Untuk kamu yang sedang bersedih.
Ini adalah surat dari bagian dirimu yang sudah tidak terlalu sedih, walaupun tidak juga terlalu bahagia. Hanya saja, kini, sudah dapat berpikir sedikit lebih jernih dari biasanya.
Untuk kamu yang sedang kacau-kacaunya.
Saat aku menulis ini, masalahmu bukannya sudah terselesaikan. Ia masih setia pada kondisi tak-kunjung-teruraikan dan masih-sama-membingungkan. Namun, kini, akhirnya ada kelapanagan dan sedikit keberanian kalau aku tak salah mengartikan. Tapi dirimu kini, akhirnya punya temu dengan kedamaian dan penerimaan, bahwa tak semua hal harus berjalan sesuai rencana yang telah kau rancang sebaik-baiknya pada hari-hari yang lebih optimis daripada biasanya.
Untuk kamu yang kini kembali meragukan diri sendiri.
Aku mengerti betapa sulitnya percaya ketika tampaknya sebab terbesar dari segala kegagalan adalah tanganmu, pikiranmu, ataupun hatimu. Aku amat mengerti bagaimana sulitnya memaafkan diri sendiri. Aku amat mengerti karna kau dan aku adalah satu yang sama-sama mahir dalam menghukum diri, menyalahkan diri. Kita sama-sama senang menghancurkan segala dinding, membenamkan segala bagian, penting maupun tidak penting, positif maupun negatif, bersalah atau bahkan yang sebenarnya tidak bersalah. Kita pada akhirnya adalah seseorang yang kemudian dihancur leburkan oleh sejarah yang kita bawa kemanapun kita pergi.
Ketidakpuasan yang akhirnya membuatmu menghukum agaknya terasa menyenangkan ya?
Untuk ini, mari aku beri tahu. Aku kini pun tak tau harus berkata apa soal memaafkan diri, karna aku sering kali masih saja harus bertemu dengannya setiap malam setelah satu hari melelahkan. Namun kini, coba aku jelaskan sesuatu. Kalau bukan kamu yang memaafkan diri sendiri lalu siapa yang akan bersedia memaafkannya?. Bukankah ia sudah menempuh perjalanan yang tak bisa dibilang singkat untuk sampai pada tahap ini?. Bukankah kamu adalah seseorang yang pernah berkata bahwa proses adalah segalanya, lalu mengapa kini hanya bergantung pada hasil yang bisa jadi bukan sepenuhnya salah kita?. Bukankah tidak adil ketika banyak sekali manusia yang telah datang dan pergi yang kamu tau lebih jahat daripada ini? Bukankah kamu sudah memaafkan mereka dengan lapang hati bahkan sering kali tanpa diminta?.
Lalu kenapa tak ada maaf untuk diri yang sudah luka-luka berjuang untuk mencapai apa yang kita inginkan?.
Semoga kamu mengerti, bahwa mungkin saja bukanlah kesalahan dalam apa yang kamu lakukan yang jadi penyebab dari segala kegagalan. Mungkin saja bahwa ini sederhana belum masanya untuk kamu bahagia atas pencapaian yang akhirnya jadi nyata. Mungkin saja ada rencana yang lebih besar daripada yang sekedar kamu inginkan. Bukankah Ia adalah sebaik-baiknya yang memperhitungkan dan yang paling adil daripada semua yang ada di jagat raya ini?
"Allah berfirman: Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (27:9)
p.s : kuatlah diriku. aku tau, kamu bisa. cukup percaya aku.