Hari pertama aku menemukanmu, serbuan kata segera memenuhi kepalaku. Ribuan tanya mengantri di ujung jemari, menanti untuk akhirnya sampai padamu. Soal banyak hal tentang satu laki - laki yang sama - sama kita kenali. Hai Dhi, kenalkan aku, seorang gadis yang tidak pernah kamu kenali, pun temui.
Mungkin sebaiknya, pertama - tama, seharusnya aku mengenalkan diri. Aku Dita, dan ini hari kedua ku dalam isolasi. Ditengah sunyi, tiba - tiba aku menjadikan nyata setiap tanya dalam kepala. Menjadi beberapa paragraf frasa untuk seorang gadis yang tidak pernah aku kenali, pun temui.
Mungkin suatu hari kamu akan membacanya, mungkin tidak sama sekali. Tidak apa, toh bukan itu tujuan utama, karena aku hanya ingin bercerita. Laki - laki yang kau sebut pasangan dengan bangganya, adalah seseorang yang pernah meninggalkanku dalam palung Mariana. Yang kemudian, ditengah nyala api, aku menemukanmu, menjadi satu - satunya arah yang ia tuju, ketika punggungnya sempurna menjauh dariku.
Aku sudah sejengkal menuju tekad untuk bertanya. Aku atau kamu, siapa yang pertama?. Aku atau kamu, siapa yang sesungguhnya ia berikan sepenuhnya rasa?. Aku atau kamu, siapa yang dulu sebenarnya ada dalam maket masa depannya?. Pertanyaan - pertanyaan yang akhirnya kusimpan dan coba kujawab sendiri dengan berbagai macam cara.
Aku mencoba mereka - reka, siapa kamu seorang gadis diujung sana. Kenapa ia memilih untuk menghampirimu ketika aku juga selalu menunggu laki - laki yang sama dengan setia?. Bisakah aku menjelma menjadi serupa lebihmu yang akhirnya menggenapkannya?. Mampukah aku menjadi kamu, yang diperlakukan sebaik - baiknya oleh seorang laki - laki yang mencinta?. Usaha apa yang seharusnya dulu kulakukan, agar tidak jadi sekedar pilihan?.
Sampai pada suatu ketika, aku cukupkan diri dalam mengenalmu. Tidak kutemukan suatu kesalahan darimu. Kita sama baiknya, hanya berbeda cerita. Pada kesempatan berbeda, kita mungkin saja menjadi dua kawan yang bertukar cerita dengan serunya. Berbagi tawa tentang perjalanan seperempat abad menjadi wanita, dengan berbagai macam kekacauannya.
Mempelajarimu dengan hati - hati, membuatku sadar bahwa kamu memang pantas dicintai. Kita hanya tidak sengaja terikat, dalam suatu tali tidak kasat mata, dengan laki - laki yang sama sebagai pusatnya. Laki - laki yang pada satu titik di kehidupannya, sempurna kebingungan akan dua jalan dengan kita di setiap ujungnya yang berlawanan. Kebingungannya yang akhirnya membuatku menyadari, bahwa aku juga pantas dicintai sama besarnya, tanpa langkah setengah hati. Bahwa aku pantas untuk suatu ruang, yang ketika didalamnya aku berhenti bertanya, apakah aku benar - benar diterima. Ruang yang lapangnya meyakinkanku, bahwa aku tetap menjadi satu - satunya.
Hai Dhi, ini surat dari seorang gadis yang tidak kamu kenali. Tapi ketahuilah, aku tidak membencimu. Tidak lagi.
Selamat berbahagia ya. Percayalah, jika suatu hari semesta mempertemukan kita dalam suatu komedi sederhana, maka aku hanya akan berkata
"Hai Dhi, sebenarnya, aku sudah mengenalmu sejak lama 🤣"