Beginning

Heeey buddies! Long time no write eh?. Sudah sangaaaat lama sepertinya saya tidak membagi cerita disini. Dan seperti kebingungan yang selalu datang setiap kali saya kembali dari rehat menulis yang panjang, kali ini pun begitu, jadi maafkanlah :")). Tidak sebegitu bingung sebenarnya, karena kali ini, dalam hati, saya tahu apa yang akan saya ceritakan kali ini. Satu perjalanan yang mungkin saja hanya satu chapter yang akhirnya berlalu dari satu novel tebal kehidupan saya, tetapi tetap saja tak akan terlupa, yaitu . . . Perjalanan saya ke kota sumpek tapi ngangeni yang dulu saya sebut rumah, dan saya berharap masih ada rumah disana. Setidaknya itu yang ada di kepala ketika diri ini berada di bis antar kota.

Dalam keberangkatan, and not to mention, kesendirian, lol, saya tak banyak berpikir, karena hampir seluruh perjalanan saya habiskan dengan tidur lelap karena obat anti mabok langganan, nah another lol. Jangan harap saya akan berpikir banyak dan merenungkan sesuatu yang terkesan bijak karena dalam pikiran saya hanyalah SENANG!. Setelah kurang lebih 12 jam saya akhirnya sampai di kota tercinta, segera disambut dengan hujan dan another classic things and not i miss is . . . banjir. Jalanan perumahan itu semakin tak terlihat ditelan hujan deras semalaman, meninggalkan ranjau ranjau batu dimana mana. Saya pikir setelah ditinggalkan kurang lebih 2 tahun akan ada keajaiban pada jalan masuk ini, ternyata keajaiban itu hanyalah mitos. Dan bertarunglah ojek saya jam 4 pagi di jalanan perumahan. 

Sampai di depan rumah seorang sahabat dengan baju yang kering semi kuyup dan beraroma bis. Saya hanya tak kuat melihat kaca dan berniat untuk langsung mandi saja. "Assalamualaikuum . . . Asslamualaikum . . ." Sudah saya coba dari suara bak Inayah sampai ke Rambo, tapi tetap saja tak ada seorang pun peghuni rumah yang kunjung keluar dan membukakan manusia semi gembel kedinginan ini. Setelah 15 menit, handphone sahabat saya yang kebonya sudah tak terbantahkan lagi akhirnya aktif. Gerakan 1000 Ping pun dijalankan dan keluarlah dia dari pintu rumahnya. Membukakan saya dan sedikit kaget karena akhirnya gadis slebor ini bisa juga sampai di rumahnya dengan selamat. Tanpa memperdulikan aroma bis antar kota kali itu, langsung saja saya memeluknya, pertemuan pertama kali yang  . . . . . . biasa saja (Maaf membuat kalian anti klimaks, LOOOL). Kami memang bukan tipe romantic buddies yang segalanya harus dirayakan dengan tangisan dan pelukan teletubbies. Kami hanya selalu tau bahwa satu sama lain akan selalu ada, tanpa perlunya ada kata atau kehadiran maupun air mata. 

Ibunya pun segera menyambut saya, masih sama ramahnya dengan beberapa tahun lalu terakhir kali bertemu. Alhamdulillahnya saya dan keluarga sahabat memang selalu baik, mereka telah mempercayakan anak - anak culunnya jika kami bermain walaupun tetap saja, kebodohan yang sama selalu saja terulang. Ia segera menyiapkan tempat tidur dan menyarankan kami untuk melanjutkan tidur karena hari masih gelap, tapi seperti semua teman lama yang sudah lama tak bertemu, maka kami habiskan subuh itu dengan cerita yang telah terlewati sampai akhirnya kami sama sama terlelap dan bangun dengan kepala pusing. Seperti dua orang yang mabuk karena menyesap cerita abg terlalu banyak.

Dan hari pertama di Tangerang pun dimulai . . . .

1 comments