Tranggulasih

 Soal bukit bintang yang pada setiap tikungan menujunya membuatku berdoa. Perjalanan menuju kesana malam - malam, tanpa penerangan sepanjang jalan, hanya kita yang berbicara pelan - pelan. Takut membangunkan entah makhluk apa yang mengiringi perjalanan. Katanya tidak akan ada yang menarik di ujung sana, tapi aku tetap rela berlelah - lelah menaiki setiap anak tangga. Tidak ada yang menjanjikan hal - hal yang berharga, tapi sampai di puncaknya, aku dihadiahkan sepuas - puasnya rasa. Bintang - bintang ternyata tidak tergantung di angkasa. Ternyata, konstelasinya bertebaran begitu luasnya di daratan. Siapa sangka, bahwa ia disusun dengan begitu indahnya dari kumpulan lampu jalanan yang tetap tegak ditengah angin Purwokerto, yang terkadang jadi begitu luar biasa pada bulan - bulan kemarau. Ada pula bintang yang bergerak, lampu - lampu kendaraan yang berlalu lalang. Dikendarai oleh manusia dengan berbagai macam tujuan. Ada yang dengan sisa tenaga setelah berlelah - lelah seharian, berusaha pulang. Menuju rumah, dengan air hangat dan makan malam. Di antaranya juga ada muda - mudi yang sedang tenggelam dalam kisah cinta remaja. Berusaha berenang menuju masa depan, dengan segenap mimpi dan asa. Bisa jadi juga lampu kendaraan, dari seorang remaja yang hanya berputar - putar menyusuri kota. Mencari arti hidupnya. Sederhana karena setiap alasannya ada di dunia tiba - tiba hilang begitu saja, karena memang ekspektasi tidak selalu berkawan baik dengan realita. Pada setiap tarikan nafasnya ia merapal mantra, aku tidak menyerah hari ini, aku akan mencoba lagi bersamaan dengan terbitnya matahari. 

Soal bukit bintang yang ternyata begitu tinggi, tapi dapat membuatku semakin mantap berpijak diatas tanah dengan kedua kaki. Ternyata melawan dunia dan segala masalahnya, aku tidak pernah sendiri. Aku dan setiap bintang - bintang yang bergerak, bertebaran, bersinar, ternyata sama - sama berusaha dengan caranya sendiri. Dengan langit di atas sana, yang dengan begitu luasnya selalu menaungi. 

0 comments