Hellonjo!

Soal cerita melelahkan juga banyak hal - hal yang menyenangkan.



Kata orang, menulis dapat mengabadikan beberapa hal yang tak dapat diabadikan. Bagiku sama saja kali ini, mengabadikanmu adalah sesuatu hal yang mudah saja dilakukan ditengah Endorphin yang sampai pucak. Menulis menjadi fasilitas mewah untuk mengabadikanmu yang bahkan nama pun tak tau, wajah tak terbayang, dengan senyum yang masih segaris pucat hitam putih abu abu. Dirimu masih serancu itu dalam otakku, tapi hatiku memujamu dengan sejelas jelasnya sampai rasanya menulis mu . . . ya mungkin saja. hahaha.

Menulismu dengan perasaan macam ini adalah hal baru. Kalau kau tau, sudah cukup lama aku tak menulis rentetan kata kata cinta. Ah jangan muluk muluk, dahulu cukup saja kata Senang, jika memungkinkan. Setelah tau bahwa sakit itu menyenangkan, tetiba aku menjadi manusia yang terdedikasi untuk jiwa jiwa Masochist. Ya, aku menoreh luka baru tiap hari di atas luka lama yang belum mengering sempurna. Aku tertawa ditengah tetesan merah yang menetes tapi tak terlihat, aku bahagia ketika hati ini meringis pedih sambil mendendangkan nostalgia nostalgia kelam. Tulisanku berteriak lantang dan bangga karena dalam kesakitan ia merasa menang.

Lalu sekarang, kamu tiba - tiba datang ditengah ketiadaan, membuatku jenuh menjadi pencandu perih dan menciptakan satu alter ego yang selama ini ada tapi mengintip malu malu kucing. Ya, aku adalah Pencintamu yang Amatir. Kepribadian yang tiba tiba saja terbentuk karena akrabnya kita dalam dunia yang hanya sebatas kata. Aku ditunjukkan bahwa Kata, bisa sedahsyat itu mengetuk jiwa. 

Ajaibnya, aku tau kamu seberbahaya itu tetapi masih saja membiarkan rasa ini tertanam liar. Segala tentangmu adalah fakta - fakta yang entah kekal atau sekedar bualan iseng di tengah malam. Toh yang makin bahaya adalah, jika bahkan fakta itu memang sesuatu yang telah di aminkan Semesta, aku makin yakin kalau memang kau seberbahaya itu. Cerita yang kau ceritakan sungguh tak ada yang seharum kasturi, tak ada lelaki alim hasil entah pencitraan atau kebenaran. yang kudengar hanyalah rayuan dan wanita wanita yang telah menemanimu melewati malam. Tanpa menyebutkan nama kau cukup membuatku sadar diri dengan segala angka, jumlah wanita. Nah obrolan ini taruhlah gadis ini percaya. 

Tapi satu yang membuatku sadar bahwa kau memang hanyalah laki laki biasa. 

Adalah satu ceritamu yang selalu kumainkan kembali tiap malam bahkan ketika kau tak ada. Cerita tentang bintang. Ya bintang, benda angkasa paling indah dan kesepian pada saat bersamaan. Bagaimana kau bilang ia mempunyai suhu jutaan celcius. Membayangkan bagaimana jika ia meledak dan kita tak akan lebih dari partikel kecil yang masuk lubang hitam bahkan sebelum kita sadar. Lalu kau yang menggambarkan indahnya hingga sampai pada keputusan untuk memuja sang Pencipta kita. 

Itu adalah satu satunya aku melihatmu sebagai anak lelaki yang tak lebih aneh daripada aku.

Sebagai manusia yang ternyata tak sebejat itu

Itu adalah satu satunya waktu aku melihatmu sebagai lelaki yang patut dipuji. 

Aku tau percakapan kita tak lebih dari hasil senang senang tanpa tujuan. Mungkin semesta tak akan mempertemukan kita dalam satu frame kehidupan yang sama. Mungkin memang tak ada kesempatan untuk menyatukan dua dunia yang sama sekali berbeda. Mungkin aku akan melupakanmu suatu hari. Dan bahkan aku yakin, setelah tulisan tentangmu aku pasti akan menulis lagi. Entah cinta, entah sakit, entah cerita kehidupan gadis dipenghujung kepala satu. Yang pasti kemungkinan besar, itu bukan kamu. Singkatnya, mungkin aku akan lupa. Tapi izinkan saya mengingatmu malam ini. Segala impianmu yang tak sengaja terselip di obrolan ringan, segala cintamu untuk gadis berwajah tirus yang parasnya . . . tetap saja kerenan aku. hahaha. Segala segalamu yang ikut aku aminkan agar segalanya sampai pada kebaikan. Tulisanku yang akan jadi sastra perjanjiannya, bahwa aku memang benar benar meminta, bahwa aku mengabadikanmu. 

Mengabadikanmu dengan caraku, mengagumi dan memberi rasa dengan cara yang paling sederhana. Karena kau tau, jika entah bagaimana caranya semesta berhasil membuatmu menemukanku, aku ingin menjadi bukti untuk orang lain, untukmu, bahwa Kata, memang dapat sedahsyat itu mengetuk jiwa. Bahkan jiwa yang belum kukenal tapi dapat berhasil diabadikan, tepat pada waktu yang paling indah indahnya. Seperti Bintang yang berada pada masanya yang paling terang.


But I got a blank space baby
And I'll write your name
Saya sudah lama tak menulis. Pada malam yang semakin ke tengah, saya menjadi berkaca pada banyak hal. Saya tak tahu apa yang harus saya tuliskan, tak mampu memilih kata mana yang patut dan patut untuk diucapkan. Bingung akan perasaan mana yang harus lebih di dengar diantara lainnya. Bingung akan siapa saya akhir akhir ini. Jadi biarkan saja tulisan ini mengalir, bagaimana saya bercerita kepada sang malam tentang hidup gadis yang kelewat biasa dan bermimpi menjadi luar biasa.

Kepada sang malam saya memeluk sepi ini erat erat. Membiarkan sarinya meresap dalam setiap pori tubuh. Ikut dalam aliran darah, membanjiri diri dengan segala rasa soal sepi dan sakit yang hadir bersisian. Sepi tak pernah semenusuk ini. Saya kembali pada momen itu. Ada seorang anak lelaki. Datang membawa bunga, tatapannya lekat pada helaian kelopak yang jatuh perlahan dalam perjalanannya menuju saya. Saya tanpa usaha hanya duduk manis tak berdosa. Saya terlalu lelah untuk sekedar melangkahkan kaki menujunya, atau bahkan sekedar mengucap kata semangat agar lelahnya selalu gugur dan jatuh begitu saja ke tanah. Saya hanya diam. Saya terlalu lelah untuk menemukan sehingga pada akhirnya ditemukan adalah pilihan atas segala pilihan yang sebenarnya tak ada.

Dalam tatapannya lelah menumpuk sampai setinggi gunung, tapi senyumnya tetap melekat. Tatapannya masih sehangat biasa. Dan dalam hangat itu mulai ada dinginnya jenuh yang perlahan tumbuh tanpa terkendali. Ia perlahan menggorogoti lelaki saya. Lelaki saya jatuh karena sakitnya. Kelopak merah itu berjatuhan. Bunga bunga dalam genggamannya seolah menangisi tetes darah karena merahnya berserakan di atas hitamnya tanah. Saya, masih saja duduk mengamatinya lekat.

Saya takut ikut jatuh dalam usaha menariknya berdiri

Saya takut ia berbalik pergi, dan hanya punggung yang dapat bercerita bagaimana ia sadar, putri yang diimpikannya ternyata tak seindah kelihatannya. Saya takut saya menjadi gunung yang ia menyesal telah mendakinya

Saya akhirnya tetap diam. Sekali lagi menunggu untuk ditemukan. Dalam hati merapal doa semoga hatinya diberi kuat untuk sampai tepat di depan saya.

Sosoknya berusaha bangun, mencoba berdiri pada dua kaki. Tatapannya kini lelah, mempertanyakan segala tujuannya berlari selama ini. Tatapannya meminta jawaban, dan kakinya hanya tinggal menunggu aba aba. Entah maju dengan segala sakit, atau berbalik dan melepaskan. Ia meminta jawaban, mataku melihatnya nanar.

Aku takut

Aku takut

Dan kupejamkan mata, menghilangkan sosokmu yang tinggi dari pandangan. Membiarkanmu menghilang di tengah gelap. Aku tak dapat memberi jawaban, bahkan untuk yang kesekian kali.

persis karena kala itu ketika akhirnya aku membuka mata dan melihat bayang punggungmu yang tanpa aba aba semakin mengecil. Saat itu kau memilih pergi meninggalkan saya dan seikat bunga tergeletak di tengah jalur yang tadinya adalah jalanmu. Memilih menyerah karena beratnya diluar kuasa. Dingin yang entah darimana mulai meresap ke dalam tulang, lengan lenganku memeluk lutut yang terteku kaku, mereka mencari hangat yang tiba tiba hilang. Hangat yang sama dengan senyummu senja itu. Tubuhku terguncang, bergoyang depan dan belakang. Aku terisak menahan takut, menahan kalut, menahan sedih bagaimana bahkan sampai kau berusaha aku masih saja tak ingin menyapa. Tak ingin memberi dukungan ketika kau bahkan telah memberikan segala usaha. Saya benci ketidakberdayaan saya dalam memilih.

Dingin yang datang malam ini sama persis seperti itu. Bedanya kali ini tak ada lagi isak, karena bahkan air mata sudah terlalu jenuh menemani saya pada malam malam semacam ini.
Jadi dewasa itu nggak hanya soal kita yang makin mengerti dan menerima setiap alasan atas segala pilihan yang dijatuhkan, tapi juga mengerti bahwa terkadang kita bukanlah yang dipilih karena alih alih tak ada lagi pilihan lain ketika faktanya, pilihan lain sebenarnya masih sangat mungkin  
Heeey buddies! Long time no write eh?. Sudah sangaaaat lama sepertinya saya tidak membagi cerita disini. Dan seperti kebingungan yang selalu datang setiap kali saya kembali dari rehat menulis yang panjang, kali ini pun begitu, jadi maafkanlah :")). Tidak sebegitu bingung sebenarnya, karena kali ini, dalam hati, saya tahu apa yang akan saya ceritakan kali ini. Satu perjalanan yang mungkin saja hanya satu chapter yang akhirnya berlalu dari satu novel tebal kehidupan saya, tetapi tetap saja tak akan terlupa, yaitu . . . Perjalanan saya ke kota sumpek tapi ngangeni yang dulu saya sebut rumah, dan saya berharap masih ada rumah disana. Setidaknya itu yang ada di kepala ketika diri ini berada di bis antar kota.

Dalam keberangkatan, and not to mention, kesendirian, lol, saya tak banyak berpikir, karena hampir seluruh perjalanan saya habiskan dengan tidur lelap karena obat anti mabok langganan, nah another lol. Jangan harap saya akan berpikir banyak dan merenungkan sesuatu yang terkesan bijak karena dalam pikiran saya hanyalah SENANG!. Setelah kurang lebih 12 jam saya akhirnya sampai di kota tercinta, segera disambut dengan hujan dan another classic things and not i miss is . . . banjir. Jalanan perumahan itu semakin tak terlihat ditelan hujan deras semalaman, meninggalkan ranjau ranjau batu dimana mana. Saya pikir setelah ditinggalkan kurang lebih 2 tahun akan ada keajaiban pada jalan masuk ini, ternyata keajaiban itu hanyalah mitos. Dan bertarunglah ojek saya jam 4 pagi di jalanan perumahan. 

Sampai di depan rumah seorang sahabat dengan baju yang kering semi kuyup dan beraroma bis. Saya hanya tak kuat melihat kaca dan berniat untuk langsung mandi saja. "Assalamualaikuum . . . Asslamualaikum . . ." Sudah saya coba dari suara bak Inayah sampai ke Rambo, tapi tetap saja tak ada seorang pun peghuni rumah yang kunjung keluar dan membukakan manusia semi gembel kedinginan ini. Setelah 15 menit, handphone sahabat saya yang kebonya sudah tak terbantahkan lagi akhirnya aktif. Gerakan 1000 Ping pun dijalankan dan keluarlah dia dari pintu rumahnya. Membukakan saya dan sedikit kaget karena akhirnya gadis slebor ini bisa juga sampai di rumahnya dengan selamat. Tanpa memperdulikan aroma bis antar kota kali itu, langsung saja saya memeluknya, pertemuan pertama kali yang  . . . . . . biasa saja (Maaf membuat kalian anti klimaks, LOOOL). Kami memang bukan tipe romantic buddies yang segalanya harus dirayakan dengan tangisan dan pelukan teletubbies. Kami hanya selalu tau bahwa satu sama lain akan selalu ada, tanpa perlunya ada kata atau kehadiran maupun air mata. 

Ibunya pun segera menyambut saya, masih sama ramahnya dengan beberapa tahun lalu terakhir kali bertemu. Alhamdulillahnya saya dan keluarga sahabat memang selalu baik, mereka telah mempercayakan anak - anak culunnya jika kami bermain walaupun tetap saja, kebodohan yang sama selalu saja terulang. Ia segera menyiapkan tempat tidur dan menyarankan kami untuk melanjutkan tidur karena hari masih gelap, tapi seperti semua teman lama yang sudah lama tak bertemu, maka kami habiskan subuh itu dengan cerita yang telah terlewati sampai akhirnya kami sama sama terlelap dan bangun dengan kepala pusing. Seperti dua orang yang mabuk karena menyesap cerita abg terlalu banyak.

Dan hari pertama di Tangerang pun dimulai . . . .
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Panjang Umur Wanita
  • replacement
  • susu jahe hangat
  • mei

Categories

  • Reviews
  • Stories
  • Unsend Letters

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2021 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (3)
  • ►  2020 (46)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (28)
    • ►  Desember (11)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (21)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (62)
    • ►  November (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (15)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2016 (55)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ▼  2015 (26)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (6)
    • ▼  Februari (4)
      • Blank Space
      • This isn't Me
      • Jadi dewasa itu nggak hanya soal kita yang makin ...
      • Beginning
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (48)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2013 (52)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2012 (68)
    • ►  Desember (23)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (13)
    • ►  Desember (13)

Pengikut

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates