Seiring bertambahnya usia, ketakutan kita pun jadi berbeda.
Pada umur belasan, yang paling aku takutkan adalah menikah tapi tanpa cinta. Lalu berjalannya waktu, aku banyak menemui cerita soal pasangan yang tidak setia. Padahal, dulunya, ikrar diucap mantap penuh keyakinan dalam dada. Pikirnya kala itu, hal apa yang bisa menjadi salah jika cinta terasa begitu membuncah?. Akhirnya ikrar suci, gugur jua. Tiba - tiba, dua manusia menjadi punya seribu alasan untuk mengakhiri apa yang dimulai. Sederhana karna rasanya sudah tidak lagi sama di dalam hati.
Ini lebih mengerikan pikirku. Tepat ketika aku menyadari, berbicara soal hati, adalah berbicara soal hal - hal yang tidak pasti. Bagiku, muaranya adalah keyakinan, bagaimana memang hanya Ia yang sepenuhnya memiliki, Sang Maha pembolak - balik hati. Mengerikan pikirku, ketika menyadari bahwa kita tidak sepenuhnya punya andil pada perasaan sendiri, bahkan bisa jadi seluruhnya yang melekat dengan diri ini.
Tapi setelah aku pikir - pikir lagi, sebenarnya bisa jadi ketakutanku juga tidak bernilai apa - apa. Mungkin memang sebagai manusia, berubahnya hati tidak dapat dihindari. Mungkin aku harus menerima bahwa pada satu titik, kita akan merasakan cinta, dan kehilangan pada titik lainnya. Tapi akhirnya aku memaknai hati serupa aliran air yang tidak pernah sama. Bukan berarti, cinta akan selalu hilang dan tidak akan kembali akhirnya. Bahkan jika dimulai tanpa rasa apa - apa.
Mungkin oleh karna itu, agama tidak menjadikan cinta sebagai esensi paling utama dari suatu penyatuan jiwa yang dapat melintasi akhirat meski dimulai di dunia. Kini aku menyimpulkan, suatu pernikahan bukan hanya soal cinta, melainkan banyak hal lebih dari itu yang aku belum mengerti benar seutuhnya.
Mungkin pada waktu yang tepat, aku akan mengerti, entah bagaimana. Apapun alasannya, berkaca pada kedua orang tuaku yang tetap bersama meski banyak sekali hal berubah dalam puluhan tahun pernikahan, aku tau bahwa ada hal yang lebih berharga daripada cinta yang membuat suatu keluarga melangkah begitu jauhnya.
Namun, satu yang kini aku semakin mengerti. Mungkin ketidakberdayaan manusia terhadap hati dan isinya, hanyalah salah satu pengingat bahwa hanyalah Dia Yang Maha cinta. Oleh karnanya kepadaNya juga seharusnya bergantung setiap rasa. Sepertinya, memang benar bahwa hanya dariNya, satu - satunya cinta yang dapat mencukupkan setiap yang dirasa alfa.