Hellonjo!

Soal cerita melelahkan juga banyak hal - hal yang menyenangkan.


Life is God's masterpiece with a twist in the end.

Gue suka baca novel, kebanyakan adalah novel fantasy and sorry to say, terjemahan. Bukannya gue apatis dan meremehkan karya penulis Indonesia, mereka bagus, tapi hanya sebagian kecil yang sanggup membuat gue percaya akan karya mereka dan akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan berapa puluh ribu untuk dibawa pulang kerumah. Alasan lain gue suka novel terjemahan adalah, mereka lebih apik menaruh twist dalam setiap cerita. John Green adalah pemberi twist novel paling hebat selama 19 tahun gue hidup. Dia bisa membuat gue jatuh cinta pada akhir yang twist, yang meremukkan hati pembaca, dan akhirnya kesel kesel sendiri karena nggak nyangka novel ini akan berakhir seperti itu. Lalu setelah membaca gue baru sadar bahwa, sebenarnya hidup kita seperti novel, Tuhan adalah pencipta twist yang paling juara sepanjang sejarah semesta. Termasuk hidup gue. Dan sekarang, kayaknya, gue sedang menghadapi salah satu twist dari sekian twist yang belum kebuka. 

Dan itu berawal dari fasilitas chat terabsurd yang isinya, entah lelaki gila sex, manusia kesepian dan butuh kasih sayang, atau seorang gadis yang hanya ingin menghabiskan kegabutannya selama liburan karena nggak tau harus ngapain lagi. Thats me. Sudah sekitar 1 bulan gue ada disana. Ngobrol dengan banyak orang, mulai dari cowok yang habis ngomong hey langsung ngajakin pacaran, cowok koplak yang kerjaannya nontonin power rangers, cowok yang ternyata adek kelas gue pas SMA, sampai gigolo yang demenannya tante tante. Sederhananya, fasilitas chatting itu menyediakan segala wawasan tentang dunia lain yang gue nggak tau. Termasuk dunia dia, yang sampai sekarang gue nggak tau siapa. 

Dia adalah satu dari yang (katanya) lelaki. Obrolan kita nyambung, mulai dari film dan kesamaan hobi yaitu dance. Iya, gue suka dance, nggak pernah tau kan?, karena memang itu adalah hobi masa kecil yang gue simpan karena gue tau, gue nggak bisa melakukan itu di dunia dan di lihat banyak orang. Hal yang paling gue suka dari percakapan kita adalah, gue bisa ngobrol serius tanpa merasa serius. Bahwa apa yang kita obrolin ya sebenernya seru, dengan cara yang unik. Dengan cara yang orang lain akan bilang membosankan. Kita bisa cerita panjang tentang pikiran manusia liberalis sampai lama. Keseruan itu adalah sesuatu yang membuat gue akhirnya lupa bahwa ada twist dari cerita ini.

Ya, Dunia kita berbeda. No no no, bukan berbeda seperti antara dunia ghaib dan dunia nyata. Dunia kita, circle kita, pergaulan kita, berbeda. Yaaa gue juga realistis, tanpa bukti yang jelas dia ngomong ini itu soal betapa bergelimangnya kehidupan dia, dengan segala fasilitas, studi, dan wanita yang menggila bahkan ketika cuma ngeliat mukanya. Betapa ia bisa aja merayu dalam hitungan jam lalu berakhir di hotel. Dunia yang sepenuhnya berbeda dengan gue yang ia menyebutnya adalah "Anak baik baik". Nggak ada bukti, gue bisa aja nggak percaya, tapi entah kenapa gue percaya dengan mudahnya. Selama ini sih gue sudah cukup dewasa untuk memfilter segala informasi dari sana. Gue nggak mudah percaya sama orang lain, I know things that obvious from cyber world is there are nothing that obvious. Tapi entah kenapa, pada akhirnya gue percaya. 

Dan hal tersebut, segala ceritanya soal wanita, kehidupannya, ke nyambungan kita ketika ngobrol, membuat gue akhirnya menguninstall app chatting tersebut dengan segala masalahnya :'. Well, sebenarnya nggak hanya karena dia, tapi juga karena app itu menyita konsentrasi gue. Gue jadi generasi nunduk karena akan selalu ada orang yang diajak ngobrol disana. Ngobrol dengan orang lain adalah suatu morphin di kehidupan gue. Padahal, di dunia nyata, akan selalu ada temen gue yang bersedia untuk diajak ngobrol. Secara langsung, dengan emosi dan rusuh rusuh yang nggak bakal bisa tersampaikan walaupun dengan emot sebanyak apapun. Mereka mulai protes karena sekarang gue lebih sering pegang hp dibanding ngealay dan ngerusuh bareng. Begitu juga orang tua. Mereka terganggu, dan dapat membuat gue sadar walaupun mereka nggak ngomong. Dan saat itu gue baru sadar, gue punya kehidupan nyata yang sudah cukup indah, tanpa harus ada manusia manusia random yang asik diajak ngobrol. yang kenal pun enggak, status teman pun sebatas tanda bintang di icon profile. Gue sadar, hidup gue lebih dari itu. 

Memang agak membuat bimbang pada awalnya (maafkan bimbang kali ini sangat amat nggak guna). Tapi gue teringat akan obrolan panjang kita terakhir, tentang tutup tupperware dan botolnya. Mungkin kita memang nyambung, mungkin kita seperti tutup tupperware yang klik sama botolnya. Tapi akhirnya gue sadar, mungkin "kebocoran" kita memang bukan berada di bagaimana kita bisa ngerti jalur pikir masing masing, tapi memang dunia yang membuat kita berbeda. Dan gue nggak bisa membahayakan diri gue untuk masuk dan merasakan kenyaman yang lebih jauh dari itu. Karena gue tau, ini semua nggak akan ada ujungnya. Cuma main main, dan gue bukan gadis yang bisa main main terlalu lama. Akhirnya gue memilih untuk menghapus satu satunya penghubung yang ada. Seperti gue yang memilih untuk tak lagi memakai botol tupperware gue agar buku buku tak lagi keriting karena kebahasan yang nggak sengaja. 
GUE JANJI UNTUK MENYELESAIKAN TULISAN INI ENTAH SEBERAPAPUN ABSURDNYA IA.

Okeh. itu adalah komitmen gue yang akhir akhir ini runtuh aja ketika moodnya sudah habis. Sudah lama gue nggak menyapa kalian disini, apa kabar apa kabar apa kabaaaar? hahaha. Banyak hal yang sudah terlewati. Salah satunya adalah terlewatinya semester 3! Yeah! walaupun hampir mati, nafas tinggal setengah, dan pipi yang semakin membulat (entah kenapa) akhirnya semester itu pun terlewati juga. Banyak hal yang gue dapatkan di semester yang katanya neraka itu, salah satunya adalah time management, bahwa benar kata orang, kalau kamu tidak segera "memenggal" waktu, maka waktu yang akan "memenggalmu". Tapi segala kesibukan di semester lalu, gue boleh bilang, nggak ada yang sia sia. Gue belajar menjadi mahasiswa yang . . . memahasiswa. Kata orang sih gitu. Tapi tetap, konsekuensinya adalah tidur yang kurang, jarang makan, tapi ngemil jalan terus. Kang mendoan di pertigaan tiba tiba jadi hafal dengan paras kelelahan ini, karena berapa hari sekali absen beli mendoan, cukup 3.000 rupiah udah dapet 3 mendoan panas dan 2 dage (makanan khas purwokerto yang dibuat dari ampas tahu, teksturnya, menyes menyes sedep). Cocol pake sambel, mantapnya bikin gue sanggup melek sampai dini hari untuk ngerjain laporan. Kemarin hidup gue nggak jauh jauh dari itu. 

Semester ini . . . kayaknya bakal begitu lagi. 

Tapi sungguh, gue mensyukuri segala kesulitan yang datang. Gue percaya bahwa hidup itu seimbang, kesusahan, kesenangan. Gitu gitu aja sebenernya. Nah oleh karena itu, gue berniat menghabiskan jatah kesusahan gue di masa muda, jadi yang tersisa ketika gue sudah punya keluarga sendiri adalah . . . jatah senang senang. Semoga, semoga, semoga. Hidup gue nggak akan jauh jauh dari segala semoga agar Tuhan selalu mengaminkan segala ingin. See you next time! semoga hutang gue tentang Tour de Tangerang bisa segera lunas sebelum gelombang praktikum meluluh lantahkan segala jadwal. Much Love! xoxoxo

Kata orang, menulis dapat mengabadikan beberapa hal yang tak dapat diabadikan. Bagiku sama saja kali ini, mengabadikanmu adalah sesuatu hal yang mudah saja dilakukan ditengah Endorphin yang sampai pucak. Menulis menjadi fasilitas mewah untuk mengabadikanmu yang bahkan nama pun tak tau, wajah tak terbayang, dengan senyum yang masih segaris pucat hitam putih abu abu. Dirimu masih serancu itu dalam otakku, tapi hatiku memujamu dengan sejelas jelasnya sampai rasanya menulis mu . . . ya mungkin saja. hahaha.

Menulismu dengan perasaan macam ini adalah hal baru. Kalau kau tau, sudah cukup lama aku tak menulis rentetan kata kata cinta. Ah jangan muluk muluk, dahulu cukup saja kata Senang, jika memungkinkan. Setelah tau bahwa sakit itu menyenangkan, tetiba aku menjadi manusia yang terdedikasi untuk jiwa jiwa Masochist. Ya, aku menoreh luka baru tiap hari di atas luka lama yang belum mengering sempurna. Aku tertawa ditengah tetesan merah yang menetes tapi tak terlihat, aku bahagia ketika hati ini meringis pedih sambil mendendangkan nostalgia nostalgia kelam. Tulisanku berteriak lantang dan bangga karena dalam kesakitan ia merasa menang.

Lalu sekarang, kamu tiba - tiba datang ditengah ketiadaan, membuatku jenuh menjadi pencandu perih dan menciptakan satu alter ego yang selama ini ada tapi mengintip malu malu kucing. Ya, aku adalah Pencintamu yang Amatir. Kepribadian yang tiba tiba saja terbentuk karena akrabnya kita dalam dunia yang hanya sebatas kata. Aku ditunjukkan bahwa Kata, bisa sedahsyat itu mengetuk jiwa. 

Ajaibnya, aku tau kamu seberbahaya itu tetapi masih saja membiarkan rasa ini tertanam liar. Segala tentangmu adalah fakta - fakta yang entah kekal atau sekedar bualan iseng di tengah malam. Toh yang makin bahaya adalah, jika bahkan fakta itu memang sesuatu yang telah di aminkan Semesta, aku makin yakin kalau memang kau seberbahaya itu. Cerita yang kau ceritakan sungguh tak ada yang seharum kasturi, tak ada lelaki alim hasil entah pencitraan atau kebenaran. yang kudengar hanyalah rayuan dan wanita wanita yang telah menemanimu melewati malam. Tanpa menyebutkan nama kau cukup membuatku sadar diri dengan segala angka, jumlah wanita. Nah obrolan ini taruhlah gadis ini percaya. 

Tapi satu yang membuatku sadar bahwa kau memang hanyalah laki laki biasa. 

Adalah satu ceritamu yang selalu kumainkan kembali tiap malam bahkan ketika kau tak ada. Cerita tentang bintang. Ya bintang, benda angkasa paling indah dan kesepian pada saat bersamaan. Bagaimana kau bilang ia mempunyai suhu jutaan celcius. Membayangkan bagaimana jika ia meledak dan kita tak akan lebih dari partikel kecil yang masuk lubang hitam bahkan sebelum kita sadar. Lalu kau yang menggambarkan indahnya hingga sampai pada keputusan untuk memuja sang Pencipta kita. 

Itu adalah satu satunya aku melihatmu sebagai anak lelaki yang tak lebih aneh daripada aku.

Sebagai manusia yang ternyata tak sebejat itu

Itu adalah satu satunya waktu aku melihatmu sebagai lelaki yang patut dipuji. 

Aku tau percakapan kita tak lebih dari hasil senang senang tanpa tujuan. Mungkin semesta tak akan mempertemukan kita dalam satu frame kehidupan yang sama. Mungkin memang tak ada kesempatan untuk menyatukan dua dunia yang sama sekali berbeda. Mungkin aku akan melupakanmu suatu hari. Dan bahkan aku yakin, setelah tulisan tentangmu aku pasti akan menulis lagi. Entah cinta, entah sakit, entah cerita kehidupan gadis dipenghujung kepala satu. Yang pasti kemungkinan besar, itu bukan kamu. Singkatnya, mungkin aku akan lupa. Tapi izinkan saya mengingatmu malam ini. Segala impianmu yang tak sengaja terselip di obrolan ringan, segala cintamu untuk gadis berwajah tirus yang parasnya . . . tetap saja kerenan aku. hahaha. Segala segalamu yang ikut aku aminkan agar segalanya sampai pada kebaikan. Tulisanku yang akan jadi sastra perjanjiannya, bahwa aku memang benar benar meminta, bahwa aku mengabadikanmu. 

Mengabadikanmu dengan caraku, mengagumi dan memberi rasa dengan cara yang paling sederhana. Karena kau tau, jika entah bagaimana caranya semesta berhasil membuatmu menemukanku, aku ingin menjadi bukti untuk orang lain, untukmu, bahwa Kata, memang dapat sedahsyat itu mengetuk jiwa. Bahkan jiwa yang belum kukenal tapi dapat berhasil diabadikan, tepat pada waktu yang paling indah indahnya. Seperti Bintang yang berada pada masanya yang paling terang.


But I got a blank space baby
And I'll write your name
Saya sudah lama tak menulis. Pada malam yang semakin ke tengah, saya menjadi berkaca pada banyak hal. Saya tak tahu apa yang harus saya tuliskan, tak mampu memilih kata mana yang patut dan patut untuk diucapkan. Bingung akan perasaan mana yang harus lebih di dengar diantara lainnya. Bingung akan siapa saya akhir akhir ini. Jadi biarkan saja tulisan ini mengalir, bagaimana saya bercerita kepada sang malam tentang hidup gadis yang kelewat biasa dan bermimpi menjadi luar biasa.

Kepada sang malam saya memeluk sepi ini erat erat. Membiarkan sarinya meresap dalam setiap pori tubuh. Ikut dalam aliran darah, membanjiri diri dengan segala rasa soal sepi dan sakit yang hadir bersisian. Sepi tak pernah semenusuk ini. Saya kembali pada momen itu. Ada seorang anak lelaki. Datang membawa bunga, tatapannya lekat pada helaian kelopak yang jatuh perlahan dalam perjalanannya menuju saya. Saya tanpa usaha hanya duduk manis tak berdosa. Saya terlalu lelah untuk sekedar melangkahkan kaki menujunya, atau bahkan sekedar mengucap kata semangat agar lelahnya selalu gugur dan jatuh begitu saja ke tanah. Saya hanya diam. Saya terlalu lelah untuk menemukan sehingga pada akhirnya ditemukan adalah pilihan atas segala pilihan yang sebenarnya tak ada.

