Hellonjo!

Soal cerita melelahkan juga banyak hal - hal yang menyenangkan.



Izinkan aku hilang untuk dicari. Sekali saja kali ini. Aku hanya ingin tahu, bahwa aku bukan siapa-siapamu. Aku memang tak seberarti itu. Aku tak akan pernah menjadi gadis dalam kepalamu. Menjelma serupa mimpi yang terus saja berputar dalam kepala. Menjelma jadi seseorang yang ingin kau lihat pertama kali di setiap harinya. Menjelma menjadi sesuatu yang kamu tau, tak akan pernah kamu sesali keberadaannya walaupun tau tak akan selalu ada bahagia. Menjadi wanita yang punggungnya kamu kuatkan, kejatuhannya kamu tanggung, dan setiap jejaknya kamu ikuti dengan sabar.

Izinkan saja aku hilang. Jika memang tak kau cari, tak apa. Aku sudah biasa pada kedatangan mendadak dan kepergian yang cepat. Toh, hidup akan terus saja seperti itu, masalah kita yang pergi atau ditinggal pergi. Masalah sampai sejauh apa kelapangan hati ketika diuji. Sampai sejauh apa aku menerima bahwa ini adalah satu cerita yang gagal lagi. 

Aku masih berlari saat ini ketika kau cari. Jika kau mencari.
Dan sembari itu, aku akan terus saja berdoa untuk hal-hal yang aku percaya, kamu percaya. Karena doa adalah pertanyaan yang tak pernah punya jawaban yang salah. Tak pernah terlambat, atau salah tempat. Lagipula itu kan batas manusia? berdoa, berusaha, lalu menerima.

"There's some kind of storm brewing in his eyes, Only veiled by a thin disguise"
When you live for a bigger cause, every things that less important for others started to blur. You'll start have a better life, better meaning in every thing you do. You come to a point that your life is important as you continue to helping others. Heartbreaks, glitch in your business, shit people told behind your back, finally don't matters. How come it still matters when you realized, thousands people are starving, cancer still big hits for human population, global warming is growing and likely unavoidable, and moral degradation become worst day by day even education is developing. 

You are young, and there are lot of things you can do instead of mourning a teenage story you have now. There are a lot to do, and it starts from your mind set. Starts from every simple choice in your daily life.

It is when I wake up and new idea comes up. I want to become one of people that work for a cause, not for applause.
Ini bukan dini hari yang baik. Dimana segala patah hati melebur kedalam doa. Luruh bersama tangisnya sepasang mata gadis remaja. Ini bukan dini hari yang seperti itu. Jam 3 pagi ini merupakan dini hari yang serupa relung dari segala lupa. Lupa akan Tuhan, lupa bahwa hati pernah lupa bahwa tak semuanya baik-baik saja, lupa akan nikmat yang disediakan semesta. Segala lupa kemudian bersatu menjadi ragu akan kelopak mata yang membuka di beberapa jam setelah ini. Tak ada yang pasti diatas bumi yang berputar mengitari matahari. Hatiku, hatinya, nafasku, nafasnya, nafas mereka, dan segala harap akan bahagia. Ragu kemudian tumbuh mengakar dan berkembang pada setiap tanah yang dipijak. Bersemayam dalam pilihan-pilihan yang tergesa. Terasa di dalam nadi pada tangan yang menyerah lalu menenangadah, selama ini untuk apa semuanya? Mengapa ia masih saja dipusingkan oleh hal-hal remeh duniawi?. Dini hari ini akhirnya tak terlalu buruk. Setidaknya ia tak lagi lupa dan kembali ingat berdoa. Kemudian ia ragu akankah doanya dini hari setulus itu. Doanya tak lagi hanya miliknya, atau untuk kedua orang tuanya. Dini hari itu, doanya berselingkuh dengan rindu-rindu yang tak tersampaikan, peluk yang kedinginan, dan ingin yang selamanya hanya jadi ingin. Pada akhirnya ia kembali bersujud dengan alasan berbeda. Dan tetap saja, pada akhirnya ia tersadar, ini tetap bukan dini hari yang baik.   

Kalau kata John Green, jatuh cinta itu seperti tertidur, perlahan lalu tiba-tiba. Saya pikir, perumpamaan itu sama seperti apa yang kata orang-orang move on. Awalnya akan terasa berat, lalu ketika akhirnya kamu memilih untuk mengikhlaskan, rasanya waktu yang terlewati akan lama sampai kamu harus berlari dari satu pengalihan ke pengalihan lainnya. Menjalani hari-hari dengan berusaha menjadi biasa. Versi paling biasa dari yang kamu bisa. Kamu terus saja berjalan jauh, sampai seseorang dengan nama baru bertamu, menawarkan cerita yang benar-benar baru kehadapanmu. Kamu mencoba lalu tau bahwa ini bukan saatnya. Masa lalu masih terlalu baik dan belum ada gantinya. Tak akan ada yang sama seperti dia. Tak akan ada yang sebaik itu dimatamu seperti dia. Akhirnya satu orang terlewati begitu saja. 

Lalu kamu memutuskan untuk melanjutkan perjalananmu. Satu langkah diikuti langkah lainnya. Kadang tergesa, kadang terseok, kadang penuh dengan keinginan untuk kembali lagi ke titik nol kamu beranjak. Tapi tidak, kamu tau diam bukan sahabat terbaik kala itu. Ragu memang selalu dalam genggaman tapi kamu akan terus saja berjalan. Sampai apa-apa yang dulu dipaksa untuk menjadi biasa kemudian menjadi kebiasaan. Kamu biasa saja menjalani hari. Bertemu orang baru, berusaha pada hal-hal yang selama ini tak terlihat dan tenggelam. Membuat cerita baru dengan lebih banyak kenangan yang kemudian kamu tulis dalam catatan-catatan buku harian. Menciptakan makna pada setiap obrolan-obrolan di senja hari dalam kesempatan berbagi kopi. Kamu membuat sahabat baru, menemukan keluarga baru. 

Tertawa tak lagi terasa berat. Kamu bahagia bukan lagi karena semesta dan orang-orang. Bahagia akhirnya berada dalam kendalimu secara sadar. Kamu memilihnya setiap pagi ketika membuka mata, melantunkan kata seperti mantra dibawah langit-langit kamar yang selamanya hanya akan jadi pendengar. Beberapa peluang kemudian bermunculan untuk meraih masa depan. Kamu sanggup bermimpi lagi untuk hal-hal yang dulu terasa terlalu jauh digapai tangan. Kamu mulai merasa berharga, bernilai. Lupa bahwa dulu kau sempat berpikir bahwa diri ini hanyalah seorang pecundang yang kualitasnya tak cukup baik sehingga dicampakkan orang. Lalu kau semakin bahagia menjalani pilihan-pilihan menuju mimpimu yang semakin dekat dari hari ke hari. 

Dalam perjalanan itu kemudian kamu bertemu dengan dia, seseorang dari masa lalu yang kamu tau begitu lekat. And for a while, your heart skipping its beat. For a several nothing seconds. Lalu kamu tersenyum dan menyapanya seperti biasa. Menanyakan kabarnya kini, dimana dia bekerja, bagaimana keluarganya, menetap dimana akhirnya dia. Kamu lupa beberapa tanya yang dulu ada di daftar panjang dalam kepala, yang kamu buat ketika sedang sakit-sakitnya. Sanggupkah dia menjaga dirinya sendiri? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia merasakan kehilangan yang sama dalam malam-malam kesepian? Bahagiakah dia sekarang?. Tidak, daftar itu sudah menjadi usang dan terselip entah dimana seperti catatan-catatan masa lalu lainnya. 

Walaupun begitu, kamu masih ingat beberapa memori. Kenangan-kenangan tentang kapan kalian bertemu, apa kesukaannya, dimana kalian menghabiskan waktu, atau sekedar kenangan tentang kalian yang tertawa bersama melihat kebodohan seorang teman. Kalian membawa itu lagi, dan secara tiba-tiba, kamu sadar sesuatu. Tak ada rindu ketika mengingat segala kebiasaannya. Tak ada degup ketika menjabat tangannya. Tak ada rasa kehilangan ketika masing-masing berucap selamat tinggal. Tak ada rasa sesak ketika kau melihat bayangan punggungnya semakin kecil diujung jalan. 
Saat itu kamu tau, kamu tak lagi tersakiti. 
Saat itu kamu tau, kamu sudah beranjak dan membuka tangan pada orang lain lagi. 
Saat itu kamu tau, dirimu tak lagi pincang.
Saat itu kamu tau, walau hatimu belum lengkap, tapi akhirnya kamu merasa cukup akan segala sesuatu.
Kamu cukup dengan keluargamu, sahabatmu, dan segala mimpi yang kamu percaya.
Kamu bahagia.


"One minute they arrive, next you know they're gone, they fly on"



Kamu akan selalu seperti ombak

Dihancurkan dalam debur

Lalu kembali, sekali lagi, dan sekali lagi
Malas menyusun rencana adalah salah satunya. Saya bukan orang yang terencana. Rencana pernah mematahkan hati saya berkeping keping, dan oleh karenanya saya mendapuk dia menjadi salah satu musuh bebuyutan. Semuanya saya lakukan dengan satu impulse besar ke impulse besar lainnya. Tak pernah secara terstruktur dan rapih, karena menurut saya, semua yang datang sudah digariskan dan akan selalu ada jalan. Imbasnya? setiap kejadian saya lewati dengan diri yang babak belur, kepayahan, karena tak punya strategi untuk menghadapi sistem birokrasi. Jauh ya korelasinya, tapi menurut saya, hal tersebut berhubungan. Berantakan itu indah, berantakan adalah kejayaan yang saya sesap di ujung hari ketika seharian sudah dicekoki dengan usaha rambang susah payah. Tak ada salahnya sih, tapi diujung hari yang saya dapatkan hanyalah diri saya yang kelelahan tanpa tau esensi dari setiap usaha. Semuanya hanya berdasarkan tekanan sih, berdasarkan tuntutan dari semua orang disekitar saya. Gue babak belur for nothing ahahaha.

Saya pernah dikecewakan oleh rencana, akhirnya I've never set a goal lately. Karena itu saya jadi malas, karena itu saya tenggelam dalam usaha orang lain untuk mencapai goalnya. Mungkin karena selama ini saya terlalu mengabdikan diri untuk orang - orang lain disekitar saya. Dan pertanyaan lama akhirnya mneghantam saya.

Buat apa rencana kalau pada akhirnya Tuhan yang menentukan?

Bener sih, tapi ada hal yang membuat saya terlupa. Satu pertanyaan di malam tahun baru kepada salah satu teman saya "Ngapain lo ngerencanain kalo pada akhirnya cuma rencana Tuhan yang bakal jalan?". Teman saya lalu menjawab, yah saya lupa sih tepatnya seperti apa hahaha. Tapi paling tidak, saya sudah dapat gagasan paling esensial dari apa yang dia katakan kala itu. 

Sederhana, karena kita masih manusia yang bernafas, dan masih hidup, butuh energi, bukan zombie yang asal jalan aja nabrak - nabrakin diri ke benda padat apapun didepannya. Kita harus set a goal. Punya rencana, apa yang mau saya raih. Bukan untuk jumawa, hanya sekedar energi untuk terus berlari. Itu yang hilang, energi saya akhir akhir ini hanya saya dapatkan dari tuntutan orang lain, dari pilihan terlanjur saya di masa lalu. Ketika sudah mulai habis, saya sudah tak punya energi lagi untuk berlari. Akhirnya jadi malas, jadi asal terima apapun yang ada di depan saya. Sekarang saya tak ada bedanya dengan zombie di game plant versus zombie hahaha.
.
.
.
.
Tulisan itu adalah 3 post tepat di pergantian tahun 2015. Sebelas bulan setelahnya baru saya punya keinginan untuk melihat dan membebaskannya dari list Draft hahaha. Tidak apa - apa ya? paling tidak catatan ini akan jadi pengingat untuk saya di masa - masa ini. Waktu krusial saya sebagai mahasiswa tingkat akhir. Iya, saya sedang bimbang dan tak tahu harus apa karena belakangan saya tahu bahwa hidup mahasiswa tingkat akhir kesulitannya memang bermacam - macam. Tapi saya selalu percaya bahwa akan selalu ada kemudahan dibalik setiap kesulitan yang Ia berikan. Bahkan ketika kesulitan itu menjadi nyata dan saya seperti kehilangan segala jalan atas apa apa yang saya rencanakan, saya selalu percaya bahwa itu adalah yang terbaik menurutNya dan seketika hati saya jadi pasrah dan tenang - tenang saja. Kabar baiknya, kali ini saya tak lagi terjebak dengan pilihan - pilihan orang lain. Beberapa pilihan penting ada karena saya yang memilihnya secara sadar, bukan apa yang orang lain inginkan. Hla itu membuat saya malu untuk mundur, dan segalanya ringan saja dijalankan. Karena sederhana, ini pilihan saya, walaupun terjal, walaupun tak akan mudah tapi saya tau, saya akan bahagia. Sesederhana itu tujuan saya, dan semoga saya tak mengecewakan manusia - manusia yang sudah percaya sampai sebegitunya. Semoga kalian juga dimudahkan segalanya ya. Selalu percaya bahwa tak akan pernah kalian sendirian karena ini adalah bumi dari manusia yang berjuang dalam peperangannya masing - masing.
Terlepas dari nostalgia, di tahun - tahun ini banyak sekali hal - hal yang  muncul. Saya menemukan bahwa hidup di usia 20 adalah masa - masa riskan. Sudah tidak ada lagi naungan yang akan melindungi kita dari setiap hujan cercaan, tidak akan ada secret service yang diam diam menyediakan apa yang kita butuhkan, dan akhirnya tau, bahwa kepada lembaga adminsitratif lah semua kerumitan soal urusan dunia bermuara hahaha. Ah, yang paling penting, mengerti bahwa sebenarnya, musuh terbesar manusia adalah . . . . diri sendiri. Saya, akhir - akhir ini, sering kali dikalahkan oleh diri saya yang lain. Diri saya yang malas, penakut, merasa tak pernah cukup dan materialistis. Sampai pada akhirnya saya dibenturkan dengan pertanyaan klasik pada saat - saat seperti ini "Gue ngapain ya ngelakuin ini semua?"

Untuk siapa saya dapat nilai bagus? Untuk apa saya kuliah sampai kepayahan ketika pada akhirnya soft skill yang diagung agungkan orang adalah apa yang dunia kerja minta? Untuk apa idealisme saya pegang ketika pada akhirnya saya hanya jadi budak korporasi? dan untuk apa saya mati matian jadi gadis independen jika akhirnya modal terbesar di hidup saya sebagai ibu rumah tangga adalah kemampuan memasak dan ovarium yang sehat untuk melanjutkan generasi keluarga besar?

Mungkin pertanyaan yang paling esensial dari itu semua adalah, mau jadi apa saya beberapa tahun kedepan?

"You are what you want to become". 

Diatas adalah kalimat yang saya tulis secara sadar dibuku catatan lusuh yang saya bawa kemanapun. Masalahnya, sepertinya tak pernah saya menuliskan secara konkrit, apa yang saya inginkan dari diri saya sendiri. Oleh karenya,  Dear my future self, read this when you forget. When everything seems so blurred and nothing worth for every effort. When tired is the only word you know well for so long after every road you had gone through.

Saya ingin jadi wanita kuat yang bisa melindungi orang orang disekitar saya. Independen adalah kata kuncinya, bahkan ketika jadi seorang istri, hal itu masih sama pentingnya dengan patuh kepada suami. Sekarang, siapa yang bisa jamin bahwa definisi menikah adalah selalu punya seseorang yang bisa digantungkan, belum tentu, bahkan definisi tersebut mendekati fatal. Menikah adalah penggabungan dua manusia dewasa jadi satu, bukan satu gadis kecil yang tidak bisa apapun dan satu manusia dewasa yang siap menanggung segala beban. Terlepas dari menikah, lah memangnya saya sudah pasti akan menikah dalam waktu dekat? hahaha, ada orang tua yang butuh saya untuk jadi seorang manusia independen. Mereka pasti menua, bahkan saat ini pun proses itu sedang berjalan dan mereka menjalaninya dengan bahagia. Tapi intinya, mulai dari sekarang, saya sudah harus bisa jadi yang mereka andalkan. Atau paling tidak, saya tidak perlu lah membuat mereka pusing karena hal hal yang seharusnya sudah bisa saya urus sendiri. Pada alasan tersebut, saya harus independen, dan malas tidak termasuk kedalam definisi tersebut.


Sudah sering saya mendapatkan saran untuk segera saja membuat buku. Menyalurkan hobi menulis dan bercerita yang mendadak ada karena salah satu fase di hidup saya, fase remaja antara 17 - 20. Waktu yang sebentar untuk sebuah perjuangan menuju kedewasaan, tapi terlalu lama untuk sesuatu hal memusingkan yang namanya Cinta hahaha. Termasuk malam ini, ketika untuk kesekian kalinya, salah satu teman saya menyarankan saya untuk lebih sering menulis. Bukan satu tulisan yang curhat atau bercerita, tetapi satu tulisan serius soal fiksi, biografi, atau hal lain yang mungkin bisa membuat saya jadi kaya raya hahaha. Menarik, tapi let's see, sepertinya saya belum siap untuk itu. 

Tulisan, terutama blog, bagi saya adalah suatu jurnal yang menceritakan fase - fase penting di hidup saya. Bagaimana saya berpikir, bagaimana saya berubah, dan bagaimana saya, menjalani setiap proses untuk menjadi karakter manusia yang saya inginkan. Blog menyimpan itu semua di balik lini masa, disimpan dalam setiap tulisan absurd yang bahkan, tulisan fiksi sekalipun, hanyalah bentuk lain dari salah satu figura kejadian di hidup saya. Setiap penulis pasti punya signature stylenya sendiri, dan kejujuran adalah apa yang saya miliki. Contohnya pada momen tahun baruan seperti ini, membuka post - post jaman baheula adalah nostalgia paling seru yang saya punya, melihat bagaimana ternyata, bahkan seorang anak kecil seperti saya berubah jadi sesuatu yang, entah, lebih baik atau sebaliknya.

Dan saya terjebak pada belasan post tentang saya berumur 17 tahun yang sedang desperately broken heart. 

Belasan post yang membuat saya akhirnya berkaca dan mengerti, bahwa satu pertanyaan telah terjawab. Pertanyaan soal, akankah saya punya kehidupan saya lagi seutuhnya, tanpa adanya intervensi dari kenangan kenangan tak perlu, atau, manusia yang keberadaannya dulu begitu lekat, sampai bahkan kehilangannya dapat meninggalkan bekas parut yang sampai sekarang mungkin tak bisa hilang. Akankah saya punya hidup saya lagi seutuhnya, dan Ya, saya punya itu sekarang. Bukan berarti semua beban sudah hilang, hanya saja, ketika manusia menjadi dewasa, maka hidup berdampingan dengan masa lalu ternyata adalah hal paling normal sebagai manusia. Ya, saya pernah sebodoh itu, dan ya, kami memang pernah ada, tapi tetap tak baik diadakan lagi karena beberapa alasan yang nampaknya lebih rasional ketimbang menganggungkan perasaan. Dulu, berulang kali saya ucapkan bahwa hidup saya telah bersih dari seorang dia, namun di tahun baru ini, saya sadar, bahwa bersih adalah definisi paling semu yang bisa saya buat. Saya tidak akan pernah bersih, akan selalu ada dia dan cerita kami yang mengikuti setiap orang baru yang hadir, namun, rasanya saat ini jika mengingat cerita itu, yang ada hanyalah perasaan "saya harap kita bisa benar benar jadi teman sekarang". 


Pada harinya, segala pesanmu adalah yang membuat saya berjalan setiap hari. Mengobati luka, membuat lupa beberapa kecewa. Lalu kita berjalan sampai saat ini. Pada harinya, mendengar namamu disebut orang lain tak akan membuat saya berjengit walaupun sedikit. Pada harinya kamu akan hanya jadi pelajaran kepada anak gadis saya bahwa tak semua anak laki laki tau apa yang ia lakukan dan karenanya hatinya harus benar benar dijaga. Pada harinya saya tahu, saya bukan pencintamu lagi. Pada harinya, pada waktunya, semua akan baik baik saja dan pertemanan kita akan kembali terasa biasa. Pada harinya yang semoga akan datang secepatnya, karena saya tak sanggup untuk terlalu lama dalam berpura pura. Saya tak pernah pandai dalam hal itu, tapi tetap harus dijalani, setidaknya saya tidak merusak apa apa yang kita semua punya. Sesuatu yang begitu pentingnya yang saya katakan di sambungan telfon putus putus pagi hari.

Dan sampai saat itu, sebagian doa saya masih milikmu. 
Dan terkadang, bahkan saya sudah lari sebelum mencoba karena tau, perpisahan, apapun bentuk, alasan, dan kapan terjadinya, tetap saja akan sama-sama menyakitkannya.
Menulis surat cinta itu bukan perkara sulit. Masih lekat dalam ingat, dulu ketika masih cimit, seringkali saya mengirim surat teruntuk seorang Bagus. Bocah laki - laki yang kala itu berkulit coklat berambut ikal, saya lupa manis atau tidak, tapi yang pasti dia adalah teman paling baik saat itu. Ia meminjami saya crayon ketika anak kecil yang lain dengan begitu egoisnya menyimpan milik mereka hanya untuk diri sendiri. Seketika saya ngefans dengan seorang Bagus karena ia baik, ia membantu saya menyelesaikan tugas menggambar yang sebenarnya tak seberapa. Sejak itu, saya rajin mengiriminya surat. Setiap sore, dengan kayuhan sepeda saya mengantar surat 'cinta monyet' saya dengan sabar ke depan rumahnya, tepat sampai ke tangannya. Isinya sampai sekarang tak pernah saya ingat kecuali satu kalimat bertuliskan "I Miss You". Kata sederhana yang saat itu tak saya tau artinya, tapi saya tulis dengan pedenya agar terlihat keren hahaha. Bahkan sampai ia membalasnya dengan kata "Miss you too", yang kemudian saya juga berpikir bisa jadi ia sama bodohnya dengan saya yang hanya asal menulis dan ingin telrihat masa kini hahaha. Sampai suatu ketika, ibunya sesorean itu berdiri di depan rumahnya, bukan seorang Bagus seperti hari - hari biasanya. Seketika saya nervous dan memutar otak, bagaimana saya menyampaikan surat itu tapi tetap tidak malu. Dan akhirnya, saya menyerah, dan membuang surat itu ke depan jurang di seberang rumah Bagus. Surat terakhir untuknya yang saya tulis, mungkin sepanjang hidup saya. Karena setelah itu saya diberitahu oleh ibu bahwa saya masih terlalu kecil untuk menulis kata - kata serupa I miss you. Bahkan saya masih terlalu kecil untuk merasakan cinta cinta monyet segala.

Itu juga kali terakhir saya melihat Bagus dengan rambut ikal dan kulit cokelatnya. Itu perpisahan saya dengan seorang Bagus, dan esoknya saya masih tetap biasa. Masih tertawa seperti biasa. Masih bermain sampai lupa waktu. Dan masih bisa marah karena hal - hal sepele. Bukannya saya lupa akan Bagus dan kebaikannya. Saya masih ingat dia bahkan sampai sebesar ini, saya hanya tau kala itu bahwa yasudah kejadian ini terjadi dan rasanya tak apa. Anak kecil memang paling ahli soal menyembuhkan luka. Lalu sekarang ketika mengingat kejadian itu akhirnya saya tahu, surat cinta mungkin selamanya akan jadi kesukaan saya ketika bibir ini tak dapat berucap. 

Mungkin saya hanya perlu membuat versi surat cinta seperti itu. Surat cinta yang isinya bukan segala duka, melainkan bahagia. Sesuatu yang dulu saya pernah mahir membuatnya. Mungkin saya hanya perlu merasa seperti anak kecil yang mudah lupa, tertawa, dan baik - baik saja. Memaknai hal - hal kecil agar dapat bahagia, seperti dipinjami crayon saja sudah sebegitu senangnya hahaha.
Pada akhirnya, kita akan memilih beberapa hal untuk dibawa daripada dibebankan oleh kenangan - kenangan yang telah berguguran.

Pada akhirnya, kaki ini akan tetap berjalan, walaupun didepan seluruhnya kerikil tajam. Walaupun kita tau perjalanan tak akan pernah mudah.

Pada akhirnya, kita belajar bahwa tak semua rasa harus ada balasannya. Tak semua rindu harus dibalas sampai tuntas. Dan tak semua nyata sesuai dengan ingin seseorang yang sabar meminta.

Pada akhirnya, hati ini harus dididik dengan kejadian - kejadian, bukan lagi dari kata orang, bukan lagi sekedar nasehat bunda. Karena luka sendiri adalah pengingat yang paling tak pernah lupa.

Pada akhirnya, bahkan kita akan berlari bahkan ketika kepala ini dipenuhi ragu. Dipenuhi segala pikir bahwa ini tak kan berhasil. Hanya karena kita tahu, bahwa kesulitan adalah guru terbaik dari semua rapuh.

Pada akhirnya, kita akan belajar rela pada hal - hal yang selama ini digenggam erat.

Pada akhirnya, sudut dagu akan melebar, seolah menantang dunia, bahkan ketika hati menciut karena takut yang sejadi - jadinya.

Pada akhirnya, tak butuh rengkuhan tangan yang lain untuk menjaga diri ini agar tak jadi serpihan. Karena akhirnya, kita akan belajar bahwa bahagia kita yang cari. Bukan yang orang lain beri.

Pada akhirnya, kita akan belajar untuk bersahabat pada hal - hal yang membuat kecewa.

Bahwa semua ada maknanya, dan tak akan ada usaha yang sia sia.

(Seenggaknya, itu kata saya dan apa yang saya percaya. Kalau kamu tidak, asal kamu bahagia ya tak apa. hehe hehe.)











And there are pictures from the time when I found my self as the happiest. Even taking them in this post has warmed my heart in nothing else can ever do. Thank you for remarkable 20 :)).
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Panjang Umur Wanita
  • replacement
  • susu jahe hangat
  • mei

Categories

  • Reviews
  • Stories
  • Unsend Letters

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2021 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (3)
  • ►  2020 (46)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (28)
    • ►  Desember (11)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (21)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (62)
    • ►  November (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (15)
    • ►  Januari (13)
  • ▼  2016 (55)
    • ►  Desember (8)
    • ▼  November (12)
      • Hilang
      • a Cause
      • Dini Hari yang Tak Sebaik Itu
      • Move On Ver.2.0
      • Ombak
      • 31 Desember 2015 : Kini
      • 31 Desember 2015 : Refleksi Kenapa
      • 31 Desember 2015 : Refleksi Melupakan
      • Hari-hari Berbeda
      • Dan terkadang, bahkan saya sudah lari sebelum men...
      • Surat Cinta
      • Menjadi Dewasa
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (26)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (48)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2013 (52)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2012 (68)
    • ►  Desember (23)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (13)
    • ►  Desember (13)

Pengikut

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates