Ur Choice I

assalamualaikuuuuum semuaaaa! hah, akhirnya gue pindah juga dari kota yang hampir 18 tahun ini menjadi rumah setiap gue pulang kampong. Sekarang gue nggak kehilangan rumah, tapi kehilangan tempat untuk “mudik” karna akhirnya gue tinggal di kampong -___-“

oke, itu nggak terlalu penting. Kemarin gue nggak sengaja nyangkut di acara motivasinya Mario Tegar menghadapisegalacobaandanpatahhati , dan kali ini dia membahas tentang “memilih kebahagiaan” dan gue tertarik untuk membahasnya.

Banyak orang yang bilang kalau kita terikat dengan takdir. Saking terikatnya kalau sunatullahnya kita harus jatuh, ya kita akan jatuh. Tapi karena akhir akhir ini gue cukup banyak ‘jatuh” maka otak gue yang mulai menumpul pun diajak untuk memikirkan hal yang tergolong penting, karna biasanya otak gue terlalu tenggelam dalam keasikan memikirkan hal hal yang menurut orang lain nggak penting, seperti gue pernah berfikir keras, kenapa temen temen gue manggil gue alay, padahal gue nggak alay, juga kenapa mereka menambahkan jones sebagai nama tengah gue, padahal gue hanya jomblo dan nggak ngenes sama sekali! Camkan itu!, suatu hari gue akan mengumpulkan para jomblo untuk menyatukan kekuatan dan membuat dunia percintaan kalian luluh lantah huahahaahaha *tawa jahat*.

Nggak nyambung kan? Oke back to topic.

Saat pertama, mungkin bukan salah satu cobaan terberat karena ini cuma masalah percintaan remaja yang ecek ecek abis, cenderung alay dan tidak elegan -____- *gue pun masih heran kenapa gue bisa sampe segitunya, khilaf kali ini kelewat berat, bahkan sulit untuk gue memaafkan diri sendiri, huaaaa :””*. Jadi cowok yang pernah dekat sama gue, akhirnya dekat dengan cewe lain, dan kita, ya kita, gue, dia dan dia, sekelas. Kebayang kan gimana situasinya? Gue yakin pasti kebayang dan memahami, mengingat kalian sudah sangat teredukasi lewat ftv ftv kalo masalah kayak ginian, ya Cuma beda pemain, dan kali ini real :””. Mereka berduaan dan gue mojok sendirian di sudut kelas, sederhananya? Suram. Aura gue hitam butek dan hampir setiap hari diterpa badai angin puting beliung.

Nah keadaan itu otomatis membuat hari hari gue dikelas tambah “berwarna”. Hampir setiap hari ada kejutan kejutan yang dihadirkan. Tenang aja, ini benar benar kejutan kok, dan nggak semuanya nyakitin seperti yang kalian pikirkan. Situasinya pada saat itu, dia bimbang dan gue pun bimbang. Jadi ya maju mundur. Kadang kadang dia balik lagi yang bisa membuat gue melayang diatas awan dan besoknya bisa aja langsung jatuh ke cisadane dan hanyut kebawa banjir kiriman. Atau kadang kadang teman teman gue datang dan meramaikan hidup gue, dan lagi lagi gue dilambungkan ke atas awan. lupa deh sama cowok kayak gitu. Gampangnya, patah hati mudah dilupakan oleh kehangatan pertemanan. Dan dari berbagai macam mood yang absurd kala itu, rasanya hidup gue ada di roller coaster. terlalu cepat untuk ada di atas dan belum bersiap ketika tiba tiba dijatuhkan. Pada suatu titik gue takut untuk terlalu bahagia hari ini.

Gue hampir berkesimpulan, kalau gue terlalu bahagia hari ini, maka dapat dipastikan esok hari gue akan tenggelam dalam lautan kesedihan. Dan jangan meremehkan kekuatan pikiran, when you think blue is red, then, it is. Semua yang gue pikirkan jadi kenyataan, dan sialnya kenapa yang jadi kenyataan Cuma yang jelek jelek aja -___-“. Gue takut untuk terlalu bahagia. Menyedihkan ya? Betapa pengecutnya gue kala itu.

Lama kelamaan kesabaran gue habis, gue nggak kuat untuk selalu ada di “never ending roller coaster”. dan di atas motor, gue sampai pada suatu kesimpulan “ini hidup yang hak pinjamnya seluruhnya ada di gue, dan hanya gue yang berhak memilih untuk bahagia atau tidak, bukan cowok absurd atau kondisi yang super rese”. Dan sejak saat itu gue berniat untuk mengamalkan ilham itu pada setiap keseharian.

Gue nggak bilang kalau setelah mendapatkan ilham yang cemerlang lalu kita dengan gampang dapat merealisasikannya di kehidupan, karna faktanya itu susah. Esoknya, komitmen super gue pun diuji. Begitu sampai kelas, Cuma ada 2 orang yang berkumpul, dan seperti yang kalian duga, itu mereka. Dan gue masih tetap sendirian -___-“, harusnya ada pangeran berkuda yang datang membawa gue pergi dari sana dan bikin envy warga sekitar, tapi kenyataan tetap kenyataan, gue tetap sendirian, saat itu.

Pada hari hari sebelum “pencerahan”, melihat hal itu akan membuat gue menaruh tas dan langsung chaw dengan kecepatan cahaya keluar kelas, pengennya sih langsung menembus langit ketujuh, ngadu sama tuhan biar gue langsung dikutuk jadi cantik kayak taylor swift biar dia nyesel setengah idup, tapi sayangnya sekolah gue Cuma 2 lantai -___-“. Eeeit jangan sedih, karna gue sudah berjanji bahwa hari ini akan berbeda “gue memilih untuk bahagia hari ini, bukan cowo yang lagi flirting sama cewe lain dengan asiknya di dalam kelas” (sfx: tengtedengtedeeeeeeeeeng, suara gendering penuh kepercaya dirian bertabuh kencang di telinga). Dengan dagu ditegakkan, dada dibusungkan *agak ambigu ya*, dan langkah gue semakin mantap walau tas yang isinya udah kayak toko buku terasa berat *bukan melebih lebihkan, ini benar benar berat, suwer kewer kewer, karna ini kapan kapan kalau gue punya waktu senggang, maklum sibuk abich, gue mau ngajak ngopi ngopi santai menteri pendidikan buat ngobrolin penderitaan anak sma jaman sekarang yang tasnya udah berasa isi baja ringan semua -___-“*, gue pun masuk kedalam kelas, nggak lupa tampang super cool walau di dalam hati ada bara api yang bersuhu 1237 kelvin, menaruh tas dengan woles dan elegan. Lalu gue duduk, oh pasti cari tempat duduk didepan mereka dong, biar sinetron tambah seru. Dan saat itu gue bingung mau ngapain lagi setelah duduk -___-“

Gue putuskan untuk belajar (re: pasang headset, bolak balik lks, browsing lirik lagu). Pokoknya apapun gue lakukan, dan terimakasih Tuhan, karena nggak lama setelah kegiatan “belajar” gue berlangsung teman gue pun datang, dan dunia gue penuh canda tawa. Tawa gue kala itu terasa lebih kencang dari sebelumnya, dia berbunyi “MAMAM! GUE MASIH BISA NGAKAK WALAUPUN LU JUNGKIR BALIK, SENAM ATLETIK, JOGET ASEREHE SAMA CEWEK LAIN, NGGAK PEDULI! MUAHAHAAHA”. Itu baru balas dendam, dan gue bahagia :”). dan hari hari selanjutnya, karna gue telah memilih untuk bahagia hari ini, setiap hari ketika gue baru bangun tidur, maka itulah yang terjadi.

Pada beberapa hari, kata kata itu kadang diuji. Terasa berat untuk diamalkan, sampai sampai gue hampir menyerah “apa memang pilihan kebahagiaan bukan hak gue”. Lalu ketika hampir jatuh gue tinggal mengencangkan tekad dan meneriakkan kata kata ajaib di dalam kepala, magicnya, gue dapat kekuatan untuk bisa memilih lagi.

Sebenarnya, kalau gue boleh jujur adalah, bukan keadaan yang mengikuti pilihan hati, tapi pilihan hati gue yang mengikuti keadaan. Sederhananya, gue hanya mengganti “kaca mata”. Mengganti sudut pandang gue dalam melihat segala sesuatu di depan. Membiasakan diri dengan sikon yang sedang berlangsung dan fight back. Mungkin dulu, ngeliat mereka berduaan bisa menjatuhkan gue jadi kepingan kepingan kecil, tapi sekarang, pemandangan mereka yang sedang dekat yang berubah menjadi kepingan kepingan kecil. Gue mengabaikan dan melangkah, gue tau ngeliat kayak gitu Cuma bikin sakit, sedangkan memikirkan dan menjaganya terus ada dalam pikiran bisa bikin luka tambah berdarah darah, sampe tumpeh tumpeh *halah*, intinya kegiatan diatas nggak ada nilai positifnya, karena itu gue memilih untuk nggak melakukannya lagi. Gue berhenti menjadi pecandu perih. Gue menyalurkannya ke hal hal yang lebih penting, kalau duduk bikin sakit, maka gue berdiri. Kalau berdiri tambah sakit, maka gue berjalan. Kalau sampai berjalan sakitnya belum ilang, maka gue berlari. Lari terus sampai sakit itu nggak kerasa dan ketiup angin.

2 comments