya dua hal itu yang selalu ada dalam perpisahan ya, hehe. Terimakasih karena banyak memberikan pelajaran yang berarti. Pelajaran bagaimana mengerti bahwa menyatukan 34 orang itu bukan hal yang mudah. Karna kalian juga saya belajar merelakan sesuatu yang selama ini saya inginkan dengan sangat. Belajar bahwa proses akan selamanya lebih saya hargai daripada hasil. Dan belajar bahwa tak ada manusia yang jahat. yang terpenting, belajar bahwa definisi rumah bukan lagi bangunan bercat biru langit, ataupun manusia dengan pertalian darah yang disebut keluarga. Ternyata rumah juga bisa hadir dalam bentuk pilihan yang akhirnya kamu bertahan di dalamnya, walau dengan susah payah dan beberpaa pengorbanan. Rumah dimana saya melihat perjalanan hidup singkat 35 orang di dalamnya. Pundak ini sudah beberapa kali dibasahi oleh air mata karena tekanan yang tak sanggup mereka tanggung sendiri. Beratnya tanggung jawab adalah hal yang lumrah untuk dibagi kala itu. Dan seperti manusia yang sedang belajar, akan selalu ada maaf dalam setiap kesalahan yang dibuat, dan maklum karena itu adalah bagian dari proses setiap individu.

Yang kedua adalah maaf. Maaf karena sering kali abai akan tugas. Maaf karena sering kali saya mengedepankan ego dan berpikir yang tidak - tidak. Maaf juga karena selamanya mungkin saya tak akan pernah jadi kakak yang dapat mendengar seluruh suara adik ataupun teman - temannya yang lain. Dan banyak sesal yang lain, salah satunya adalah sesal karna kadang saya tak bisa berbohong bahwa saya tidak kecewa akan beberapa hal. Saya juga minta maaf jika memang ketika salah satu dari mereka membaca ini dan tak merasakan apa apa, itu salah saya sepenuhnya, bahwa berarti, saya gagal menyediakan 'rumah' yang nyaman untuk sebagian orang.

Terakhir, semoga kalian bahagia dengan segala pilihan yang kalian buat. Baik itu bertahan, maupun tidak. Setelahnya tak kan ada sesal ataupun kesal, karena saya mengerti bahwa setiap manusia punya medan perangnya masing - masing. Organisasi ini mungkin hanya organisasi biasa, umurnya baru 17, masih mencari jati diri kata orang. Akan ada banyak hal yang terjadi di depan, akan ada banyak perubahan yang mungkin terjadi ketika kepengurusan berganti. Organisasi ini akan terus berubah kedepannya, baik kalian ingin atau tidak. Ketika kalian di atas pun kalian akan dengar segala omongan orang yang selama ini diredam, selayaknya orang yang sok tau, maka biarkan saja. Yang pasti, setelah ini, sungguh tak akan ada sesal ketika semua selesai. Karna walaupun seseorang pernah bertanya apakah ada proses yang buruk? menurut saya, tak ada proses yang buruk atau bahkan sia sia ketika kita memang berniat baik dan sungguh - sungguh melakukannya dimanapun itu. Tak ada kegagalan yang mutlak, kecuali jika seseorang tak dapat mengambil sesuatu dari suatu hal yang terjadi. There will always be a silver lining in every clouds, if you cant find one, remember that you always have a chance to make one, because everything depends on how we see things.

Dan saya berharap semoga setelah ini saya tetap dapat jadi seseorang yang teman teman percaya untuk bercerita atau meminta saran apapun itu. Seseorang yang tidak segan teman teman sapa ketika bertemu di koridor kampus atau entah dimana beberapa tahun kedepan. Seseorang yang walaupun dengan segala alfanya tetap dapat diingat dengan sesuatu yang baik dan menyenangkan. Tepat sama seperti ketika saya mengingat anak anak kecil sega 15/16 yang setahun ini kelimpungan, kesana kemari mengurusi beberapa event hehe. Stay loveable kalian dan selamat berbahagia :)


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Panjang Umur Wanita
  • replacement
  • susu jahe hangat
  • mei

Categories

  • Reviews
  • Stories
  • Unsend Letters

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2021 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (3)
  • ►  2020 (46)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (28)
    • ►  Desember (11)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (21)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (62)
    • ►  November (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (15)
    • ►  Januari (13)
  • ▼  2016 (55)
    • ▼  Desember (8)
      • Khawatir
      • Doa
      • Pengejaran
      • Curse
      • Someday Ver 2.0
      • Selesai
      • Purnama
      • What About You?
    • ►  November (12)
      • Hilang
      • a Cause
      • Dini Hari yang Tak Sebaik Itu
      • Move On Ver.2.0
      • Ombak
      • 31 Desember 2015 : Kini
      • 31 Desember 2015 : Refleksi Kenapa
      • 31 Desember 2015 : Refleksi Melupakan
      • Hari-hari Berbeda
      • Dan terkadang, bahkan saya sudah lari sebelum men...
      • Surat Cinta
      • Menjadi Dewasa
    • ►  Oktober (10)
      • Bittersweet October
      • Seperti Sandekala
      • Mengerikannya.
      • Life Nowadays
      • Dihampir
      • Impian Gadis Langit
      • Soal Rela dan Bahagia
      • Untuk Bintang
      • Surat Terakhir
      • Ikhlas
    • ►  September (7)
      • Tenang dan Kenang
      • Bosan
      • Ghina Bukan Sally
      • Gapapa, Yang Penting Bahagia
      • Downfall
      • Mungkin
      • Someday,
    • ►  Agustus (5)
      • Untuk Yang Selalu Meragu
      • Tiga Tahun Setelahnya
      • Merah, Hitam.
      • Kunang - kunang
      • Kuda Pustaka
    • ►  Juli (1)
      • SEGA'S ORGANIZER 2015/2016
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (26)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (48)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2013 (52)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2012 (68)
    • ►  Desember (23)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (13)
    • ►  Desember (13)

Pengikut

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates