daun dan hujan
Kamu pernah dengar cerita soal setiap hal di bumi yang sudah diciptakan dengan sebaik-baiknya pasangan?. Setiap fajar dan malam. Setiap bumi dan langit. Setiap laki-laki dan perempuan. Setiap kebangkitan dan kejatuhan. Itu adalah kalam yang setiap katanya aku aminkan. Kini, aku ingin bercerita soal hal yang serupa itu. Dari seorang aku, daun yang akan gugur sebelum dihidupkan hujan.
Aku menulis ini karna aku mengerti, setiap bagian aku jika sudah jadi serpihan berserakan, tidak akan mudah untuk menceritakan beberapa hal. Yang pertama adalah soal menunggu. Untuk hujan, aku sudah menunggumu selama ini dengan sabar. Penantianku kemudian tidak sia-sia karna akhirnya setiap tetesmu kembali memeluk bumi dengan mesranya. Tapi sayangnya, tampaknya kita gagal bertemu ya di dunia?. Jangan cemas, kamu tidak terlambat, kamu datang di waktu yang paling tepat. Meski tidak ditemukan bukan berarti kita gagal jadi pasangan kan?. Karna sesungguhnya, aku sudah berjanji untuk jadi pasanganmu sejak tarikan nafasku yang pertama. Berjanji untuk selalu berdoa, dan bertasbih agar segala berkah dan keselamatan selalu membersamai langkah dan segala keputusan. Aku sudah jadi setengahmu, bahkan sebelum kamu tau.
Mungkin, kamu hanya perlu lebih merasa.
Untuk hujan. Jangan sedih. Mungkin segala kesedihan ketika melihat ranting kering dengan guguran aku, tidak dapat masuk di akalmu. Mungkin itu berakar dari segala rasa kehilangan yang tidak kamu mengerti bagaimana. Hanya sederhana kekosongan yang tercipta karna apa yang belum hadir ternyata bisa jadi berarti. Tapi karna itu aku semakin percaya, bahwa doaku tidak pernah salah tujuan. Bahwa doaku selama ini mengisi segala sela, segala sisi. Lalu kini wajar saja ketika tidak ada yang menggenapkan segala yang ganjil, karna sumber doa sudah tidak ada lagi.
Tentu kamu juga pernah dengar kan cerita itu. Tentang semesta yang selalu bertasbih untukNya, memujaNya, berdoa dan meminta kepadaNya. Iya, selama ini aku jadi salah satunya. Dan seluruh doaku beralamat kepadamu. Pasanganku.
Untuk hujan, dari daun yang sebentar lagi gugur. Matahari jadi saksi bagaimana aku berusaha untuk tetap hidup setiap hari. Tidak lain agar kita bisa bertemu, entah di penantian yang keberapa. Tapi nyatanya kini, bumi punya cerita yang lain. Cerita yang aku belum fahami kenapa harus terjadi. Bukankah semuanya diciptakan berpasangan? Lalu kenapa beberapa pasangan yang tidak beruntung kemudian tidak dapat dipertemukan saat ini. Aku masih belum punya jawabannya, tanyaku masih menggantung di langit-langit semesta. Tapi hujan, aku selalu percaya bahwa selalu ada yang lebih besar dari segala yang kita inginkan. Selalu ada alasan dari setiap kepulangan, perpisahan, pertemuan. Mungkin kita kini hanya harus menanti untuk menjadi mengerti.
Tapi hujan, sampai saat itu, saat kita akhirnya mengerti, saat kita akhirnya (mungkin dapat) bertemu lagi, aku masih pasanganmu. Terimakasih atas belajar mencintai seseorang dengan tulus dan penuh keikhlasan. Tanpa meminta balasan, tanpa meminta pengakuan. Maaf tak bisa menyambutmu untuk pertama kalinya, tapi meski leburku sudah bercampur tanah, setiap ide soal aku akan selalu di sisi dirimu.
Hujan, semoga segala doaku yang sudah kutabung setiap hari, meski tidak sempurna, tapi akan selalu memeluk kecewamu seutuhnya. Menumbuhkan bahagia, selamanya. Jangan merasa kesepian, kamu tidak pernah sendiri, meski tiada, aku masih pasanganmu sampai Tuhan berkata aku harus berhenti. Tetaplah berusaha untuk segala yang berarti. Aku percaya, kamu bisa bahagia.
Mungkin, kamu hanya perlu lebih merasa.
Untuk hujan. Jangan sedih. Mungkin segala kesedihan ketika melihat ranting kering dengan guguran aku, tidak dapat masuk di akalmu. Mungkin itu berakar dari segala rasa kehilangan yang tidak kamu mengerti bagaimana. Hanya sederhana kekosongan yang tercipta karna apa yang belum hadir ternyata bisa jadi berarti. Tapi karna itu aku semakin percaya, bahwa doaku tidak pernah salah tujuan. Bahwa doaku selama ini mengisi segala sela, segala sisi. Lalu kini wajar saja ketika tidak ada yang menggenapkan segala yang ganjil, karna sumber doa sudah tidak ada lagi.
Tentu kamu juga pernah dengar kan cerita itu. Tentang semesta yang selalu bertasbih untukNya, memujaNya, berdoa dan meminta kepadaNya. Iya, selama ini aku jadi salah satunya. Dan seluruh doaku beralamat kepadamu. Pasanganku.
Untuk hujan, dari daun yang sebentar lagi gugur. Matahari jadi saksi bagaimana aku berusaha untuk tetap hidup setiap hari. Tidak lain agar kita bisa bertemu, entah di penantian yang keberapa. Tapi nyatanya kini, bumi punya cerita yang lain. Cerita yang aku belum fahami kenapa harus terjadi. Bukankah semuanya diciptakan berpasangan? Lalu kenapa beberapa pasangan yang tidak beruntung kemudian tidak dapat dipertemukan saat ini. Aku masih belum punya jawabannya, tanyaku masih menggantung di langit-langit semesta. Tapi hujan, aku selalu percaya bahwa selalu ada yang lebih besar dari segala yang kita inginkan. Selalu ada alasan dari setiap kepulangan, perpisahan, pertemuan. Mungkin kita kini hanya harus menanti untuk menjadi mengerti.
Tapi hujan, sampai saat itu, saat kita akhirnya mengerti, saat kita akhirnya (mungkin dapat) bertemu lagi, aku masih pasanganmu. Terimakasih atas belajar mencintai seseorang dengan tulus dan penuh keikhlasan. Tanpa meminta balasan, tanpa meminta pengakuan. Maaf tak bisa menyambutmu untuk pertama kalinya, tapi meski leburku sudah bercampur tanah, setiap ide soal aku akan selalu di sisi dirimu.
Hujan, semoga segala doaku yang sudah kutabung setiap hari, meski tidak sempurna, tapi akan selalu memeluk kecewamu seutuhnya. Menumbuhkan bahagia, selamanya. Jangan merasa kesepian, kamu tidak pernah sendiri, meski tiada, aku masih pasanganmu sampai Tuhan berkata aku harus berhenti. Tetaplah berusaha untuk segala yang berarti. Aku percaya, kamu bisa bahagia.
2 comments
Semangat semangaaat.., ;)
BalasHapusaku selalu semangat koookkk, walaupun terkadang bersedih dan tidak tau harus apa :')). maciw wepeeee :3
Hapus