Hellonjo!

Soal cerita melelahkan juga banyak hal - hal yang menyenangkan.


Di umur yang sama, ibuku sudah membawaku kemanapun ia pergi di dalam perutnya. Kami tidak pernah bercerita, tapi aku selalu melihat senyumnya di setiap foto tersimpul bahagia.

Di umur yang sama, aku membawa satu koper penuh dengan trauma. Kami tidak pernah bercerita tapi kurasa ibuku mengerti bahwa aku sedang melepaskan setiap beban ini satu - satu, seorang diri, seperti biasa.

Di umur yang sama, ibuku menghitung hari sampai terlahir kembali menjadi seorang mama. Ia mempersiapkan baju - baju kecil berwarna merah muda, peralatan memasak, dan juga sebuah rumah sederhana di pinggiran kota.

Di umur yang sama, aku menghitung hari sampai akhir mingguku kembali. Mereka - reka, tempat apa yang akan aku kunjungi sendiri kali ini, ilmu baru apa yang akan aku mulai pelajari. Aku kembali berusaha untuk kembali menekuni apapun yang aku mulai.

Di umur yang sama, ibuku mulai membagi ruang di hati dan pikirannya untuk keluarga kecil barunya. Bagaimana ia akan menghiasi setiap sisinya dengan penuh perhatian dan cinta. Memastikan bahwa tidak ada sudut - sudut tajam yang dapat melukai setiap manusia di dalamnya.

Di umur yang sama, aku mulai menciptakan ruang dimana diriku menjadi satu - satunya. Aku masih berusaha untuk membersihkan banyak sisa sampah yang berceceran dari manusia yang berlalu lalang. Menempatkan setiap pikiran pada tempatnya semula, yang seharusnya.

Di umur yang sama, ibuku bertumbuh memenuhi panggilan jiwanya. Pada bentuk yang berbeda, aku berharap jalan ini juga membuatku bertumbuh dari setiap luka. Kami tidak pernah membicarakannya, tapi aku tau, ia mengerti bahwa aku sedang berusaha sebaik - baiknya.

Berulang kali aku memilah kata yang tepat untuk merayakan bulan kelahiran Bapak dan Eyang. Selamat tidak dirasa pas dalam hari yang terasa penuh kehilangan. Aku juga tidak dapat menyematkan kata semoga karena hari itu adalah pengingat bahwa banyak harap mati tiba - tiba. Mungkin aku hanya dapat bercerita bagaimana setelah dua tahun terlewati, kami masih tak henti merayakan duka. Bukan dengan tiupan lilin pada kue yang aku pesan sepulang kerja. Tidak juga dengan tumpeng nasi kuning dengan ruang tamu penuh anggota keluarga, di belakangnya Bapak, Eyang, dan Inara duduk bersama. Saat itu, kami melingkar di sekelilingnya dengan melangitkan banyak doa. Tidak pernah kami kira, pada bulan Januari, salah satu doa itu mati satu. Pada bulan Agustus, satu doa menyusul luruh.

Oleh karenanya, pada lebaran paling sepi, aku merayakannya dengan tangis tanpa henti. Pertama kalinya, sunyi terlalu memekakkan telingaku, semua pertahananku tercerabut satu - satu. Pertama kalinya, aku tidak lagi merasa harus lebih kuat di depan ibuku. Kupikir saat itu setengahku menyadari, bahwa aku menjadi satu - satunya yang belum berjalan maju meskipun berlari setiap hari. 

Soal mengejawantahkan suatu perayaan, maka di dalamnya akan ada manusia - manusia yang bersuka cita pada suatu kejadian. Terkesima pada setiap hal - hal yang terjadi pada rentang waktu tertentu karena setiapnya aneh dan tidak biasa. Persis seperti proses kehilangan, yang mana kupikir suatu hari akan mengecil lalu surut, tapi ternyata ia serupa luka parut, yang pada setiap guratannya tanpa kusadari mengubah diriku sedemikian rupa sehingga tidak ada ada jalan untuk kembali. Perubahan yang masih kulatih setiap hari agar tidak hanya menjadi duri, tapi sebaliknya membuatku menjadi manusia yang lebih mengerti dan berempati. Pada akhirnya aku terkesima bagaimana dunia ini ternyata menguji kita semua dengan caranya sendiri.

Aku memang masih sedih sesekali, tapi di atas segala sakit yang dialami akan kehilangan - kehilangan besar ini, perayaan puncakku ditandai dengan rasa syukur tersemat disetiap sisi. Rasa syukur bahwa dari milyaran makhluknya, Ia menghadirkanku di tengah manusia - manusia yang penuh kasih sayang dan menerimaku apa adanya. Aku akhirnya menyadari, tidak akan ada rasa sedih yang luar biasa jika Bapak dan Eyang yang kumiliki tidak istimewa dan penuh cinta. Hadiah yang kupikir sederhana tapi tanpa pernah kuminta ternyata begitu luar biasa dan tidak terjadi pada setiap manusia. Kupikir kini akhirnya perayaanku sempurna.
Mulanya bisa jadi dari roncean melati di kepala adikku. Atau mungkin dari tangkapan foto bernuansa jaman dulu. Atau bisa jadi dari senyumnya yang merekah dalam foto, memakai paes dan sanggul di kepala, dengan bahagia yang serupa cempaka, menjalar dan merekah di matanya. Macam bahagia paling purna karena akhirnya hidup ini tidak lagi penuh dengan tanya soal siapa. 

Siapa yang akan kulihat pertama kali setiap paginya?
Siapa yang hatinya begitu ringan menerima setiap kurangku seperti ia mencintai setiap kelebihannya?
Siapa yang punggungnya cukup tinggi sehingga setiap puncak rintangan di atas muka bumi terasa tidak ada apa - apanya?
Siapa yang akan tetap ingat untuk selalu mencintaiku ketika berada di atas angkasa atau jauh di memori masa senja yang penuh dengan lupa?
Siapa yang bersedia berkata iya untuk setiap hari - hari buruk penuh dengan air mata jauh dari tawa?
Siapa yang tetap tinggal ketika nyamannya singgah dan berpindah jadi menggoda?

Setiap tanya yang bagi adikku kini sudah berbentuk satu nama tepat ketika ijab ditukar dengan mahar.
Setiap tanya yang bagiku namanya masih belum sempurna mengeja.
Setiap tanya yang akhirnya membagi diriku menjadi dua. 

Satu bagian yang kelelahan karena sudah banyak kecewa. Bahwa bersama kehadiran akan selalu menyusul kehilangan. Bahwa tidak ada yang abadi dalam setiap apa yang kita genggam.

Satu bagian lainnya adalah hal baru. Bagian yang juga kelelahan, namun bukan karena ketakutan, melainkan karena terus berlari dan berjaga - jaga. Bukankah tak apa jika kita mulai lagi dari pertama. Tidakkah rasanya akan menyenangkan kembali percaya seutuhnya. Memiliki tempat bersandar ketika jalan ini tidak semudah biasanya. Dengan tangan yang saling mengait dengan setiap sela terisi. Bagian yang membuatku berpikir, tidak peduli setinggi apa tembok ini, bukankah pada akhirnya bagian yang mendamba akan selalu ada dalam dirimu sendiri. 

Bagian yang juga mengingatkanku, bahwa jika ada yang bisa kupetik dari kehilangan terbesarku, itu adalah bagaimana aku tidak menyesal memberikan rasa setulus yang aku bisa, meski kemudian rasa kehilangan seolah menenggelamkanku seutuhnya. Bahwa akhirnya, aku sepakat untuk memaknai kehilangan sebagai salah satu dari banyak fase mencintai ciptaanNya. Kehilangan yang pada akhirnya membuatku amat bersyukur karena dari sekian banyak hal yang kurasa ketidakberuntungan, Ia mempertemukanku pada beberapa manusia yang juga menyayangiku sama besarnya. Hal yang untuk manusia lainnya adalah suatu hak istimewa.
It was my first encounter with the other side of my dear friend, who was suicidal. I felt depression my self, just before we met, and (was likely) healed. Not as bad that made me want to kill my self. But, he was. And on that day, he told me the story how it was only second before he took the rope, tied it on his neck, and hang him self on the ceilings. He was not loud, but deafening enough to make me quiet, listen, and think of what I should say to make him feeling safe. Safe enough to tell the story, safe enough to not leave this life. If there is anything I could help him with, I would definitely take that way without any further second. 

Instead, I asked, what did make him stop, even with rope already in his hands? 
"There was this inner voice that saying 'are you really want to lose over this game?'". Thus, some part in him awaken, part that wants to fight the same chaos once again.

I was taken aback by that statement, almost 3 years after that. (Again) under depression. Much worst than my younger self ever had, beyond what I could understand. And suddenly I think of every lost souls in suicidal spiral of thoughts. I asked to my self, where is God when all the broken souls decided to end this life?.

And this reliving moment when something answered "God was there, saying to him 'are you really want to lose over this game?".

Akhir - akhir ini ia seringkali menabung pengulangan kata - kata yang sama.

"Kalau saja kita bertemu lebih dulu."

Lebih dulu sebelum bencana besar dalam hidup seorang gadis yang amat mencintai ayahnya. 

Lebih dulu sebelum bagian dirinya mati ditikam percaya.

Lebih dulu sebelum gagasannya soal belahan jiwa diruntuhkan seseorang yang dulu adalah sahabat jiwanya.

Lebih dulu sebelum banyak sekali kejadian yang membuatnya berpikir bahwa hidupnya tidak semestinya bahagia.

Bahwa jalan ini akan sepenuhnya nelangsa.

Bahwa karenanya ia memutuskan untuk merangkul kesedihan seperti teman dekatnya yang ternyata menyembunyikan belati di belakang punggungnya.

Lebih dulu sebelum ia kehilangan kemampuan mencinta, karena seluruh tenaga ia habiskan untuk berlari dan berjaga - jaga. 

Jikalau setiap bahagia yang semu akhirnya selesai juga.


I'm counting days before I no longer able to acknowledge my self as 25. Quarter life crisis came too early, and hit like truck lately. But if that was a tunnel, then, I guess this is the light that i started to see. I lost many things, just like many other people. But I gain a lot too, and this is one of them. 

Being the only child alive in my core family, I've been spending most of my life feeling afraid of being alone. That's why my biggest fear was losing them. I lost dad earlier this year, and praying harder to have more time with mom. 

But, that got me thinking, eventually, it is inevitable to lose every one you love. Every relationship will end either way. Whether you are prepared or not. And the only thing you can keep is yourself. Because it is always up to you. Whether to keep her along or leave her behind. Whether to built her up or beat her down. Which also by knowing this, I understand that I'm not as helpless as I thought. For the first time, surprisingly, I have a little bravery to grow up alone. A little sparks indeed and yet more than enough. 

Though, to take it from different perspective, I have to admit that eventhough I no longer that afraid to live alone, I still have that lingering fears of losing every one I love. Maybe, it is something that I will never get over, or I don't know. It is still a long journey ahead to get the answer of the question, I hope.

I have less than 5 years before hitting thirty. I dont know where I would be, what I would do, or who I would love. But I hope I slay that age. To be honest, for a former hopeless romantic, imagining have a life with only my self is a bit lonely sometimes, but it somehow feels liberating. To be not bound with everyone else and to every uncertainty it follows. Being with my longest commitment, which is my self, is enough for now. 

I still have picture that my 17 y.o. self holds dearly. Married, having family and kids of my own. Living in our house which far from big because we like to keep everyone packed inside feeling warm with love, laugh, and stories before bed. Wide yards and cozy fench for a coffee in the morning, in the neighborhood where we actually know everyone. That picture still beautiful for me in every way. But I'd loved hard before, got disappointed, while miscalculating everything. I was a victim and a villain in other stories. Because heart changes, and the only certain thing is the existence of ourselves in our life. So when it comes to conclusion, other people may have that kind of life, and I will always happy for them. However, if my stories come differently, I'm no longer afraid, as it is still a life that I will cheer as long as I breath :).

Pada salah satu hari di bulan Oktober, Bapak menangis dihadapan layar TV yang menyiarkan pernikahan anak perempuan presiden. Hanya ada aku dan Bapak di ruang perawatan. Tanpa Mama karena siang itu adalah giliranku berjaga. Aku hanya menggodanya. Meski hatiku terasa patah, sempurna kuhindari keberadaannya. Aku belum siap berhadapan dengan fakta, bahwa tangisan Bapak bukan berasal dari haru karena melihat orang lain bahagia. Saat itu aku mengerti, bahwa tatapannya di layar tivi tidak melihat presiden kami sebagai seorang yang berkuasa atas pemerintahan negeri ini. Di tengah perhelatan yang sedang disiarkan, Bapak hanyalah melihat seorang bapak lain yang pada hari itu, kebahagiaannya purna karena satu - satunya anak perempuan keluarga, telah bertemu setengah bagian jiwanya. Laki - laki yang karena begitu besar rasa cinta, bersedia ganti menanggung gadis kecilnya di akhirat dan dunia. Seorang bapak di layar tivi itu tau, bahwa meskipun tidak akan ada laki - laki di luar sana yang memiliki cinta kepada anak perempuan itu sama besarnya, tapi setidaknya kini, ada seorang laki - laki lain yang mau menghabiskan seumur hidupnya berusaha memberi cinta yang sama. 

Pada salah satu hari di bulan kelahiran Bapak, aku menangis di depan tumpukan pakaiannya yang masih berada di pojok kamar, dengan hati yang coba dirangkai kembali, hanya untuk gagal berkali - kali pada hari - hari payah seperti ini. Aku kembali pada tiga tahun lalu ketika aku menggodanya, seraya mengiyakan perasaanku sendiri ketika hari itu Bapak menangis di ruang kamar sederhana. Meski tanpa kata, perasaanku mengerti, bagaimana Bapak seakan tau bahwa meskipun amat menginginkannya, ia tidak akan pernah sampai pada masa yang sama. Dimana ia dapat melihat anak perempuannya bersama laki - laki yang karena begitu besar rasa cinta, bersedia menanggung gadis kecilnya di akhirat dan dunia. Laki - laki yang tidak pernah ragu - ragu dalam setiap usaha membuat yang paling ia cinta bahagia. Laki - laki yang padanya, Bapak mantap digantikan dengan penuh kerelaan. 

Pada salah satu hari, di antara percobaan ribuan kali untuk dapat merasa lagi, aku tau, bahwa penyesalanku yang tertinggal di tiga tahun lalu hanya satu. Mengatakan yang sudah aku mengerti, bagaimana ia dengan segala ketidak sempurnaannya di antara ribuan laki - laki, selamanya tidak akan pernah terganti. Aku sering berpikir, bagaimana tugas Bapak di dunia sudah purna. Tapi, pada suatu ruang dengan banyak tanda tanya aku menemukan diriku bertanya apakah Bapak masih dapat berkata

"Dia orang yang baik Ta, Bapak merestuimu dengannya".

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Panjang Umur Wanita
  • replacement
  • susu jahe hangat
  • mei

Categories

  • Reviews
  • Stories
  • Unsend Letters

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2025 (4)
    • ▼  Juni (2)
      • hari jumat
      • nekattt
    • ►  April (2)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2021 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (3)
  • ►  2020 (46)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (28)
    • ►  Desember (11)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (21)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (62)
    • ►  November (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (15)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2016 (55)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (26)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (48)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2013 (52)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2012 (68)
    • ►  Desember (23)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (13)
    • ►  Desember (13)

Pengikut

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates