Dia


Dia punya segala hal yang dibutuhkan wanita. Cantik, cerdas, dewasa, dan kesabaran yang tak pernah ada habisnya. Tak ada hal didunia ini yang meragukan dia bahwa dia bisa sebegitu bahagia. Bahwa hidupnya tak pernah kurang dari kata sempurna dan cukup akan segala rupa. Sampai akhirnya seseorang masuk dan melihat benar, bahwa hatinya serupa kacau pasca topan. Pecahan kaca berserakan, menusuk telapak kaki yang telanjang. Didalam kepalanya ada perang yang serupa Ramayana. Pikirannya tak pernah kehabisan ragu dan khawatir akan segala cela. Pundaknya penuh dengan beban yang memberatkan langkah. Kakinya lebam karena seringkali melompat dan jatuh dikerasnya tanah. 

Diantara senyum yang serupa rumah, pilunya perang didalam kepalanya mengintip dibalik sabitnya mata. Perang akan dirinya yang merusak sampai ia lupa akan segala 'sempurna' yang dipuji manusia. 

Dan saat itu, hanya bintang yang mengerti benar tentang segala nyanyian pesakitan. Langit tak pernah terlalu sempit untuk segala cerita duka. Kepada luasnya ia mengadu ketika manusia tak begitu ada. Kepada galaksi yang jauhnya jutaan cahaya, ia memeluk reruntuhan diri agar tak terlalu remuk redam. Karena sederhana, menurutnya, malam dan bulan kala itu adalah apa yang seharusnya orang lain sematkan kata sempurna. Bukan dirinya, bukan sesuatu yang bisa dikatakan dengan nominal.

Karena hanya indahnya langit yang dapat membuat ia lupa, bahwa ada kacau di esok hari yang masih harus dihadapi, sekali lagi. Setidaknya malam ini ia utuh, tidurnya lelap, dan hangat tak lagi meninggalkan hatinya seperti kali pertama ia bercerita. Karena Dia memang tak pernah sekuat itu.


pic sourc: https://pixabay.com/en/starry-night-starry-sky-silhouette-1149815/

0 comments