Don't you bother yourself with making excuse for people. If they don't come, then they simply don't. There will be no after thoughts of imagining the maybes. Maybe because this or that. If they want to be here, they will come, eventually. Or else, they will make an explanation to make you at least understand, because there is no too much of explaination for those who waits, it is only people who don't have the willingness to stay from the very first place. Action counts, but words are often reassurance that can clear all the grey worrisome mind. If they don't feel the need to give an excuse, then you don't have the responsibility to understand the ambiguity. You shouldn't feel guilty when leaving.
Teruntuk Mei, kamu akan segera berakhir. Pada titik yang kita jadikan akhir, tiba - tiba aku teringat tentang suatu pagi. Kamu pasti tidak mengingatnya, sehingga jika ingin tau akan ku ceritakan dan dengarkanlah sebaik - baiknya. Kala itu masih terlalu pagi untuk kita, di warung makan kecil pinggir jalan, tempat sarapanku hampir setiap hari.
"gue masih ngantuk banget sebenernya, tadi mau tidur lagi pas lu telfon haha" ujarku, masih dalam usaha menghabiskan sepiring gudeg yang rasanya terlalu familiar.
"gue juga gak biasa sarapan sebenernya" katamu kala itu.
"lah yaudah gak usah ngajakin sarapan dong, gimana sih haha" iya, saat itu ada kecanggungan yang menggantung, kala itu hari kedua dari perjalananmu yang tiba - tiba.
"ya tapi kan lu harus sarapan" ujarmu santai.
Kala itu, tanpa sadar kamu memberiku sesuatu, yang ingin sekali aku percaya dengan seluruh kesadaran yang aku punya. Terdengar sederhana, bisa jadi kosong, bisa jadi benar - benar penuh makna. Saat itu, baik keduanya aku berpasrah dan menjadikan kata - katamu sebagai bingkisan yang terlalu manis, bahkan pada rentang waktu yang panjang setelahnya.
Desember nanti, sudah 2 tahun kita tidak bertemu. Aku mulai lupa rupamu. Bagaimana kamu berbicara. Kini, mungkin memang karna sendirian, segala usaha terkesan sia - sia. Semoga kamu selalu bahagia. Semoga kini ada yang ganti mendoakan segala bahagiamu dengan sepenuh hatinya meski harus jadi rapuh karna itu. Semoga kamu akhirnya menemukan tempat yang nyaman untuk selalu dijadikan tempat pulang, bukan lagi persinggahan.
"Ma fi qalbi ghairullah"
Kata - kata yang semakin sering aku dengungkan dalam beberapa hari. Agar setiap namamu ada, aku selalu teringat Ia. Serupa cara melangitkan hati, agar selalu berpijak kaki ini. Agar aku tidak salah langkah lagi untuk kesekian kali.
"mengapa menjadikan dunia dan manusia tujuan, seolah hidup tanpa Tuhan"
Ujar diriku, menghadapi segala pertanyaan dalam kepala, tentang pernahkah sekalipun aku dijadikan tujuan. Setelahnya, aku tidak lagi bertanya, justru semakin percaya. Bahwa ada kata - kata seseorang entah siapa, tentang bagaimana kawan seperjalanan akan ditemukan pada satu tujuan yang sama. Karenanya, semoga kita selalu ingat akan akhir yang paling utama, agar suatu hari dipertemukan dengan kawan seperjalanan yang akan selalu mengingatkan.
Teruntuk Dita, mari aku beri kamu sesuatu. Hadiah ulang tahun ke-22. Semoga kamu mengerti. Semoga kamu selalu ingat, akan tulisan ini, yang sudah susah kita dapat.
Soal jodoh. Suatu hari, kalau kamu ragu, ingatlah sesuatu bahwa kita sudah seringkali berkutat soal ini. Tentang bahagia, bagaimana kamu setia, bagaimana percobaan beberapa kali ternyata cukup membuatmu jera. Membuat kamu sampai pada suatu kesimpulan, bahwa sudah saatnya berhenti untuk segala kerumitan dimengerti. Sudah saatnya kamu tau, bahwa soal pertemuan cinta adalah jauh dari kata sederhana. Aku pikir malah benang-benang takdirnya diurus langsung oleh semesta. Walaupun terkadang usaha tidak dapat membuat kamu mengira soal akhirnya.
Sudah cukup kamu mengerti bahwa cinta adalah sesuatu yang tidak dapat dipaksa. Tidak terikat oleh waktu maupun ruang. Ia tidak berkorelasi terhadap masa dimana ia diusahakan. Tidak ada hubungannya dengan bagaimana seseorang dapat memantaskan. Katanya memang kita dapat mengusahakan melalui perbaikan terhadap diri yang terus menerus dilakukan. Tapi kenapa masih saja ada dia yang begitu baiknya menikah dengan seseorang yang tidak sama pintarnya, tidak soleh salamnya. Akhirnya setiap ukuran jadi rancu. Mungkin sebenarnya hanya kita yang selama ini hanya menciptakan standar kepantasan, dan mengesampingkan mekanisme keseimbangan. Hal yang menurutku juga Tuhan ciptakan. Hanya Tuhan yang mengerti benar. Lagi pula, bukankah rasanya terlalu sempit ya untuk memperbaiki diri untuk alasan jodoh? Bukankah tujuan kita sebagai manusia lebih besar dari itu?.
Hal kedua adalah soal berusaha tentang sabar dan melepaskan. Satu yang harus kamu ingat soal ini ketika suatu hari kamu tiba di kamarmu dan merasakan diri jadi sehancur-hancurnya. Ingatlah sesuatu soal bagaimana menemukan cinta adalah satu dari sekian banyak hal yang termasuk kebesaranNya. Dan seperti segala hal menakjubkan lainnya, seringkali alasan kejadiannya pun akan sulit kita mengerti. Akhirnya kepalamu jadi dipenuhi amarah dan juga tanya. Saat itu kamu cukup ingat, bahwa ia yang sudah ditakdirkan untukmu tidak akan sekalipun jadi untuknya. Dan juga sebaliknya. Maka berhentilah berusaha. Berhentilah memaksa. Berhentilah menjadi sok tau terhadap segala sesuatunya. Karna sebenarnya sesederhana itu, ketika ia bukan jodoh mu, maka bertahun-tahun kamu begitu ada, tak akan membuat bahkan sekian detik hidupnya berpaling mata, apalagi rasa.
Semoga bingkisan yang tidak seberapa ini bisa membuatmu berhenti mempersoalkan masalah - masalah remaja. Karna sungguh, kamu sudah tidak umurnya :)
Kamu harus benar benar belajar mengikhlaskan ta. Sebelum segala kejadian yang kamu takutkan, membuat usaha pengikhlasan serupa keterpaksaan. Merelakan hal-hal yang tidak dapat selalu kamu gapai dengan tangan. Merelakan setiap kejadian terjadi begitu saja. Merelakan apa yang membebankan pikiran menjadi kenyataan.
Kamu benar-benar harus belajar melepaskan. Memberi kebebasan terhadap segala keterikatan. Memberi ruang terhadap semesta untuk bekerja sesuai dengan ketetapan. Memberi segala lapang yang dibutuhkan untuk bernafas lebih ringan, melangkah tanpa beban. Sesuatu yang hanya dapat terjadi ketika diri ini mengerti benar soal ketidakberdayaan seorang manusia. Yang pada suatu masa, hanya dapat berdoa. Yang hanya bisa percaya. Bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari segala yang kamu rencanakan dalam kepala.
Mereka adalah yang paling tidak tau kalau pertemuan dengan manusia, berbasa basi, dan ramah tamah, dapat sangat melelahkanku. Mereka memang kurangajar karna meski setiap hari bertemu, mereka tetap saja tidak mengerti. Tapi sebenarnya itu juga bukan salah mereka sih, karna segala beban yang kubawa sebelum ini telah menguap saja ketika bertemu dengan mereka yang 4 tahun ini selalu menemani.
Mereka adalah satu kesatuan dalam memori yang akan sulit sekali kupisahkan dari hidup ini. Bahkan meski sudah ku tuliskan berkali-kali ketika suatu hari rindu ini menggulungku kembali. Mereka bisa membuatku yang tidak suka pedas jadi ketagihan ayam geprek juga seblak. Mereka bisa membuatku yang seringkali tidur cepat jadi belum terlelap meski lewat dini hari. Gila.
Mereka adalah yang membuat anak rumahan ini berujar "enak ya ternyata nongkrong-nongkrong nggak jelas". Karena mereka juga, meski tidak ada pacar, motorku tetap terjaga kesehatannya, hampir rutin dioli maupun dikencangkan ikatan rantainya, aku hanya tinggal mengeluh dan memelas agar mereka ingat bahwa aku masih seorang wanita yang hanya mengerti memandikan motornya beberapa minggu sekali.
------------------------------------------------------
Tulisan di atas aku temukan tanpa catatan waktu yang jelas. Bisa jadi ketika menetap di Purwokerto, bisa jadi ketika yang menetap hanyalah kenangan sedangkan raga sudah tidak. Namun, sebagai updatenya, kini tanpa mereka aku baik - baik saja. Sesekali memang rindu, sesekali kami berkirim pesan meski tidak panjang ataupun lebar. Mereka berjalan pada ceritanya masing - masing. Aku juga. Mereka bertemu teman - teman baru. Aku juga. Mereka punya masalahnya. Aku juga. Mereka berbahagia. Aku pun pernah.
Kini aku mengerti, bagaimana setiap orang yang kita temui memiliki fasenya sendiri - sendiri. Berpisah raga gak apa, yang penting pernah memberi arti :)
Diskusi panjang telah sampai pada satu yang kita sepakati. Bagaimana kita akan berhenti berdoa untuk semua yang terbaik menurutNya, karna akhirnya kita mengerti bagaimana Ia selama ini selalu memberikannya tanpa perlu diminta. Kini, kita sepakat untuk mengganti dengan yang lebih sederhana. Agar setiap keinginan hati sesuai dengan kehendakNya. Agar selalu ada kelapangan untuk menerima setiap yang ditakdirkan. Pagi ini kita teringat, bagaimana melelahkannya berjalan dengan hati yang terbebani karna dunia tidak sesuai dengan imaji. Yang anehnya, pada masa - masa paradoks, kita justru merasakan ragu pada hal - hal yang berada dalam genggaman, meski sebelumnya kita inginkan dengan sepenuh angan. Bukankah membahagiakan bahwa akhirnya kita sepakat bahwa hanya Ia yang paling tau akan setiap yang terbaik dan hal - hal di dunia lainnya, bahkan tentang diri kita sendiri?
ABOUT ME
Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.
POPULAR POSTS
Categories
Formulir Kontak
Diberdayakan oleh Blogger.