evolusi

Sejujurnya, aku pernah membayangkan rasanya menyayat pergelangan tanganku sendiri. Memberikan warna yang berasal dari jalur - jalur nadi. Memberikan lega kepada setiap beban di hati. Aku pernah seputus asa itu kepada diri, dan membencinya setengah mati. Tidak lagi mencintai diri sendiri adalah bukan kata yang tepat saat itu, karena yang kutau adalah aku hanya tidak dapat melakukannya lagi. 

Singkat cerita, aku akhirnya melewati fase itu hidup - hidup dan tanpa bekas luka. Hanya cerita akan malam - malam yang penuh dengan monolog yang kubawa sebagai kenang - kenangan serupa piala. Aku menang, kukira. Aku lebih kuat sekarang, kukira. Aku saat itu tidak sepenuhnya salah, meskipun ternyata tidak juga begitu benar. Aku memang lebih kuat untuk setiap yang kuhadapi kala itu, tapi tidak untuk setiap apa yang menunggu di depan sana.

Aku sadar ketika kehidupan membawaku pada ruang tamu rumahku. Terrmangu meski sudah pukul tujuh. Seharusnya aku sudah dalam perjalanan kembali berpacu. Tetapi ini hari yang tidak biasa, karena rasanya sudah tidak lagi punya energi. Aku yang posesif, tiba - tiba siap melepaskan setiap apapun dalam genggaman jemari. Meskipun kecil, meskipun tidak begitu berarti untuk dunia ini. Rasanya aku hanya tidak dapat berjalan lagi. Aku tersesat dalam belantara pikiranku sendiri, dan tidak kembali. Aku pecah menjadi serpihan tajam yang tidak akan pilih - pilih dalam melukai setiap jemari yang ingin menyatukannya lagi. Aku rusak dan tidak dapat dibenahi. 

Sampai suatu ketika, akhirnya aku memutuskan untuk mengguyur kepalaku pada pukul dua dini hari. Membuatku menyadari sesuatu. Manusia adalah spesies yang cukup purba. Ratusan, ribuan, atau bahkan jutaan tahun kita telah berevolusi sampai menjadi frasa hampir sempurna. Terlepas dari definisi evolusi yang kita percayai, apapun itu, aku percaya bahwa manusia dan peradabannya sudah melewati banyak hal diatas dunia. Menjadi partikel kecil dari megahnya galaksi. Bisa jadi gunung meletus, tsunami, temperatur ekstrim sampai masalah - masalah modern dan krisis ekonomi. Begitu kompleksnya tapi sebagian besar populasi manusia selalu bertahan pada akhirnya. Berkembang biak lagi, menciptakan krisis baru yang selalu sama memusingkannya. Kita kembali berdiri, kembali pulih dari setiap luka yang beragam bentuknya.

Keilmuan mengingatkanku bahwa aku yang ternyata masih manusia juga sebenarnya punya potensi yang sama. Kembali utuh meski retak. Kembali berdiri meski belum begitu tegak. Aku kembali berkata kepada Tuhanku, kata - kata yang dulu hadir ketika aku hampir menyayat nadiku sendiri. Aku akan tetap disini, sampai Allah berkuasa sebaliknya. 

Meskipun setelah pulih dari banyak beban yang akhirnya berlalu, dan ternyata aku mengacau lagi dan menciptakan jutaan masalah baru, aku akan tetap disini. Agar jika sampai pada waktunya, aku dapat mengutip Taylor Swift "She had marvelous time ruining everything" hehe.

0 comments