Dalam tatapannya lelah menumpuk sampai setinggi gunung, tapi senyumnya tetap melekat. Tatapannya masih sehangat biasa. Dan dalam hangat itu mulai ada dinginnya jenuh yang perlahan tumbuh tanpa terkendali. Ia perlahan menggorogoti lelaki saya. Lelaki saya jatuh karena sakitnya. Kelopak merah itu berjatuhan. Bunga bunga dalam genggamannya seolah menangisi tetes darah karena merahnya berserakan di atas hitamnya tanah. Saya, masih saja duduk mengamatinya lekat.

Saya takut ikut jatuh dalam usaha menariknya berdiri

Saya takut ia berbalik pergi, dan hanya punggung yang dapat bercerita bagaimana ia sadar, putri yang diimpikannya ternyata tak seindah kelihatannya. Saya takut saya menjadi gunung yang ia menyesal telah mendakinya

Saya akhirnya tetap diam. Sekali lagi menunggu untuk ditemukan. Dalam hati merapal doa semoga hatinya diberi kuat untuk sampai tepat di depan saya.

Sosoknya berusaha bangun, mencoba berdiri pada dua kaki. Tatapannya kini lelah, mempertanyakan segala tujuannya berlari selama ini. Tatapannya meminta jawaban, dan kakinya hanya tinggal menunggu aba aba. Entah maju dengan segala sakit, atau berbalik dan melepaskan. Ia meminta jawaban, mataku melihatnya nanar.

Aku takut

Aku takut

Dan kupejamkan mata, menghilangkan sosokmu yang tinggi dari pandangan. Membiarkanmu menghilang di tengah gelap. Aku tak dapat memberi jawaban, bahkan untuk yang kesekian kali.

persis karena kala itu ketika akhirnya aku membuka mata dan melihat bayang punggungmu yang tanpa aba aba semakin mengecil. Saat itu kau memilih pergi meninggalkan saya dan seikat bunga tergeletak di tengah jalur yang tadinya adalah jalanmu. Memilih menyerah karena beratnya diluar kuasa. Dingin yang entah darimana mulai meresap ke dalam tulang, lengan lenganku memeluk lutut yang terteku kaku, mereka mencari hangat yang tiba tiba hilang. Hangat yang sama dengan senyummu senja itu. Tubuhku terguncang, bergoyang depan dan belakang. Aku terisak menahan takut, menahan kalut, menahan sedih bagaimana bahkan sampai kau berusaha aku masih saja tak ingin menyapa. Tak ingin memberi dukungan ketika kau bahkan telah memberikan segala usaha. Saya benci ketidakberdayaan saya dalam memilih.

Dingin yang datang malam ini sama persis seperti itu. Bedanya kali ini tak ada lagi isak, karena bahkan air mata sudah terlalu jenuh menemani saya pada malam malam semacam ini.
Jadi dewasa itu nggak hanya soal kita yang makin mengerti dan menerima setiap alasan atas segala pilihan yang dijatuhkan, tapi juga mengerti bahwa terkadang kita bukanlah yang dipilih karena alih alih tak ada lagi pilihan lain ketika faktanya, pilihan lain sebenarnya masih sangat mungkin  
Heeey buddies! Long time no write eh?. Sudah sangaaaat lama sepertinya saya tidak membagi cerita disini. Dan seperti kebingungan yang selalu datang setiap kali saya kembali dari rehat menulis yang panjang, kali ini pun begitu, jadi maafkanlah :")). Tidak sebegitu bingung sebenarnya, karena kali ini, dalam hati, saya tahu apa yang akan saya ceritakan kali ini. Satu perjalanan yang mungkin saja hanya satu chapter yang akhirnya berlalu dari satu novel tebal kehidupan saya, tetapi tetap saja tak akan terlupa, yaitu . . . Perjalanan saya ke kota sumpek tapi ngangeni yang dulu saya sebut rumah, dan saya berharap masih ada rumah disana. Setidaknya itu yang ada di kepala ketika diri ini berada di bis antar kota.

Dalam keberangkatan, and not to mention, kesendirian, lol, saya tak banyak berpikir, karena hampir seluruh perjalanan saya habiskan dengan tidur lelap karena obat anti mabok langganan, nah another lol. Jangan harap saya akan berpikir banyak dan merenungkan sesuatu yang terkesan bijak karena dalam pikiran saya hanyalah SENANG!. Setelah kurang lebih 12 jam saya akhirnya sampai di kota tercinta, segera disambut dengan hujan dan another classic things and not i miss is . . . banjir. Jalanan perumahan itu semakin tak terlihat ditelan hujan deras semalaman, meninggalkan ranjau ranjau batu dimana mana. Saya pikir setelah ditinggalkan kurang lebih 2 tahun akan ada keajaiban pada jalan masuk ini, ternyata keajaiban itu hanyalah mitos. Dan bertarunglah ojek saya jam 4 pagi di jalanan perumahan. 

Sampai di depan rumah seorang sahabat dengan baju yang kering semi kuyup dan beraroma bis. Saya hanya tak kuat melihat kaca dan berniat untuk langsung mandi saja. "Assalamualaikuum . . . Asslamualaikum . . ." Sudah saya coba dari suara bak Inayah sampai ke Rambo, tapi tetap saja tak ada seorang pun peghuni rumah yang kunjung keluar dan membukakan manusia semi gembel kedinginan ini. Setelah 15 menit, handphone sahabat saya yang kebonya sudah tak terbantahkan lagi akhirnya aktif. Gerakan 1000 Ping pun dijalankan dan keluarlah dia dari pintu rumahnya. Membukakan saya dan sedikit kaget karena akhirnya gadis slebor ini bisa juga sampai di rumahnya dengan selamat. Tanpa memperdulikan aroma bis antar kota kali itu, langsung saja saya memeluknya, pertemuan pertama kali yang  . . . . . . biasa saja (Maaf membuat kalian anti klimaks, LOOOL). Kami memang bukan tipe romantic buddies yang segalanya harus dirayakan dengan tangisan dan pelukan teletubbies. Kami hanya selalu tau bahwa satu sama lain akan selalu ada, tanpa perlunya ada kata atau kehadiran maupun air mata. 

Ibunya pun segera menyambut saya, masih sama ramahnya dengan beberapa tahun lalu terakhir kali bertemu. Alhamdulillahnya saya dan keluarga sahabat memang selalu baik, mereka telah mempercayakan anak - anak culunnya jika kami bermain walaupun tetap saja, kebodohan yang sama selalu saja terulang. Ia segera menyiapkan tempat tidur dan menyarankan kami untuk melanjutkan tidur karena hari masih gelap, tapi seperti semua teman lama yang sudah lama tak bertemu, maka kami habiskan subuh itu dengan cerita yang telah terlewati sampai akhirnya kami sama sama terlelap dan bangun dengan kepala pusing. Seperti dua orang yang mabuk karena menyesap cerita abg terlalu banyak.

Dan hari pertama di Tangerang pun dimulai . . . .
Sometimes i come to hate you. Not because the way you left us with a big reason which called Chasing a Dream, but when you did that, you also put a big burden that i can't handled . . . alone. And can i say? . . . . it estrange me from my own Chasing a Dream. Yep. one that i always know, you can not always hope such a big understanding from the others, that sometimes, they just simply get a choice and left us without choice.
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Panjang Umur Wanita
  • 07.26
  • A for Adam! A for Me!!
  • replacement
  • susu jahe hangat

Categories

  • Reviews
  • Stories
  • Unsend Letters

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2025 (4)
    • ▼  Juni (2)
      • hari jumat
      • nekattt
    • ►  April (2)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2021 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (3)
  • ►  2020 (46)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (28)
    • ►  Desember (11)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (21)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (62)
    • ►  November (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (15)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2016 (55)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (26)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (48)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2013 (52)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2012 (68)
    • ►  Desember (23)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (13)
    • ►  Desember (13)

Pengikut

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates