Mei yang kesekian

Satu tahun lalu, aku sempat berdoa kepadaNya, agar Mei kali ini lebih membahagiakan daripada sebelumnya. Sedangkan, ketika melihat apa - apa yang tersisa di genggaman tanganku, tidak dapat aku katakan bahwa semesta telah menjadi sedemikian rupa sesuai dengan permintaan seorang wanita menjelang umur ke-dua puluh lima. Namun setidaknya, malam ini aku punya cukup keberanian untuk beranjak dari pusara kepercayaanku yang mati setahun lalu. Berhenti meratapi. Menuju jalan, yang meski belum cukup terang, tapi mulai menampakkan cahaya di ujung lorong yang panjang. 

Dimulai dari afirmasi, bahwa aku, kamu, pantas dianggap ada. Kamu yang sedang merasa amat patah dan hancur berserakan. Kamu pantas diperlakukan sebaik - baiknya. Kamu pantas ditanyakan bagaimana kabarmu dengan dunia. Kamu pantas mendapatkan waktu untuk bercerita, bagaimana pekerjaanmu terkadang bisa jadi amat menyita. Kamu pantas diberikan sandaran ketika sedang teramat lelahnya.

Dimulai dari penyangkalan, bahwa aku, kamu, setiap perasaan di dalam dada adalah valid. Bukan hanya sekedar imaji, atau asa yang dianggap tidak nyata. Kamu berhak marah ketika mimpimu tidak dihargai dan dianggap sampah. Tidak apa kalau kamu merasa amat sedih ketika jadi satu - satunya yang berjuang untuk suatu ide yang disebut orang - orang sebagai cinta. Bahkan wajar saja, jika kamu yang biasanya paling tegak menantang dunia, menjadi seorang gadis kecil yang tanpa kekuatan dan merasa begitu lemahnya. Hampir kehilangan orang - orang yang dekat di hati memang dapat mengaburkan setiap apa yang tadinya jelas pada pandangan mata. Tidak perlu juga kamu malu ketika beban semakin berat, dan kamu butuh rumah untuk singgah dan beristirahat. 

Diakhiri dengan pelarian panjang, bahwa aku, kamu, dan hal - hal penting dalam tas punggungmu kini harus menempuh perjalanan meninggalkan mereka yang tidak pernah menghargaimu seperti ibu bapak terhadapmu. Seperti sahabatmu yang diam - diam mengkhawatirkanmu. Seperti gurumu yang seringkali lebih percaya kepadamu, daripada kamu mempercayai kemampuanmu sendiri. Kamu hanya cukup sedikit berani meninggalkan rumah yang tidak lagi nyaman untuk persinggahan ketika lelah. Menuju jalan yang bisa jadi sepenuhnya berbeda. Dan setiap yang berbeda, seringkali dapat jadi begitu ngeri, tapi setidaknya kamu tau, bekalmu lebih mantap kali ini. Kini, kamu mengerti, bagaimana dirimu amat bernilai, dan mereka yang tidak melihat inti pentingnya maka jalan terbaik adalah meninggalkannya selamanya. 

Kamu selalu satu. Kamu selalu utuh. Mereka tidak dapat mencuri apapun darimu, kecuali jika kini kamu memutuskan untuk berhenti berjalan lagi. Kecuali jika kamu hanya percaya bahwa tidak ada yang lebih baik di depan sana. Ketika sebenarnya, pilihannya ada di tanganmu sendiri. Jangan sampai kamu kalah untuk yang kedua kali.

0 comments