Hellonjo!

Soal cerita melelahkan juga banyak hal - hal yang menyenangkan.


Ya Rabbana, Laa Hawlaa wa La Quwwataa Illa Billah.

Teruntuk mimpi, aku katakan padamu setiap hari.

Tetaplah hidup, meski redup.

Jangan mati, setidaknya bukan hari ini.

Jika Ia menjadikan ini untuk kita, maka setiap jalan akan dimudahkan.

Jika Ia menjadikan ini untuk kita, ditengah kesulitan, Ia akan memberikan jalan terhadap kesulitan.

Tepat seperti banyak sekali kejadian.

Jika ternyata akhirnya Ia tidak menjadikan ini untuk kita, maka hatiku akan dilapangkan.

Dan ingatlah bahwa tidak ada usaha baik yang berujung kesia - siaan. 

Bahwa setiap keberhasilan dan kegagalan, semuanya hanyalah satu langkah perjalanan dalam kehidupan.

Yang kemudian mengingatkan kita, bahwa setiap yang hidup dan mati bergantung padaNya.

Bahwa akan selalu ada yang lebih besar dari setiap rencana.

Bahwa kita hanyalah makhluk yang amat kecilnya, sehingga esensi hidup fana ini hanya seputar doa, berusaha, dan berdoa.

Hari pertama aku menemukanmu, serbuan kata segera memenuhi kepalaku. Ribuan tanya mengantri di ujung jemari, menanti untuk akhirnya sampai padamu. Soal banyak hal tentang satu laki - laki yang sama - sama kita kenali. Hai Dhi, kenalkan aku, seorang gadis yang tidak pernah kamu kenali, pun temui. 

Mungkin sebaiknya, pertama - tama, seharusnya aku mengenalkan diri. Aku Dita, dan ini hari kedua ku dalam isolasi. Ditengah sunyi, tiba - tiba aku menjadikan nyata setiap tanya dalam kepala. Menjadi beberapa paragraf frasa untuk seorang gadis yang tidak pernah aku kenali, pun temui. 

Mungkin suatu hari kamu akan membacanya, mungkin tidak sama sekali. Tidak apa, toh bukan itu tujuan utama, karena aku hanya ingin bercerita. Laki - laki yang kau sebut pasangan dengan bangganya, adalah seseorang yang pernah meninggalkanku dalam palung Mariana. Yang kemudian, ditengah nyala api, aku menemukanmu, menjadi satu - satunya arah yang ia tuju, ketika punggungnya sempurna menjauh dariku. 

Aku sudah sejengkal menuju tekad untuk bertanya. Aku atau kamu, siapa yang pertama?. Aku atau kamu, siapa yang sesungguhnya ia berikan sepenuhnya rasa?. Aku atau kamu, siapa yang dulu sebenarnya ada dalam maket masa depannya?. Pertanyaan - pertanyaan yang akhirnya kusimpan dan coba kujawab sendiri dengan berbagai macam cara.

Aku mencoba mereka - reka, siapa kamu seorang gadis diujung sana. Kenapa ia memilih untuk menghampirimu ketika aku juga selalu menunggu laki - laki yang sama dengan setia?. Bisakah aku menjelma menjadi serupa lebihmu yang akhirnya menggenapkannya?. Mampukah aku menjadi kamu, yang diperlakukan sebaik - baiknya oleh seorang laki - laki yang mencinta?. Usaha apa yang seharusnya dulu kulakukan, agar tidak jadi sekedar pilihan?. 

Sampai pada suatu ketika, aku cukupkan diri dalam mengenalmu. Tidak kutemukan suatu kesalahan darimu. Kita sama baiknya, hanya berbeda cerita. Pada kesempatan berbeda, kita mungkin saja menjadi dua kawan yang bertukar cerita dengan serunya. Berbagi tawa tentang perjalanan seperempat abad menjadi wanita, dengan berbagai macam kekacauannya. 

Mempelajarimu dengan hati - hati, membuatku sadar bahwa kamu memang pantas dicintai. Kita hanya tidak sengaja terikat, dalam suatu tali tidak kasat mata, dengan laki - laki yang sama sebagai pusatnya. Laki - laki yang pada satu titik di kehidupannya, sempurna kebingungan akan dua jalan dengan kita di setiap ujungnya yang berlawanan. Kebingungannya yang akhirnya membuatku menyadari, bahwa aku juga pantas dicintai sama besarnya, tanpa langkah setengah hati. Bahwa aku pantas untuk suatu ruang, yang ketika didalamnya aku berhenti bertanya, apakah aku benar - benar diterima. Ruang yang lapangnya meyakinkanku, bahwa aku tetap menjadi satu - satunya.

Hai Dhi, ini surat dari seorang gadis yang tidak kamu kenali. Tapi ketahuilah, aku tidak membencimu. Tidak lagi. 

Selamat berbahagia ya. Percayalah, jika suatu hari semesta mempertemukan kita dalam suatu komedi sederhana, maka aku hanya akan berkata

"Hai Dhi, sebenarnya, aku sudah mengenalmu sejak lama 🤣"

Tanpa mereka tau, diam - diam aku adalah pendendam. Kusembunyikan dalam saku paling dalam, ketika yang orang lain tau hanyalah pengikhlasan. Meski begitu, aku tak pernah benar - benar menjadikan dendamku jadi kenyataan. Semuanya kupasrahkan kepada semesta, ketika aku duduk dengan hikmat menjadi penonton pertama. Sampai hatiku terpuaskan dengan kehancurannya yang sama, aku terus mendapati diriku diam - diam mengamati mereka yang sempat menyakiti. Meski tampak tidak peduli, di dalam hati, rasa penasaranku masih begitu membumbung tinggi. Bukan mencari penyesalan atas apa yang telah mereka lakukan, aku hanya mendamba kehancuran yang (kupikir) seharusnya mereka dapatkan. Saat itu adalah kemenangan dari setiap pesakitan, dimana cerita sempurna tertuntaskan.

Sampai suatu ketika, dalam pencarianku, aku menemukan bahwa ia masih begitu bahagia. Teramat bahagia dengan cara yang sama pernah membuatku luka. Jika dendam adalah tujuan, ini jelas suatu kekalahan. Tapi rasanya hatiku berkata bukan, yang kupercaya adalah suatu kesalahan. 

Aku berdiskusi dengan hatiku, dan sampai pada suatu kesimpulan. Ternyata, pembalasan dendam tidak selamanya mengambil rupa sebagai kehancuran. Pada sebagian cerita, ternyata kita cukup dengan kebahagiaan yang sama. Cukup dengan pengertian, bahwa ia adalah pelajaran, bukan bagian utama dari jalan menuju kebahagiaan. Cukup dengan pemahaman, bahwa kepergiannya telah menciptakan suatu ruang untuk sosok yang baru. Ia yang kemudian menunjukkan, bahwa membersamai dengan sepenuhnya kehadiran, bukan pekerjaan yang cukup dituntaskan dengan perhatian sambil lalu. Ia yang selalu mengingatkan, bahwa menerima banyak kurangku bukanlah suatu beban yang ia bawa di ranselnya setiap waktu. Ia yang membuatku menyadari, bahwa ternyata aku pantas diusahakan tanpa basa - basi, bukan seseorang yang hanya cukup dicintai setengah hati. Ia yang kemudian menjadikan kedua mataku serupa kuil, yang pada kedalamannya ia memeluk ketenangan hatinya sendiri. 

Jika impas adalah tujuan dari pembalasan dendam, maka kini aku tetap sampai pada titik keseimbangan. Kami sudah impas dalam menjadi penuh kebahagiaan. 
Aku benci hati manusia, dan bagaimana ia begitu amat mudah berubahnya. Suatu ketika ia ingin berlari menuju yang paling hati ingini, dan suatu ketika ia dapat pergi begitu saja lalu menyendiri. 

Aku benci hati manusia, dan bagaimana hal itu membuatku kehilangan percaya. Pernah bergantung padanya sepenuh jiwa, membuatku merasa dikhianati karena setiap langkah mengikutinya berakhir percuma.

Aku benci hati manusia, dan bagaimana ia bisa jadi sangat penuh kendali terhadap isi kepala. Aku pernah berkata bahwa aku hanya akan dipenuhi logika, dengan segala hitungannya yang sempurna. Lalu tiba - tiba aku tersesat dalam rasa yang serupa rimba, karena hatiku berkata bahwa inilah satu - satunya cara bahagia. Segala hitunganku tidak lagi dilihatnya, abai saja terhadap setiap tanda bahaya. 

Aku amat benci hati manusia, sampai suatu ketika kebencianku terasa begitu membutakan mata. Sehingga aku lupa, ditengah gelapnya ada cahayaNya yang selalu menuntunku kepada rencana paling baik daripada rencana manusia. Sehingga aku lupa, kemampuannya untuk berubah menjadi tajamnya pecahan kaca, juga bekerja dengan cara yang sama menuju tujuan berbeda. Mengarah kepada kemampuan menyembuhkan diri sendiri dari luka. Kembali sempurna merasa setelah banyak hal menyakiti. Mampu tertawa lagi ketika melihat setiap yang terjadi, benar - benar telah terlewati. 

Tanpa kusadari, hatiku tidak lagi sakit setiap namamu muncul serupa jendela yang berderit. Aku juga sudah melupakan kenapa satu gelang pernah terasa begitu istimewa, bahkan aku lupa waktu itu kubeli dimana. Bahkan kini aku dapat melewati Banaran dengan hati yang ringan. Serta kenangan akan jam tangan hijau tosca pun sudah aku kuburkan dengan tenang, seperti mimpi - mimpiku lainnya. Kalian berguguran, dan yang kembali kupercaya namun sempat kulupa adalah, meski tidak jadi nyata, tapi tidak akan ada asa yang sia - sia. Dan aku meralat segala frasaku, bahwa memang benar banyak usaha sia - sia, tapi pelajaran ini akan kubawa selamanya.

Jadi dari setiap hal - hal tidak membahagiakan, ternyata ya enggak sia - sia amat sebenarnya. Iya gak? Hehe.
Empat bulan aku menahan untuk menuliskannya. Menghindari hal - hal yang tidak dapat aku abadikan dengan sempurna. Karena kemarin mengingat bapak adalah soal luka, dan bagaimana aku mendaraskan sesuatu ketika mataku menjelma menjadi musim hujan tanpa tanda akan berhentinya. Tapi kamu penting, dan aku ingin kamu mengenal bapak. Bapak yang bahagia. Aku yang mengingatnya dengan bahagia. 

Hal pertama yang harus kamu tau adalah, bapak selalu pergi ke mesjid setelah adzan maghrib, adzan subuh, dan ketiga adzan lainnya jika ia sempat. Pada beberapa waktu yang ia kira adalah waktunya, satu - satunya pesan adalah jangan pernah meninggalkan solat. Meski sulit. Meski waktu terasa menghimpit. Meski pikiranmu tidak lagi mampu untuk mengingat banyak surat. Jangan pernah tinggalkan tiang agama, bahkan ketika rasanya hatimu patah karena semesta. Ia tidak perlu menjelaskan kenapa, tapi setelah kepergiannya, aku jadi mengerti bagaimana hanya dengan solat, hatimu dapat kembali terisi setelah kekosongan yang teramat sangat. Ingatlah, jika suatu hari akhirnya kamu sampai di ruang tamu rumah ibuku dan terdengar adzan Dzuhur, percayalah bapak pasti akan beranjak ke masjid di ujung gang, dan mengajakmu turut serta. Jika ia masih ada.

Hal kedua adalah, ia seorang laki - laki yang lucu dan penuh tawa. Sampai akhir hayat, aku adalah gadis kecilnya yang tidak pernah habis digoda. Soal bagaimana ia memesankan mi goreng pedas dengan sengaja, padahal aku tak suka. Pesanan yang kemudian ia ralat ketika sudah selesai bercanda. Soal banyak hal - hal sederhana yang hanya akan jadi lucu jika kuceritakan secara langsung ketika akhirnya kita diijinkan semesta untuk bertegur sapa. Ia adalah detak pada banyak obrolan yang menempatkan dirinya sebagai pusat setiap tawa. Ia yang karena itu jadi amat dicintai kawannya dan banyak orang di sekitarnya. Tukang gorengan pinggir jalan, tetangga yang berbeda gang, bapak - bapak tukang cukur di bawah pohon beringin. Sampai keluarga kecil yang sempat menempati ruangan di sebelah kamarnya, ketika ia terbaring karena serangan stroke yang tanpa aba - aba. Ia yang mengajarkanku bahwa tawa adalah hulu dari setiap rasa bahagia, termasuk cinta. Tawa yang diam - diam ikut pergi bersama nafas terakhirnya.

Hal ketiga adalah, ia seorang bapak yang tanpa alfa. Ia hadir seutuhnya, tanpa pernah setengah jiwa. Tidak pernah ada tanda tanya kenapa jika soal inginku dan mama. Cintanya selalu nyata meski tidak pernah berbentuk kata. Ia yang memacu motor tua pada kecepatan paling kencang, karena aku yang salah seragam pada hari dimulainya sekolah menengah pertama. Ia yang tidak pernah alfa dari menjadi pegawai pertama mama, dari berbagai macam usaha yang akhirnya mereka lakukan berdua. Ia yang tanpa ragu kembali ke kampung halaman demi orang tua. Meninggalkan pekerjaan yang terhadapnya, ia amat bangga. Meninggalkan setiap kebiasaan yang sudah menjadi satu di nadinya. Kehadiran cintanya dimana - mana menjadi hal yang tidak dapat kholas aku pasrahkan. 

Sabtu bersama bapak dan banyak kuntum bunga. Banyak penyesalan tumbuh subur seperti setiap jumput rumput di atas pusaranya. Rinduku bukan lagi hujan, tapi badai yang menjebak dengan guntur yang memekakkan indraku. Menghambarkan kemampuan merasa, merubah setiap warna serupa abu - abu. Sampai suatu hari, satu - satunya warna warni mengambil rupa bunga yang dirangkai mama dengan hati - hati. Tanpa jeda, pada setiap sabtu pagi. Membuat aku teringat, meski raganya tidak lagi hangat, kini bapak sudah tidak sakit lagi. Tidak direpotkan dengan dunia yang semakin kacau saja. Tidak perlu hidup dengan tanya, kenapa bapak tidak dapat kembali merasa muda. Aku ingin percaya kata - kata seorang temanku yang amat sederhana, bahwa kebahagiaan tertinggi umat yang beriman adalah pertemuan dengan Rabb-Nya. Oleh karena itu aku sudah memutuskan, setiap penyesalan dan rindu yang kini jadi satu, akan kubayar dengan setiap doa agar pertemuannya dengan Rabb-Nya jadi yang paling membahagiakan sejagat raya, karena kini, bapak disisiNya.
Satu tahun lalu, aku sempat berdoa kepadaNya, agar Mei kali ini lebih membahagiakan daripada sebelumnya. Sedangkan, ketika melihat apa - apa yang tersisa di genggaman tanganku, tidak dapat aku katakan bahwa semesta telah menjadi sedemikian rupa sesuai dengan permintaan seorang wanita menjelang umur ke-dua puluh lima. Namun setidaknya, malam ini aku punya cukup keberanian untuk beranjak dari pusara kepercayaanku yang mati setahun lalu. Berhenti meratapi. Menuju jalan, yang meski belum cukup terang, tapi mulai menampakkan cahaya di ujung lorong yang panjang. 

Dimulai dari afirmasi, bahwa aku, kamu, pantas dianggap ada. Kamu yang sedang merasa amat patah dan hancur berserakan. Kamu pantas diperlakukan sebaik - baiknya. Kamu pantas ditanyakan bagaimana kabarmu dengan dunia. Kamu pantas mendapatkan waktu untuk bercerita, bagaimana pekerjaanmu terkadang bisa jadi amat menyita. Kamu pantas diberikan sandaran ketika sedang teramat lelahnya.

Dimulai dari penyangkalan, bahwa aku, kamu, setiap perasaan di dalam dada adalah valid. Bukan hanya sekedar imaji, atau asa yang dianggap tidak nyata. Kamu berhak marah ketika mimpimu tidak dihargai dan dianggap sampah. Tidak apa kalau kamu merasa amat sedih ketika jadi satu - satunya yang berjuang untuk suatu ide yang disebut orang - orang sebagai cinta. Bahkan wajar saja, jika kamu yang biasanya paling tegak menantang dunia, menjadi seorang gadis kecil yang tanpa kekuatan dan merasa begitu lemahnya. Hampir kehilangan orang - orang yang dekat di hati memang dapat mengaburkan setiap apa yang tadinya jelas pada pandangan mata. Tidak perlu juga kamu malu ketika beban semakin berat, dan kamu butuh rumah untuk singgah dan beristirahat. 

Diakhiri dengan pelarian panjang, bahwa aku, kamu, dan hal - hal penting dalam tas punggungmu kini harus menempuh perjalanan meninggalkan mereka yang tidak pernah menghargaimu seperti ibu bapak terhadapmu. Seperti sahabatmu yang diam - diam mengkhawatirkanmu. Seperti gurumu yang seringkali lebih percaya kepadamu, daripada kamu mempercayai kemampuanmu sendiri. Kamu hanya cukup sedikit berani meninggalkan rumah yang tidak lagi nyaman untuk persinggahan ketika lelah. Menuju jalan yang bisa jadi sepenuhnya berbeda. Dan setiap yang berbeda, seringkali dapat jadi begitu ngeri, tapi setidaknya kamu tau, bekalmu lebih mantap kali ini. Kini, kamu mengerti, bagaimana dirimu amat bernilai, dan mereka yang tidak melihat inti pentingnya maka jalan terbaik adalah meninggalkannya selamanya. 

Kamu selalu satu. Kamu selalu utuh. Mereka tidak dapat mencuri apapun darimu, kecuali jika kini kamu memutuskan untuk berhenti berjalan lagi. Kecuali jika kamu hanya percaya bahwa tidak ada yang lebih baik di depan sana. Ketika sebenarnya, pilihannya ada di tanganmu sendiri. Jangan sampai kamu kalah untuk yang kedua kali.

Aku salah berdoa. Kupikir tidak akan pernah ada yang salah dari suatu doa. Tapi ternyata setelah kita berjalan lebih jauh, nuranimu dapat menyadari bahwa kita benar - benar bisa salah berdoa. Berdoa akan hal - hal yang kasat mata, dan mengaburkan hal - hal yang paling penting hanya karena ia kini tak kasat mata. Berdoa menginginkan hal - hal jangka pendek sembari menggugurkan banyak kemungkinan - kemungkinan jangka panjang, yang bisa jadi memiliki kebermanfaatan yang lebih lapang.

Berdoa akan manfaat dunia, yang tanpa sadar menjauhkan kita dari manfaat akhirat pada setiap jengkalnya. Bagaimana momen yang tidak abadi ini sungguh dapat membutakan hati dan nurani. 

Seharusnya, aku berdoa agar aku diberi kesempatan untuk dapat lebih bermanfaat bagi sesama. Bukannya sekedar memenuhi kepuasan jiwa atas nama manusia disekitarku yang lainnya. 

Aku berdoa agar suatu hari aku dapat mendirikan sekolahku sendiri. Aku berdoa agar memiliki pekerjaan yang membuatku punya alasan bangun esok hari. Aku berdoa agar aku tetap memiliki jiwa dan mimpi seperti ini. Agar suatu hari, aku dapat menjadi perantara gadis kecil di liputan televisi, yang dengan mata berbinar berbicara tentang mimpinya menjadi dokter, meski di belakangnya tumpukan sampah Bantar Gebang dapat begitu mengintimidasi. Aku ingin membuktikan kepada anak - anak seperti dia, bahwa mimpi mereka tidak pernah sia - sia.

Bahwa mimpiku, tidak pernah sia - sia. 

Hey, ternyata, aku masih ingin belum menyerah kepada dunia. Meski sedikit, ternyata masih ada sedikit keberanian untuk keluar dari zona yang begitu nyamannya. Meski sedikit, tidak apa, kita coba lagi perlahan saja.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Panjang Umur Wanita
  • replacement
  • susu jahe hangat
  • mei

Categories

  • Reviews
  • Stories
  • Unsend Letters

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2025 (4)
    • ▼  Juni (2)
      • hari jumat
      • nekattt
    • ►  April (2)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2021 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (3)
  • ►  2020 (46)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (28)
    • ►  Desember (11)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (21)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (62)
    • ►  November (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (15)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2016 (55)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (26)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (48)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2013 (52)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2012 (68)
    • ►  Desember (23)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (13)
    • ►  Desember (13)

Pengikut

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates