Terus saja kamu berlari, dari satu hal ke hal lainnya. Berpikir bahwa hidup tak boleh itu - itu saja, nyaman adalah hal yang sakral yang tak dapat dengan mudah ditemukan pada satu hal. Pencarian pada nyaman hanyalah satu perjalanan yang tampaknya pantas saja jika dilalui dengan pencarian, loncatan, pelarian, akan satu hal dan hal lainnya. Tapi sampai suatu saat kamu sadar, bahwa larimu sama saja seperti jogging kita setiap pagi di gelanggang olahraga, sampai lelah dan nafas terpatah - patah, kita tetap saja di trek yang sama, lingkaran yang sama. Tak berpindah satu pintu sekalipun. Tak ada perbedaan, kamu tak akan mendapat pengalaman lain selain mencoba hal baru, lupa, bahwa hidup bukan hanya sekedar membuka pintu, tetapi juga bertahan. Bertahan pada pilihan sendiri ketika situasi tak lagi mudah dan jelas, ketika situasi membuat kamu ingin berlari lagi, memulai satu hal yang baru, catatan polos. Lihat kan? kamu akan kehilangan esensi dalam perjalanan, bahwa yang tersulit tak hanya memilih jalan yang kelihatannya tepat, tapi juga bertahan pada pilihan yang tadinya terlihat tepat. Memperbaiki. Menciptakan nyaman sendiri ditengah kacau, karnea sebenarnya, bertahan adalah hal tersulit daripada memilih.
And one more lesson you got from listening to another Dit.
Apa kabar kamu? saya menulis lagi untuk kamu di penghujung hari. Rindukah kau akan sapaku di awal percakapan kita? rindukah kau akan satu dua hal tak penting yang kita diskusika?. Saya tak rindu, hanya saja ketika melihat ke belakang, sya abaru sadar, kita telah berjalan jauh dari hari itu. Sudah banyak hal yang terlewat dan tak terbahas dalam percakapan kecil kita. Banyak hal yang akhirnya menydarkan saya bahwa, hidup saya sepenuhnya tak lagi dibagi dengan seorang kamu. Begitu juga sebaliknya, saya tak tau lagi apa apa yang saaat ini kau perjuangkan, mimpikah? cintakah? atau sekedar pengakuan ari orang irang?. Saya tak lagi menaruh peduli akan itu ketika kau secara sadar menutup segala kota - kotak cerita. Saya pun tak meminta keterbukaan seorang lelaku yang pergi duluan. Saya disini hanya menulis tanpa arti, sebagai penyadaran kepada diri sendiri bahwa saya akhirnya dapat membangun mimpi, berjalan tegak dan berkarya selayaknya anak muda lainnya. Bahwa kita pernah jatuh sedalam itu tapi akhirnya pulih seiring dengan detik waktu. Karena semua sakit pasti ada obatnya :)
Don't bother yourself to hide me, i'm not yours to keep nor the things we left behind.
Karena saya memang habis rasa untuk, ya kau tau, mengulang segala yang ada. Denganmu, dengan yang lainnya. Entah sampai detik keberapa.
Nah, nggak enaknya ada dalam usia seperti ini adalah, sudah punya pemikiran yang mantap tapi tetap saja dianggap tidak dewasa dan . . . tidak masuk perhitungan
Dua hal yang dapat dimengerti hanya ketika kamu jadi mereka, yaitu:
- Kekhawatiran Orang Tua, ketika anak - anaknya belum pulang
- Memberi ikhlas, segalanya, berthaun - tahun sampai pada beberapa waktu bahkan nyawa
Terimakasih untuk segalanya, maafkan gadis kecilmu yang belum dapat memberi apapun.
Selamat malam kamu. Surat kecil ini saya tulis untuk menyapa keletihan yang bersandar di pundak kecil itu. Apa kabar? lama tak bersua. Saya hampir lupa paras itu, senyum, dan bagaimana kau tertawa. Maafkan saya yang pelupa. Saya juga letih disini, tenggelam dalam berlembar - lembar kertas HVS. Tertidur di depan laptop ditengah pertarungan yang seharusnya tak saya tinggalkan, gamang ditengah pilihan - pilihan soal masa depan. Rindu akan kenangan masa lalu, dimana semuanya baik - baik saja dan sederhana. Bahwa ketika saya pulang, hanyalah kita dan segala percakapan tak penting anak remaja. Tugas - tugas hanyalah tugas yang jadi alasan untuk kita memperpanjang percakapan. Segala yang perlu dibahas, makin lama semua yang tak perlu jadi suatu hal yang kita cari keberadaannya, bukan soal cerita tapi ini soal kita yang bersama sepanjang waktu yang tersedia.
Dan saat ini, kita hanyalah kita, yang saya kais dari tanah - tanah kering hati yang hampa. Kamu adalah kamu, satu jiwa yang akhirnya tak lagi melekat di dalam hati. Saya adalah saya, gadis yang kau pernah bangga saat menunggu malu - malu ditepi jalan depan sekolah.
Masa lalu adalah masa lalu, yang bahkan mantra terampuh pun tak sanggup memanggilnya kembali. Biarlah. Saya dan kamu tak kan lagi menjadi kita.