Ale
Dunia paralel kita.
Pandanganku terpaku pada cangkir kopi diatas meja, kopinya habis, amarahku masih, karena ternyata kafein gagal mendamaikan kita dalam diskusi. Kepalaku masih sakit menghadapi kau yang tak pernah mendengarkan segala keluh akan pasti. Kau yang terdiam karena kebimbangan akan rumitnya kondisi yang kau ciptakan sendiri. Kita yang berada di ujung tanduk, antara jatuh dan tinggal, dua duanya butuh keberanian. Dia? mungkin saja saat ini sedang bersenandung riang, tanpa tau ada badai yang terjadi ditengah terik siang, di dalam kafe tempat kita duduk sekarang. Dia siapa? Ya! Dia, yang wajahnya terlintas ketika melihatmu, membuat cangkir kopi kotor diatas meja lebih menarik daripada matamu, mata yang sama, yang membuatku dulu tenggelam di dalamnya.
Seandainya aku bisa menyalahkan dia dan senyum manisnya, tapi sayangnya . . dia hanyalah korban salah tusuk akibat pertengkaran kita yang tak pernah usai, akibat kesetian laki - laki yang tak lebih dari janji - janji kosong romantisme remaja. Kita bisa apa setelah ini Le?.
Dunia paralel kita.
Aku tau saat perasaan ini sederhana meyakini ketika sosokmu hadir ditengah ramai. Kita berjalan beriringan diterik siang, dipinggir kafe kita berhenti, sejenak menghela nafas, dan kau lanjutkan lagi jalan yang sebelumnya terhenti. Dibawah sana ternyata jemari kita sudah menemukan tempat singgahnya yang paling aman. Aku bercerita tentang segala mimpi yang gugur dan usai, lalu kau menawarkan segala obat tentang masa depan yang menarik untuk ditinggali. Ceritamu masih menggodaku untuk melepaskan segala beban masa lalu. Dibagi, kau bilang. Kau tak lagi sendirian. Kau bilang, bersama adalah obat dari segala sepi yang selama ini lekat dengan nadi.
Namun ada selapis bimbang disetiap janji, aku tau, meski tak yakin. Aku mengerti walau tak tau alasannya, setidaknya ada yang kau tutupi. Ragu tak pernah tak singgah ketika kau berbicara. Tapi aku sudah terlanjur menulismu terlalu banyak disetiap cerita yang aku tulis sendiri. Janjimu telah jadi mantra yang terngiang terus di telinga. Aku sudah jatuh cinta, tapi tak kunjung kau beri kepastian untuk menapak bersama. Kita bisa apa setelah ini Le?.
*Really, just to make sure, that there is no specific reason i named this post after Ale. I just love this name, and surely make it into one of my post's title. Name that i just got from one of lovely Ika Natassa novel which titled Crucial Eleven. But despite of everything, i do really sorry that this post is not that solid. Some of you might didn't get what is the meaning and also where this story is heading, but generally, this story just a form of me that tried to figured out how we, as human, can feel both love and angry at the same time, and how you gain a misery when they are entwined together. And after all, glad to be here and write again hahaha, Hello World!*
0 comments