Hellonjo!

Soal cerita melelahkan juga banyak hal - hal yang menyenangkan.


Hari pertama aku menemukanmu, serbuan kata segera memenuhi kepalaku. Ribuan tanya mengantri di ujung jemari, menanti untuk akhirnya sampai padamu. Soal banyak hal tentang satu laki - laki yang sama - sama kita kenali. Hai Dhi, kenalkan aku, seorang gadis yang tidak pernah kamu kenali, pun temui. 

Mungkin sebaiknya, pertama - tama, seharusnya aku mengenalkan diri. Aku Dita, dan ini hari kedua ku dalam isolasi. Ditengah sunyi, tiba - tiba aku menjadikan nyata setiap tanya dalam kepala. Menjadi beberapa paragraf frasa untuk seorang gadis yang tidak pernah aku kenali, pun temui. 

Mungkin suatu hari kamu akan membacanya, mungkin tidak sama sekali. Tidak apa, toh bukan itu tujuan utama, karena aku hanya ingin bercerita. Laki - laki yang kau sebut pasangan dengan bangganya, adalah seseorang yang pernah meninggalkanku dalam palung Mariana. Yang kemudian, ditengah nyala api, aku menemukanmu, menjadi satu - satunya arah yang ia tuju, ketika punggungnya sempurna menjauh dariku. 

Aku sudah sejengkal menuju tekad untuk bertanya. Aku atau kamu, siapa yang pertama?. Aku atau kamu, siapa yang sesungguhnya ia berikan sepenuhnya rasa?. Aku atau kamu, siapa yang dulu sebenarnya ada dalam maket masa depannya?. Pertanyaan - pertanyaan yang akhirnya kusimpan dan coba kujawab sendiri dengan berbagai macam cara.

Aku mencoba mereka - reka, siapa kamu seorang gadis diujung sana. Kenapa ia memilih untuk menghampirimu ketika aku juga selalu menunggu laki - laki yang sama dengan setia?. Bisakah aku menjelma menjadi serupa lebihmu yang akhirnya menggenapkannya?. Mampukah aku menjadi kamu, yang diperlakukan sebaik - baiknya oleh seorang laki - laki yang mencinta?. Usaha apa yang seharusnya dulu kulakukan, agar tidak jadi sekedar pilihan?. 

Sampai pada suatu ketika, aku cukupkan diri dalam mengenalmu. Tidak kutemukan suatu kesalahan darimu. Kita sama baiknya, hanya berbeda cerita. Pada kesempatan berbeda, kita mungkin saja menjadi dua kawan yang bertukar cerita dengan serunya. Berbagi tawa tentang perjalanan seperempat abad menjadi wanita, dengan berbagai macam kekacauannya. 

Mempelajarimu dengan hati - hati, membuatku sadar bahwa kamu memang pantas dicintai. Kita hanya tidak sengaja terikat, dalam suatu tali tidak kasat mata, dengan laki - laki yang sama sebagai pusatnya. Laki - laki yang pada satu titik di kehidupannya, sempurna kebingungan akan dua jalan dengan kita di setiap ujungnya yang berlawanan. Kebingungannya yang akhirnya membuatku menyadari, bahwa aku juga pantas dicintai sama besarnya, tanpa langkah setengah hati. Bahwa aku pantas untuk suatu ruang, yang ketika didalamnya aku berhenti bertanya, apakah aku benar - benar diterima. Ruang yang lapangnya meyakinkanku, bahwa aku tetap menjadi satu - satunya.

Hai Dhi, ini surat dari seorang gadis yang tidak kamu kenali. Tapi ketahuilah, aku tidak membencimu. Tidak lagi. 

Selamat berbahagia ya. Percayalah, jika suatu hari semesta mempertemukan kita dalam suatu komedi sederhana, maka aku hanya akan berkata

"Hai Dhi, sebenarnya, aku sudah mengenalmu sejak lama 🤣"

Tanpa mereka tau, diam - diam aku adalah pendendam. Kusembunyikan dalam saku paling dalam, ketika yang orang lain tau hanyalah pengikhlasan. Meski begitu, aku tak pernah benar - benar menjadikan dendamku jadi kenyataan. Semuanya kupasrahkan kepada semesta, ketika aku duduk dengan hikmat menjadi penonton pertama. Sampai hatiku terpuaskan dengan kehancurannya yang sama, aku terus mendapati diriku diam - diam mengamati mereka yang sempat menyakiti. Meski tampak tidak peduli, di dalam hati, rasa penasaranku masih begitu membumbung tinggi. Bukan mencari penyesalan atas apa yang telah mereka lakukan, aku hanya mendamba kehancuran yang (kupikir) seharusnya mereka dapatkan. Saat itu adalah kemenangan dari setiap pesakitan, dimana cerita sempurna tertuntaskan.

Sampai suatu ketika, dalam pencarianku, aku menemukan bahwa ia masih begitu bahagia. Teramat bahagia dengan cara yang sama pernah membuatku luka. Jika dendam adalah tujuan, ini jelas suatu kekalahan. Tapi rasanya hatiku berkata bukan, yang kupercaya adalah suatu kesalahan. 

Aku berdiskusi dengan hatiku, dan sampai pada suatu kesimpulan. Ternyata, pembalasan dendam tidak selamanya mengambil rupa sebagai kehancuran. Pada sebagian cerita, ternyata kita cukup dengan kebahagiaan yang sama. Cukup dengan pengertian, bahwa ia adalah pelajaran, bukan bagian utama dari jalan menuju kebahagiaan. Cukup dengan pemahaman, bahwa kepergiannya telah menciptakan suatu ruang untuk sosok yang baru. Ia yang kemudian menunjukkan, bahwa membersamai dengan sepenuhnya kehadiran, bukan pekerjaan yang cukup dituntaskan dengan perhatian sambil lalu. Ia yang selalu mengingatkan, bahwa menerima banyak kurangku bukanlah suatu beban yang ia bawa di ranselnya setiap waktu. Ia yang membuatku menyadari, bahwa ternyata aku pantas diusahakan tanpa basa - basi, bukan seseorang yang hanya cukup dicintai setengah hati. Ia yang kemudian menjadikan kedua mataku serupa kuil, yang pada kedalamannya ia memeluk ketenangan hatinya sendiri. 

Jika impas adalah tujuan dari pembalasan dendam, maka kini aku tetap sampai pada titik keseimbangan. Kami sudah impas dalam menjadi penuh kebahagiaan. 
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Introverts in disguise. Read keeps me sane, write keeps me awake. Both of them entwined makes me alive.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Panjang Umur Wanita
  • replacement
  • susu jahe hangat
  • mei

Categories

  • Reviews
  • Stories
  • Unsend Letters

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2025 (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ▼  2021 (15)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ▼  Juni (2)
      • Hai Dhi!
      • balas dendam
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (3)
  • ►  2020 (46)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (28)
    • ►  Desember (11)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (21)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (62)
    • ►  November (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (15)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2016 (55)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (26)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (48)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2013 (52)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2012 (68)
    • ►  Desember (23)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2011 (13)
    • ►  Desember (13)

Pengikut

Oddthemes

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates