Hellonjo!

Soal cerita melelahkan juga banyak hal - hal yang menyenangkan.


Aku ingin menjadi seseorang yang lebih baik tidak ada daripada tidak membahagiakan. Aku hanya sedikit mengerti, bahwa tak ada yang sederhana dari menerima keberadaan yang tanpa jiwa maupun keikhlasan. Karna menurut aku yang masih kurang banyak tau, selalu ada ketidaknyamanan dalam keterpaksaan. Lalu bagaimana mau bahagia jika ketidaknyamanan itu selalu membuat kita mempertanyakan keberadaan?. 

Mungkin aku hanya tak ingin jadi sebab kepala seseorang dipenuhi pertanyaan yang sebenarnya jawabannya adalah "aku tak ingin membersamaimu". Aku hanya sederhana tak ingin membuat seseorang berada di posisi yang serupa itu. Karna ada yang menyesakkan dari kehancuran yang ditahan, dibungkus rapi dan cantik, tapi tetap mematikan.  Dan tak ada lagi yang lebih menyesakkan daripada harus menerima terima kasih dari seseorang yang kita berikan bingkisan dengan isi yang sebenarnya tidak menyenangkan.

Aku hanya ingin belajar menjadi seseorang yang tulus tanpa kebohongan.


-selepas berlelah lelah di lahan penelitian seorang teman-
Mau cerita sedikit boleh nggak? Sedikit cerita dari seorang introvert yang seringkali mendengarkan, tapi nggak jarang juga bawelnya setengah mati karna beberapa hal. 

Sesama intro mungkin bisa mengerti hal ini, bahwa kita seringkali dapat memahami seseorang hanya dengan mengamati lebih dalam dan diam-diam. Seringkali kita tau, mana yang tulus atau tidak, mana yang bohong, mana yang peduli atau hanya sekedar basa basi. 

Oleh karnanya, ketika bertemu orang lain. Seringkali gue bisa tau, is he being true or not, dan pada setiap kali itu juga, gue selalu merubah segala pikiran buruk menjadi sesuatu yang "nope, its just my cruel imagination about someone I didnt know very well", "no, I was just too confident, I might be wrong about them, and they might be not that evil". Gue berusaha percaya dengan mereka, dan tidak percaya dengan apa yang diri gue sendiri katakan. 

And it turns out, people are always so typical.

Mereka akhirnya membuktikan kalau ternyata memang diri lo benar. Mereka melegitimasi semua suara di dalam kepala lo yang berkata "mereka sebenernya nggak peduli", "mereka sebenernya cuma basa basi", "dia sama aja cuma main-main", "mereka akan meninggalkan lo", "semua yang mereka pedulikan adalah hidup mereka, walaupun lo sudah memberikan sebagian waktu hidup lo tulus buat mereka", "mereka cuma ada ketika ada butuhnya". 

And now, I understand what mama told me "don't be so naive, people is not always that kind". Yes, I was being naive, and I regret that. It's pathetic, but I'm done with trusting people. I'm done with getting too attached with everyone, no matter who they are. No matter how sweet ttheir words are. Tho, experience taught me, in the end they will always prove you that they are just another mess you have to clean.

Maybe I have to start giving more trust to my own self. Because well, you can't fuck up your own trust right?.
Untuk semua petir yang berkilat. Harus ya kamu selalu datang tiba-tiba dan mengagetkan?. Harus ya kamu mencuri semua perhatian pada detik kamu datang?. Harus ya kamu memporakporandakan semua konsentrasi yang susah-susah aku kumpulkan?. 

Untuk petir yang kemudian hilang, Tidak usahlah kau jawab semua pertanyaan, karna mereka sungguh tak perlu jawaban. Segala tanya yang aku ajukan sebenarnya adalah tuntutan, wujud dari segala kemarahan yang kemudian tak dapat aku sampaikan. Kau tau karna apa? Iya, karna kau terlalu cepat hilang untuk dimintai pertanggung jawaban. 

Untuk petir yang masih tak mengerti. Saat ini kau mungkin bertanya dalam hati (jika kau masih punya hati). Apa salahku? Kenapa kau menyalahkan aku dengan segala hakikatku? Sifatku? Semua ilusi yang sebenarnya sudah orang lain tau. Iya, aku tau semua tanda tanya itu sudah berkumpul dalam benakmu. Tapi wahai petir, kamu tau sebenarnya kamu lebih dari mengerti, bahwa aku tak selamanya dapat mengerti segala kedatanganmu. Bisakah kau terima saja kali ini? untuk yang terakhir kali.

Untuk setiap petir yang sudah datang dan kemudian pergi. Terkejutkah kau jika aku bercerita, bahwa aku pernah menyukaimu dengan segala kedatangan yang tiba-tiba. Memberi kilatan warna pada dunia hitam putih yang sudah pasti membosankan. Iya, itu aku sebelum kau datang, yang ternyata bersama dengan badai yang meluluhlantahkan. Iya, mula-mula gerimis tipis menyenangkan. Lalu perlahan awan menggelap dan rintik semakin besar, semakin kelam, dan kemudian menyakitkan. Setiap tetesan air hujan menghujam kulitku yang terlalu perasa, membuatku sulit melihat karna tak terbiasa menerima badai di kelopak mata. Lalu aku perlahan tenggelam dalam suara gemuruh badai di atas atap gubuk tempat aku menumpang teduh setelah kuyup. Aku tak bisa berpikir apapun karna riuhnya menyesakkan hati dan perasaan. Logikaku undur diri dengan menyisakan satu pertanyaan, kamu dimana, petir?.

Kamu dimana setelah badai yang kau tinggalkan telah berhasil menghancurkan? Kamu dimana setelah matahari tertutupi awan gelap hanya agar kamu dapat tinggal? Kamu dimana setelah akhirnya aku dapat menerima segala hal tentang kamu yang seringkali orang lain tinggalkan?.

Dan ya, lagi-lagi segala pertanyaanku tak meminta jawaban. Segala tuntutan pun tak meminta perhatian. Aku kini hanya cukup tau, bahwa memang manusia seringkali harus menerima kesialan yang tidak dia inginkan. Aku kini hanyalah seorang pejalan kaki dengan cerita pernah tiba-tiba tersambar petir tapi tidak mati. Terimakasih atas tambahan prestasi pada gadis biasa dengan siang yang biasa. Aku kini semakin terbiasa dengan kondisi dihancurkan, ditinggalkan, tanpa permohonan maaf ataupun penjelasan. Dan tolong, jangan datang lagi kalau hanya untuk menyinggahi.

maybe this is how you learn to be all grown up. you learn to endure something that hurt you so bad. keep unnecessary things for yourself, even though your heart screaming all the way round, just simply it is meaningless stupid feelings. now you have to walk the pain as long as you can, no matter how small the energy left, how bitter every step ahead, how failures hunt you down along the road. 

maybe this is how you learn to be all grown up. realize that something isn't always up to your plan. several plans are better left behind because simply your only choice is to adapt with what universe gave. you accept, you know you are as clueless as fallen leaves in brown tiled city park. now, you laugh the tears. you tasted sour, somehow bitter, but surprisingly sweet in the end. you know, it might be the beginning of an end. a sweet sweet end. you finally laugh without any bargain, because you want to, because all the things that have been such a disaster become foolishly funny.

and yes, this is how you actually learn to be all grown up. you keep, you endure, you adapt, you walk, you laugh, you accept. 
Ini untuk dua hari yang lupa dan tanpa luka. Untuk seorang pencinta hujan yang tak bertemu dengan derasnya di tanah purwokerto. Untuk dia yang tiba-tiba datang memusingkan, dan pergi lalu menimbulkan kehampaan. 

Saat itu aku tau, kedatanganmu bukan satu yang diharapkan, bahkan kebalikannya, ia dipenuhi kegusaran di akhir bulan. Oleh karnanya aku merancang rencana agar tak terlalu merasa dirugikan. Aku juga akan ikut liburan! pergi ketempat yang belum sempat aku datangi, makan di restoran yang aku sukai. Dan jadilah akhirnya dua hari kita dipenuhi perjalanan yang di luar perkiraan.

Kemudian, kau seringkali bercanda, bagaimana aku telah menjadi manusia paling semena-mena. Mengajak seseorang yang sudah berlelah-lelah di atas kereta berjam-jam, pergi ke dataran tinggi yang dinginnya bukan main di hampir tengah malam, naik motor, hanya untuk makan tempe. Padahal itu mendoan kriyuk legendaris di kota ini :'. 

Tapi itu baru awal. Perjalanan kita selanjutnya adalah mencari air terjun yang baru-baru ini menjadi spot paling oke. Sebenarnya sederhana, aku hanya ingin punya foto yang instagramable maka aku ajak kau kesana. Air terjun yang belum pernah sekalipun aku kunjungi tapi sudah menarik hati. Lalu dengan bermodalkan gps, kita disuguhkan dengan pemandangan pedesaan, lengkap dengan jalanan serupa sungai yang telah mengering. Hasilnya, sejujurnya, aku tak terlalu suka karna ternyata air terjunnya kelewat biasa. Tapi perjalanan kita 20 menit berjalan kaki di antara hutan ala ala adalah satu yang selalu menyenangkan kalau diingat kembali. Biarpun jauh dan melelahkan aku akan kembali memilih untuk berjalan kaki lagi hehe.

Lalu obrolan hampir tengah malam kita di kafe pinggir jalan. Yang kemudian diikuti kesunyian pada perjalanan pulang kita dari bukit berbintang yang mendung dan tak biasanya menjadi mengecewakan. Tak terlalu seru tapi aku merasa bodoh karna telah mengajakmu senekat itu :')).

Besokannya, kita mencoba mall baru, makan es krim keinginanku sejak dulu. Sebelum akhirnya kau pulang.

Ini yang aneh. Aku merasakan kesedihan ketika harus berkendara sendirian di kota ini setelah dua hari ada kamu yang selalu menyertai. Merasa sesak karna harus kembali berbincang sendiri dengan kepalaku. Merasa harus melogikan perasaan, bahwa ini hanya perjalanan biasa bersama seorang teman lama. Masih belum ingin menyimpan nomormu, karna aku tau, ini tak lebih dari perjalanan singkat yang biasa. Aku, berusaha baik-baik saja walaupun tiba-tiba dipeluk oleh rasa kesepian yang sementara. 

Tapi hey, ternyata kamu melanjutkan segalanya, dan darisanalah akhirnya segala cerita aneh dimulai. 

Dan sampai sinilah akhir ceritaku soal dua hari kita. Hal-hal membahagiakan yang takut aku lupakan sehingga merasa perlu untuk dituliskan. Semoga kamu disana, baik-baik dan sehat-sehat saja. Sampai ketemu entah dipersimpangan kehidupan yang mana.

P.s: ada banyak yang ingin aku pesankan, tapi semoga kamu bahagia. Selalu bahagia. Semoga kamu dihadiahi petulangan yang lebih membahagiakan daripada dua hari kita yang aku abadikan :))
Aku bersyukur masih ada rumah yang menerima segala kekurangan, kegagalan, ketidaksempurnaan, yang bahkan seringkali aku sulit untuk terima. Aku bersyukur untuk mereka yang doanya selalu mengisi hati yang terkadang sulit tercukupi. Aku bersyukur masih memiliki hal-hal yang dalam kesederhanaannya masih bisa membuatku merasa sangat bahagia. Aku bersyukur masih bisa memeluk rumahku sendiri.
Mungkin aku akan melupakanmu. Mungkin. Tapi hai laki-laki yang membingkai senja, terimakasih karna telah datang dua kali, walaupun untuk sama-sama kemudian pergi. 

Hai kamu yang kali terakhir datang. Aku tak mengerti benar apakah ini sayang, tapi kamu adalah sesuatu yang kemudian aku rasa harus aku kenang. Tapi mari aku panggil kamu sayang. Panggilan yang kemarin terasa dekat dan akan menjauh, sampai kita sama-sama lupa. Bahwa ini pernah terjadi, kita pernah sedekat itu, kau pernah sangat perhatian kepadaku. 

Aku mulai mendoakanmu, dan itu adalah satu tanda keberdayaan di tengah kehilangan. Tetap menjagamu seperti yang biasanya aku lakukan. Mungkin semesta hanya ingin mengajarkan, bahwa doa adalah seutama-utamanya penjagaan yang bisa kita minta. 

Sudah, tulisanku kacau. Aku memang belum baik-baik saja. Tapi tak apa, aku akan selalu tak apa. Hai kamu, baik-baik disana ya. Sehat-sehatlah, agar terus dapat berkelana kemanapun yang kau suka. Memeluk kearifan dan kesederhanaan manusia. Kembali membingkai senja, yang sama indahnya.

P.s: akan ku usahakan ngelab sendiri walau tanpa telfonmu.
P.s.s: terimakasih karna telah menjadi pembalasan dendamku yang paling memuaskan, dua kali. Kamu daebak pokoknya hahaha
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Panjang Umur Wanita
  • replacement
  • susu jahe hangat
  • mei

Categories

  • Reviews
  • Stories
  • Unsend Letters

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2025 (4)
    • ▼  Juni (2)
      • hari jumat
      • nekattt
    • ►  April (2)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2021 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (3)
  • ►  2020 (46)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (28)
    • ►  Desember (11)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (21)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (62)
    • ►  November (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (15)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2016 (55)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (26)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (48)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2013 (52)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2012 (68)
    • ►  Desember (23)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (13)
    • ►  Desember (13)

Pengikut

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates